Dua Puluh Enam

6.4K 470 11
                                    

"Jadi sekarang mual muntahnya sudah mulai berkurang?" Tanya Dokter Mia ramah pada Lily yang tengah duduh di hadapannya.

"Iya Dok. Malah sekarang rasanya saya cepat lapar, bawaannya pingin makan terus."

Dokter Mia tersenyum, "Baguslah, berarti janinnya tumbuh dengan baik. Sejauh ini, hasil pemeriksaannya juga selalu bagus tidak menunjukkan kelainan apapun. Tapi tolong pastikan kamu lebih banyak mengkonsumsi makanan yang bernutrisi ya, itu sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan janinnya."

"Iya Dok."

"Nanti kita belanja ke Supermarket buat beli lebih banyak makanan yang kamu dan janinnya butuhkan ya." Kata Evelyn yang duduk di samping Lily, dengan tangan yang mengelus lembut punggung tangan perempuan yang entah sejak kapan sudah terasa seperti adiknya sendiri itu.

Lily membalas dengan anggukan kepala di sertai senyum tipis.

"Ini resep obat sama vitamin untuk Lily konsumsi bulan ini. Saya permisi ya." Dokter Mia menyerahkan selembar kertas dan berlalu pergi setelah sebelumnya mendapat ucapan terima kasih dari Lily dan Evelyn.

Dokter Mia berlalu pergi setelah sebelumnya menerima ucapan terima kasih dari Lily juga Evelyn.

Begitu tubuh Dokter Mia tidak lagi terlihat, Evelyn memotret kertas yang berisi resep obat serta vitamin yang berada di tangannya.

“Mau aku kirim ke Mas Afraz, nanti biar dia yang cari di apotek.” Terang Evelyn saat melihat Lily yang menatapnya penasaran.

“Ah, kalo begitu saya permisi mau ke kamar Bu.”

“Kenapa? Kamu kecepekan? Mau istirahat?”

Lily menggeleng. Bagaimana mungkin ia merasa lelah, jika sejak bangun tidur tidak ada aktivitas apa pun yang ia lakukan selain makan dan membaca beberapa buku yang Evelyn belikan.

Beberapa waktu lalu sebelum hamil, biasanya Lily akan membantu pekerjaan bik Minah atau pak Amar. Namun kini, Evelyn melarangnya melakukan itu semua.

Sebenarnya jauh sebelum hamil pun, Evelyn melarang Lily melakukan pekerjaan rumah. Hanya saja Lily bersikeras, dengan alasan untuk membunuh rasa bosan.

Tapi kini, Lily harus mematuhi larangan Evelyn. Biar bagaimanapun juga, itu semua demi kebaikan janin yang tengah tumbuh di rahimnya. Lily tidak hanya bertanggung jawab pada janin tersebut, tapi juga pada Afraz dan Evelyn.

Jika terjadi sesuatu pada janinnya, itu akan berdampak juga pada sepasang suami istri tersebut. Karena seminggu setelah Lily dinyatakan hamil, Evelyn mengabari keluarganya serta keluarga Afraz dan menyatakan kebohongan, mengaku jika dirinya tengah hamil. Dan disambut dengan perasaan bahagia dari kedua keluarga besar tersebut.

Sejauh ini, semua hal yang Evelyn rencanakan sejak awal berjalan dengan baik. Namun tidak dengan hati juga pikirannya, yang harus menanggung perasaan luar biasa bersalah.

“Mau ikut aku ke Supermarket untuk beli makanan yang bagus juga sehat untuk kamu dan janinnya?”

Lily mengangguk antusias. Bisa menghirup udara luar rumah adalah hal yang menyenangkan baginya semenjak terikat kontrak dengan Evelyn.

“Ya udah, kamu siap-siap dulu ya.” Pinta Evelyn dengan senyum tipis.

Lily kembali mengangguk dan berjalan menuju kamarnya.

Entah kenapa, semenjak hamil, ia merasa jika sikap Evelyn menjadi berkali-kali lipat lebih baik dan hangat padanya. Mengikis perlahan perasaan sedih saat menyadari janin yang di kandungnya tidak akan menjadi miliknya saat sudah lahir nanti. Belajar lebih ikhlas untuk melepaskannya kelak.

PAINFUL [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang