Lily terbangun dari tidur singkatnya begitu mendengar suara dering ponselnya tanda panggilan masuk. Mendapati nama Raka di sana, alisnya mengercit. Jarang-jarang Raka menghubunginya. Tidak terjadi apa-apa dengan Lita kan?
"Walaikumussalam. Ada apa kak?"
"......."
"Apa?!" Lily terlonjak bangun, lalu meringis kemudian saat merasakan keram sesaat pada perutnya.
"......"
"Benarkah? Alhamdulillah ya Allah. Aku akan langsung kesana."
"......."
Begitu sambungan telepon putus, Lily menyembar jilbab instan yang berada di tepi tempat tidur sebelum berjalan cepat keluar kamar. Lupa akan keramaian yang saat ini terdengar dari ruang tamu. Hingga kakinya menyentuh tangga terakhir, tubuh Lily membatu.
Terlembat untuk pergi lalu kembali bersembunyi, karena kini semua pasang mata menatap ke arahnya.
Evelyn menatap Lily terkejut, lalu melirik Mama, Mami dan teman-temannya dengan jantung yang berdetak keras. Rasa takut kini melingkupinya, hingga membuat beberapa tetes keringat dingin mengaliri pelipisnya. Afraz yang baru saja masuk ke dalam rumah juga terlihat begitu kaget.
Situasi macam apa yang sedang di lihatnya sekarang?
"Lily?" Suara panggilan itu membuat Lily menoleh dan menemukan Syeila yang berdiri di belakang tubuh Evelyn perlahan berjalan mendekat kearahnya.
"Aku kangen banget Ly. Kamu ganti nomor? Beberapa hari setelah tiba di Jerman, nomor kamu enggak bisa di hubungi. Kenapa enggak pernah ngabarin aku sama sekali." Ucap Syeila memeluk erat Lily, tanpa menyadari wajah Lily yang perlahan memucat.
"Ah iya, kamu kenapa bisa di sini?" Tanya Syeila bingung begitu melepas pelukannya, "Tunggu--" ujar gadis itu lagi saat Lily belum sempat menjawab pertanyaannya yang sebelumnya. Syeila rasa ia menemukan kejanggalan saat memeluk Lily tadi.
Tanpa bisa Lily cegah, tangan Syeila terulur menyentuh perutnya. Dan wajah kaget gadis itu benar-benar membuat Lily nyaris pingsan.
"Ka--kamu hamil?"
"Kamu kapan pulang? Bukannya lagi di Jerman?" Suara Lily tercekat saat berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Aku pulang untuk liburan." Jawab Syeila pelan. "Kamu belum jawab pertanyaan aku. Kamu hamil?" Tanya Syeila lagi, sendikit mendesak.
Interaksi Lily dan Syeila seolah memberikan Evelyn maupun Afraz waktu untuk memikirkan atau setidaknya bertindak. Melakukan sesuatu agar apa yang selama ini mereka sembunyikan tidak terendus oleh siapapun yang kini berada di ruang tamu rumah mewah mereka.
Tapi seperti orang bodoh, mereka malah diam. Diam menyaksikan dan menanti jawaban yang akan Lily berikan atas pertanyaan Syeila. Walau jelas pertanyaan gadis itu tidak membutuhkan jawaban jika melihat bagaimana postur tubuh Lily. Seperti apa yang saat ini teman-teman Evelyn pikirkan, mereka jelas tahu jika perempuan yang saat ini berusaha menutupi perutnya dengan jilbab cukup besar yang ia gunakan tengah berbadan dua.
Dan mereka merasa miris.
Perempuan sekecil Lily sudah berbadan dua.
Kecelakaan satu malam atau pergaulan bebas? Pikir mereka.
"Kita benar-benar enggak bisa menilai seseorang dari tampilan luarnya saja." Evelyn bisa mendengar bisik salah satu temannya yang memberikan penilaian pada Lily dengan nada mengejek. Membuat tangannya otomatis terkepal.
Evelyn merasa benci saat seseorang merendahkan Lily. Terlebih saat menyadari sebesar apa pengorbanan Lily untuk bisa memberikan keturuan pada keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAINFUL [ SELESAI ]
RandomLily menyadari kehidupan yang ia jalani tidak sebaik kehidupan kebanyakan orang pada umumnya. Banyak hal menyakitkan yang harus ia lalu di usia remaja. Kabur dengan kakaknya dari rumah untuk menghindari Ayah mereka yang bertempramental buruk hingga...