Dua Puluh Sembilan

7.1K 495 22
                                    

Evelyn mengajak Lily berjalan kaki di jalanan cukup panjang yang menghubungkan gerbang utama dengan rumah megahnya. Memasuki usia kandungan yang ke 32 minggu, Dokter Mia menyarankan agar Lily lebih sering bergerak atau jalan-jalan di sekitar rumah demi kelancaran persalinannya nanti yang Dokter Mia perkirakan bisa melalui persalinan normal.

Awalnya Evelyn menolak dan ingin Lily melakukan operasi caesar agar tidak terlalu merasakan sakit. Namun mendengar penjelasan Dokter Mia yang menerangkan jika persalinan normal bisa membuat Lily sembuh lebih cepat dibandingkan operasi caesar, belum lagi efek dari luka operasi yang akan terasa hingga beberapa tahun ke depan, Evelyn akhirnya menurut dan ikut mendukung dengan menemai Lily jalan-jalan sesering yang ia bisa.

“Capek enggak Ly?” tanya Evelyn, saat mereka baru berjalan sekitar 10 menitan.

Lily menggelengkan kepala sebagai jawaban.

“Haus?”

“Enggak Bu.”

“Benar enggak mau istirahat dulu?”

“Bu Evelyn kalau lelah, istirahat saja.” Jawab Lily saat menyadari titik keringat yang mulai menghiasi wajah Evelyn.

Wanita itu menghembuskan nafas, “Kamu fisiknya kuat ya Ly. Aku saja yang pakai bantalan di perut rasanya capek banget.” Keluh Evelyn dengan berbisik di akhir kalimatnya. Takut jika tiba-tiba ada yang mendengar. Cukup Adam yang secara tidak sengaja pernah mendengar pembicaraannya bersama Dokter Mia dulu, membuatnya tahu kenapa dan bagaimana sebenarnya Lily bisa tinggal di rumahnya.

Terlebih saat tahu kebenaran jika Lily adalah istri siri Afraz. Adam terlihat lebih menjaga jarak.

“Aduh, anak Mama baik-baik ya di sana. Jangan nakal, jangan rewel. Kasihan Ibu, tubuhnya kecil begini.” Kata Evelyn, sembari mengelus lembut perut besar Lily.

Sedang Lily hanya tersenyum tipis. Ia selalu senang ketika mendengar Evelyn menyebutnya Ibu saat sedang berbicara dengan janinnya.

Hal yang tidak pernah Lily duga sebelumnya, jika Evelyn tidak merasa keberatan jika membiarkan anaknya kelak memanggilnya Ibu. Evelyn bahkan mengizinkan, jika sewaktu-waktu Lily ingin bertemu dengan anak yang akan di lahirkannya.

Padalah dalam kontrak yang ia tanda tangani, Lily harus menjauh dan tidak akan pernah menampakkan diri di depan Evelyn dan keluarganya. Namun entah kenapa, wanita itu tiba-tiba berubah pikiran.

Sepertinya, ucapan Evelyn waktu itu yang mengatakan ingin melihat Lily bahagia dikatakan dengan sungguh-sungguh dan begitu tulus. Karena tanpa Evelyn sadari, ia telah membuat Lily merasa jauh lebih baik akhir-akhir ini dengan semua sikap dan tindakannya.

Bahkan beberapa kali Evelyn menemaninya tidur setelah wanita itu tidak sengaja membaca postingan di media sosial salah satu temannya yang tengah hamil, dan mengeluhkan betapa susahnya ia tidur saat memasuki bulan persalinan.

Menyadari Lily yang selalu mengatakan baik-baik saja saat ditanya, Evelyn berinisiatif untuk menemaninya tidur. Dan ya, beberapa kali Evelyn terbangun karena Lily yang sering membolak-balik tubuhnya atau sekedar bergumam tidak jelas dalam tidurnya.

Evelyn jelas menyadari ketidaknyamanan yang Lily rasakan. Hingga membuatnya tanpa sadar meneteskan air mata.

Rasanya akan sangat terlambat untuk merasa menyesal. Lily terlalu kecil, baik, dan polos untuk menerima semua kesakitan yang Evelyn sebabkan.

Kadang kala, Evelyn berharap Lily bersikap tidak baik padanya. Mungkin menunjukkan sedikit tindakan atau ucapan kasar, agar Evelyn setidaknya memiliki alasan untuk membencinya.

Dan entah kenapa Evelyn harus merasa bersyukur atau sebaliknya karena hal itu. Bukankah ia juga memilih Lily karena tahu Lily perempuan baik-baik. Ia menginginkan sosok perempuan baik-baik yang akan melahirkan keturunan untuk suaminya.

Suara dering ponsel membuyarkan lamunan Evelyn dengan tangan yang masih berada di perut Lily. Alisnya mengercit, sebelum mengangkat telepon dari salah seorang satpam yang berjaga di gerbang utama rumahnya.

Seseorang yang tidak di harapkan sepertinya memasuki kawasan rumahnya.

“Ada apa Bu?” tanya Lily begitu Evelyn menutup sambungan telepon dengan raut wajah yang terlihat panik.

“Mami dan Mama mertuaku datang, mereka baru saja melewati gerbang utama. Bagaimana ini? Mereka enggak mengabari sama sekali jika ingin kemari.” Panik Evelyn.

“Saya akan masuk dan diam di kamar sampai mereka pulang.” Balas Lily yang mengerti kekhawatiran Evelyn.

Selama ini, Evelyn selalu mendapat kabar jika anggota keluarga atau temannya ingin mengunjunginya. Agar bisa mengatur suasana hingga keadaan rumahnya.

Ia tidak ingin lagi ada orang yang mengetahui keberadaan Lily. Bukan hanya karena hal itu tidak baik untuk Evelyn dan suaminya. Tapi ia juga tidak akan membiarkan Lily mendapat masalah lain. Tidak setelah ia menyaksikan sendiri bagaimana menderitanya Lily karena keegoisannya dalam mendapatkan apa yang ia inginkan.

“Baiklah, masuklah lebih dulu. Aku akan menahan mereka di sini.” Ujar Evelyn yang dibalas anggukan Lily.

Tepat saat tubuh Lily menghilang dari pandangan Evelyn, mobil yang membawa Mami dan Mama mertuanya berhenti di hadapannya.

“Mami, Mama, kenapa enggak mengabari kalo mau kesini?” Sambut Evelyn dengan ekspresi gugup yang coba ia tutupi. Ia harap saat ini Lily sudah berada di dalam kamarnya.

“Sengaja, mau kasih kamu kejutan. Pasti bosan banget cuma berdiam diri di rumah menunggu hari kelahiran bayimu kan? Kamu sih, Mami suruh tinggal di rumah dulu malah enggak mau.” Evelyn hanya membalas dengan senyum gerutuan Maminya. Mana mungkin ia tinggal di rumah orang tuanya. Bukan hanya kehamilan palsunya kemungkinan besar terbongkar. Tapi ia juga tidak bisa menemani dan memantau Lily.

“Loh, itu siapa lagi?” tanya Evelyn saat sekitar 5 mobil berhenti di belakang mobil orang tuanya.

Surprise!!!” teriak beberapa orang wanita yang sangat Evelyn kenali, mengeluarkan kepala dari jendala mobil. Mereka adalah teman dekat Evelyn, yang akhir-akhir ini jarang bertemu karena kesibukan masing-masing.

“Mami undang mereka juga?” tanya Evelyn tidak percaya. Entah ia harus merasa senang atau sebaliknya.

“Itu ide Mama mertuamu.” Balas Maminya.

“Mama harap dengan kehadiran mereka bisa mengurangi stres menjelang persalinan yang kamu rasakan. Karena Mama enggak yakin, Afraz bisa membantu mengingat betapa sibuknya dia akhir-akhir ini.” Sambung Mama, membuat Evelyn tidak bisa berkata apa-apa.

“Jangan bengung begitu, kami jelas tahu kekhawatiran yang kamu rasakan saat menjelang persalinan. Ingat, kami lebih dulu mengalaminya daripada kamu sayang.” Kata Mami dengan kekehan pelan, salah paham dengan reaksi yang putrinya tunjukkan.

Ya Tuhan. Lihatlah, sudah sejauh apa aku membohongi orang-orang terpenting dalam hidupku. Erang Evelyn dalam hati.

*

*

*

Awalnya aku mau update part ini besok2 karena jumlah katanya yg nggak sampe 1000 alis pendek. Tapi aku enggak enak sama kalian yg udh lama bgt nunggu kelanjutan cerita ini.

Maafkan aku yaa 🙏

Terima kasih jg atas kesabaran kalian 😘

Doa'kan mood aku ttp bagus untuk nulis yaa, krna sepertinya kendalaku dlm menulis hanya itu.

Dan jgn lupa untuk selalu jaga kesehatan ya kalian 🤗

.

Rabu, 3 Juni 2020.

PAINFUL [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang