Dua Puluh Lima

7.1K 518 24
                                    

Jangan sungkan buat tandai typo atau koreksi kalau memang ada kesalahan dari apa yg aku tulis ya 😊

***


Kehamilan pada trimenster pertama cukup berat bagi Lily. Dimana saat ia tiba-tiba ingin menangis hanya karena hal sepele. Lapar saat menjelang tengah malam, dan mual muntah yang cukup parah di pagi harinya.

Dari penjelasan Dokter Mia yang memeriksanya dua hari lalu, apa yang Lily alami dan rasakan merupakan hal yang wajar. Dan akan menghilang saat akan memasuki trimenster kedua pada kehamilannya nanti.

Dokter Mia meresepkan beberapa vitamin, serta obat penambah darah yang berusaha Lily minum secara rutin walau harus memuntahkannya 2 sampai 3 kali. Membuatnya kadang menyayangkan beberapa butir obat yang ia muntahkan.

"Jangan muntah, jangan muntah." Gumam Lily pada diri sendiri, sebelum memasukkan vitamin tersebut dan segera meminum air putih yang hangat.

Selang beberapa detik, Lily menutup mulutnya. Menahan agar butiran vitamin yang ia minum tidak keluar.

"Makan ini." Ujar Afraz yang Lily tidak sadari tiba-tiba berada di sampingnya. Laki-laki itu mengulurkan buah pisang yang sudah di kupas setengahnya.

Lily menggeleng, ia pernah mencoba meminum obat dan vitaminnya dengan buah yang berwarna hijau tersebut, tapi tidak mempan dan malah membuatnya semakin ingin muntah.

"Ayo makan, biar kamu nggak muntah." Ujar Afraz lagi, kali ini dengan nada sedikit memaksa. Dengan berat hati, Lily menerimanya dan mengunyah pisang itu dengan cepat.

Baru saja pisang tersebut melewati tenggorokannya. Perutnya kembali bergejolak.

Sadar akan reaksi Lily, Afraz dengan cepat mengupas buah jeruk dan menyuapi Lily.

Lily tidak sempat merasa terkejut ataupun terganggu dengan keberadaan dan tingkah laku Afraz karena rasa mualnya. Tapi saat mual tersebut berangsur menghilang berkat buah jeruk yang rasanya cukup asam yang Afraz suapi tadi, Lily mulai sadar dan memundurkan tubuhnya. Perasaan takut serta tidak nyaman mulai menghampirinya.

Biar bagaimanapun, laki-laki dewasa itu pernah memberikan kesan yang sangat buruk untuknya. Hingga mungkin tidak akan pernah bisa ia lupakan sampai akhir hayatnya.

"Terima kasih." Cicit Lily atas bantuan Afraz dan berlalu pergi.

"Lain kali, gunakan buah yang rasanya asam atau kecut untuk mencegah rasa mual mu." Pesan Afraz yang di balas Lily dengan anggukan tanpa menghentikan langkahnya.

Melihat itu, Afraz menghembuskan nafas kasar. Ia tidak bermaksud apa-apa atas tindakannya pada Lily tadi. Ia hanya ingin membantu agar janin yang akan menjadi anaknya itu bisa mendapatkan asupan vitamin yang di dapatkan dari tubuh istri sirinya itu.

Tapi sepertinya, keberadaannya malah membuat Lily tidak cukup baik.

Lagi, helaan nafas yang ke sekian kalinya terdengar dari mulut Afraz. Sebelum memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamarnya, bergabung dengan Evelyn yang sudah tertidur lelap.

Belum bisa memejamkan matanya, Afraz memandang wajah Evelyn. Mengelus lembut pipinya yang terlihat semakin tirus di setiap harinya.

Afraz sudah meminta agar Evelyn memeriksakan diri ke Dokter. Dan saat melakukannya, Dokter menjelaskan jika kondisi Evelyn sekarang terjadi karena wanita itu terlalu banyak pikiran. Penyakit tidak hanya datang dari bakteri, ataupun luka, tapi pikiran juga.

"Sejak awal, aku sudah menolak dan memintamu untuk nggak melakukannya. Tapi kenapa kamu begitu keras kepala Evelyn. Mana mungkin orang sepertimu bisa merasa baik-baik saja saat mengorbankan masa depan seorang gadis. Kamu seharusnya nggak perlu berkorban sejauh ini untukku, untuk nama baik keluarga besar kita. Semua ini hanya akan lebih menyakitiku." Gumam Afraz, lalu membawa Evelyn dalam dekapannya. Membuat wanita itu menggeliat dan terganggu dalam tidurnya.

PAINFUL [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang