Lily berlari melewati koridor Rumah Sakit. Begitu sampai di depan ruang rawat inap Lita, ia langsung membuka pintu dan menatap nanar tubuh kakaknya yang masih terbaring tanpa pergerakan.
Suara dari mesin monitor serta selang yang terhubung ke tubuh Lita membuat Lily menghembuskan nafas lega, luar biasa lega. Ia terduduk saat tiba-tiba merasakan lututnya melemas dan terisak pelan. “Syukurlah. Syukurlah kakak masih bertahan. Aku pikir— aku pikir kakak akan meninggalkanku.” Lirihnya.
Saat mendengar kabar bahwa keadaan Lita memburuk, satu-satunya hal yang Lily pikirkan adalah Lita akan meninggalkannya. Kematian adalah satu-satunya hal yang lebih buruk dari kondisi Lita sekarang.
Tepukan pelan pada bahunya membuat Lily mengangkat kepalanya dan menemukan Raka yang tengah menatapnya dengan pandangan yang sudah lama sekali tidak Lily lihat dari laki-laki itu.
Lily menghentikan tangisnya dan berusaha berdiri, walau lutut serta tubuhnya seperti tidak memiliki tenaga sama sekali. Menyadari itu, Raka dengan sigap membantu dan memapah Lily menuju kursi yang berada di tepi ranjang Lita, mendudukkannya di sana.
“Tekanan darah rendah serta detak jantung yang sempat berhenti membuat kondisi Lita tiba-tiba memburuk. Tapi Dokter sudah menanganinya dan sekarang kondisinya kembali stabil. Jadi kamu nggak perlu khawatir lagi.” Terang Raka yang membuat Lily mengangguk dan kembali mengucap syukur di dalam hati.
Lily menggenggam erat tangan Lita dan mencium punggung tangan tersebut, “Terima kasih, terima kasih sudah bertahan kak.”
“Kamu akan menginap?” Tanya Raka.
Lily mengangguk, ia rasa Evelyn akan mengerti jika untuk malam ini saja ia akan menginap di Rumah Sakit.
“Kalau begitu tidurlah, ini sudah larut malam. Ada selimut yang bisa kamu gunakan di lemari kecil samping sofa.”
Lagi, Lily hanya membalas dengan anggukan kepala. Selain karena rasa terkejut yang sempat menguasainya saat mendengar kabar Lita tadi, ia juga merasa bingung atas perubahan sikap Raka.
Bukankah semenjak Lita mengalami kecelakaan, Raka membencinya dan bersikap dingin terhadapnya? Kenapa sekarang kembali bersikap baik?
Lily menutup mulutnya dan berlari ke arah kamar mandi saat baru saja akan membaringkan tubuhnya pada sofa untuk tidur. Ia menundukkan wajah pada wastafel dan mencoba mengeluarkan isi perutnya yang bergejolak. Namun hingga beberapa menit lamanya, hanya air liurnya yang keluar. Bagaimana tidak jika ia terakhir memasukkan makanan pada perutnya saat pagi tadi.
Merasa sedikit baikkan, Lily membersihkan mulutnya lalu keluar dari kamar mandi. Saat membuka pintu, ia mendapati Raka berdiri di sana dengan raut khawatir.
“Kamu kenapa? Nggak enak badan?”
Lily menggeleng, “Aku baik-baik saja.”
“Nggak akan muntah-muntah kayak tadi kalau kamu baik-baik saja Ly. Lihatlah, wajahmu sangat pucat.”
“Mungkin hanya masuk angin karena tadi aku ke sini pakai ojek, besok juga sembuh. Aku akan tidur sekarang.”
Raka menahan saat Lily akan kembali ke sofa untuk tidur, “Nggak baik kalau kamu menginap dengan kondisi seperti ini. Lebih baik kamu tidur dirumah, biar aku yang menjaga Lita.”
Lily menggeleng cepat, “Ini pertama kalinya aku bisa menginap, menemani kak Lita sejak beberapa minggu terakhir. Jadi aku nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Karena entah kapan, entah kapan aku bisa menemani kak Lita lagi seperti ini.”
Raka menghela nafas sebelum menganggukkan kepalanya. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Benar yang Lily katakan, dengan keadaan yang sekarang, entah kapan ia bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan merawat ataupun menemani Lita.
“Baiklah, tunggu sebentar. Jangan tidur dulu, aku carikan obat agar kamu merasa baikkan.”
“Nggak perlu kak, aku—“
“Jangan keras kepala.”
Lily tidak bisa membantah lagi karena Raka telah berlalu keluar. Ia duduk di tepi ranjang Lita dan memeluk tubuh wanita itu dengan kepala yang bersandar disamping bahu Lita.
“Biasanya kalau aku lagi nggak enak badan kayak gini, kakak atau Ibu selalu nemenin dan nggak pernah pergi dari samping aku karena kalian tahu secengeng apa aku kalau lagi sakit. Dan sekarang aku sadar, bahwa rasa sakit yang aku rasakan nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan sakit yang pernah kalian rasakan. Malu banget rasanya kalau aku sampai nangis." Lily memaksakan senyumnya dengan mata berair.
Hingga tanpa sadar, ia memejamkan mata. Mengistirahatkan tubuhnya yang terasa benar-benar letih tanpa alasan.
***
Lily berusaha membuka matanya saat merasakan tubuhnya seperti melayang. Saat sadar jika dirinya berada dalam gendongan Raka, Lily langsung tersentak dan meminta untuk diturunkan. Raka menurunkannya pada sofa yang hanya berjarak beberapa langkah dari tempat tidur Lita.
"Aku memintamu untuk menunggu sebentar, kenapa kamu malah tidur disana. Bisa-bisa badanmu pegal-pegal saat bangun nanti kalau tidur dengan posisi tadi." Gerutu Raka.
Dulu, Lily selalu merasa bahagia saat mendapat perhatian Raka. Tapi sekarang sepertinya hatinya cukup sadar diri, karena tidak lagi merasakan hal tersebut.
"Makan roti ini dulu lalu minum obatnya. Aku juga membeli minyak kayu putih, oleskan pada perut dan punggungmu."
"Terima kasih." Ucap Lily dan dibalas anggukan Raka.
"Kak Raka nggak pulang?" Tanya Lily setelah memakan sepotong roti dan meminum obatnya.
"Aku akan menginap."
"Nggak perlu kak, ada aku—“
“Aku menginap hampir setiap malam, jadi jangan melarangku. Tidurlah, aku akan keluar mencari udara segar.”
Lily tidak membalas dan menatap kepergian Raka hingga menghilang dibalik pintu.
“Benar. Kak Raka bahkan lebih sering menginap dan berada di samping kak Lita di banding aku.” Gumam Lily dan membaringkan tubuhnya setelah sebelumnya mengoleskan minyak kayu putih pada perut dan punggung yang bisa di jangkaunya.
"Ibu, perut aku sakit banget Bu." Rintih Lily meremas-remas perutnya dengan airmata yang sesekali menetes.
Ibunya yang melihat tampak ikut sedih, namun tidak bisa melakukan apa-apa selain memenangkan putrinya yang tengah mendapat menstruasi untuk pertama kalinya itu.
"Itu hal wajar yang dirasain sebagian banyak perempuan yang tengah mengalami menstruasi Ly. Nggak apa-apa, nanti juga sembuh. Kak Lita juga kan lagi nyariin kamu obat." Kata Ibunya sembari menepuk-nepuk pelan punggung bagian bawah Lily, berharap bisa mengurangi sakit yang ia rasakan.
"Tapi ini sakit banget Bu..." Kali ini airmata Lily mengalir lebih deras.
"Ini, minum obat pereda nyerinya dulu." Ujar Lita yang baru saja masuk dengan obat serta gelas berisi air putih.
"Nanti dulu kak, perut aku masih sakit banget."
"Ya makanya biar nggak sakit lagi diminum dulu obatnya, dasar cengeng."
"Lita.." Tegur Ibu mereka dengan kepala menggeleng. "Bukannya nenangin adiknya, malah di omelin."
Ibu membantu Lily untuk bangun dan Lita langsung memberikan obat berserta air untuk Lily minum.
"Udah sana, Ibu lanjutin aja masaknya. Biar aku yang nemenin Lily"
Ibu mengangguk dan berlalu dari kamar. Sedang kini giliran Lita yang membantu menepuk-nepuk punggung bawah Lily hingga adiknya itu perlahan tertidur.
*
*
*Makasih banget loh buat kalian yg udah sabar nunggui lanjutan cerita ini 😘
Doa'kan next partnya bisa cepet2 aku up!
.
Kamis, 26 Desember 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAINFUL [ SELESAI ]
RandomLily menyadari kehidupan yang ia jalani tidak sebaik kehidupan kebanyakan orang pada umumnya. Banyak hal menyakitkan yang harus ia lalu di usia remaja. Kabur dengan kakaknya dari rumah untuk menghindari Ayah mereka yang bertempramental buruk hingga...