6. Yang Sebenarnya

3.5K 439 12
                                    

"Ben menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Ayo kita makan malam. Habis itu ada yang pengen papa omongin ke kalian."

•••••

"Ma, steak buatan mama terbest!" Ucap Alesha sambil mengambil sepotong steak lagi dari piring besar. Vania terkekeh, lalu menyendokkan satu steak lagi untuk Alesha.

"Eh, buat aku?"

Vania mengangguk. "Makan yang banyak, ya. Biar nanti bisa ngelawan cewek pms!" Ucap Vania yang begitu menggebu-gebu sambil melirik-lirik Bayu.

Alesha mengerti maksud Vania. Ia cekikikan sendiri. Lalu memotong steak nya besar-besar. Memasukkannya ke dalam mulut. "Ten-hang. Nhan-thi akhu ban-thu!" Sahut Alesha dengan mulut yang penuh sedangkan Vania merasa puas.

Ben mengamati saja. Mengamati putrinya yang sudah tumbuh dewasa. Ia bahkan merasa ini hanya sebatas mimpi, namun begitu nyata dan Ben tak ingin bangun dari tidurnya.

Lamunan Ben pecah saat Alesha tiba-tiba saja tersedak steak nya. Vania bergerak cepat untuk mengambilkan segelas air putih diatas meja, namun Bayu malah tertawa terbahak-bahak melihat Alesha dengan mata berair.

"Rasain, monyet! Itu namanya karma gara-gara ngerjain gue daritadi!" Bayu tak selesai dengan dunianya yang asyik tertawa terpingkal-pingkal sambil menunjuk-nunjuk Alesha.

"Heh, gak boleh nertawain Alesha. Kamu tuh, ya!" Ucap Vania yang ikut sebal dengan anak laki-lakinya itu.

"Bayu, sudah. Jangan mengatai Alesha seperti itu." Ben baru membuka suaranya sejak awal makan malam tadi.

Bayu menyeka air mata yang menetes di sudut matanya. Masih dengan senyuman yang tak dapat ia cegah. "Ok, pa. Dia juga sih bikin gara-gara. Kan udah dapat batunya!"

"Bayu..." Peringat Vania dengan pelan. Bayu segera berhenti tertawa. Wajahnya kembali datar. Bisa gawat kalau Vania menegurnya dengan nada yang tak ngegas, wanita itu akan sangat marah bahkan tak mau membuatkannya kue jika sekali lagi ia tertawa.

Ben berdehem, meminta perhatian dari anggota keluarganya. "Em, gimana ngomongnya, ya?" Ucap Ben yang terlihat gugup. Gugup yang melebihi dari rapat atau pidatonya pada khalayak ramai. Bayu menepuk dahinya, sedangkan Vania menatap Ben dengan alis yang berkerut.

"Kamu kenapa, pa. Ngomong aja kali, kami gak gigit. Iya, kan gengs?" Ucap Vania yang meminta dukungan dari dua orang yang menjadi putra-putrinya sekarang.

"Ye, si emak. Papa jelas sulit ngomongnya supaya mama gak nelen papa, kali!" Sahut Bayu didalam hatinya.

"Jadi, Vania. Perkenalkan, ini Alesha Morgan. Putri kandungku yang tinggal di Manhattan."

Semua yang ada si ruangan itu terdiam. Alesha menatap takut-takut kearah Ben dan melirik cemas kearah Vania. Wanita itu belum memberikan responnya. Bayu pun sama, cowok itu menatap Alesha dengan penuh arti.

Alesha tahu kalau akhirnya akan seperti ini. Dia tak akan diterima di manapun berada. Tak di Manhattan maupun di Indonesia, hidupnya tak jelas. Sekarang yang ada di pikirannya hanya satu; segera pergi dari Mansion Morgan atau keluarga baru Ayahnya akan bermasalah.

"Maaf, ma. Dari awal aku gak ngomong. Tapi gapapa, kok. Ini, aku mau pergi-"

"Siapa yang nyuruh kamu pergi?" Tanya Vania dengan tatapan dingin.

PRETTY BOY✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang