34.

402 56 3
                                    

Jungwoo tengah meregangkan tubuhnya di bangku kelasnya. Kali ini dia pulang sore hari karena memiliki jadwal piket.

"Aish! Tumben sekali hari ini kelas sangat kotor!" gerutu Jaemin—melempar sapu ke tempatnya.

"Eo... Aku heran dengan berandalan di kelas kita yang selalu membuang sampah sembarangan." ceplos Jeno.

"Berandalannya 'kan kalian." ledek Yeji—sama-sama memiliki jadwal piket di hari itu.

"Enak saja! Kau mentang-mentang Ketua Kelas seenaknya saja main memerintah!" serang Jeno.

"Biar saja! Suruh siapa kalian memilihku sebagai Ketua Kelas? Wle!" balas Yeji—memeletkan lidahnya.

"Ish! Benar-benar! Jika saja kau bukan wanita aku pasti sudah menghajarmu!" cebik Jeno.

"Ya ampun... Kalian ini bertengkar terus. Pacaran saja sana! Aku pusing melihat kalian selalu meledek seperti ini." gerutu Jaemin.

"Hah? Pacaran? Dengan cecunguk albino ini? Tidak, terima kasih." tolak Yeji—sinis.

"Apa?! Cecunguk albino katamu?!" Jeno emosi.

Melihat pertengkaran Jeno dan Yeji membuat Jungwoo dan Jaemin tertawa. Kemudian, mereka yang masih di kelas 1-5 langsung menoleh saat mendengar suara langkah kaki yang lumayan banyak melewati koridor kelas.

Ternyata itu Kepala Sekolah bersama para tamu yang sedang studi banding. Mereka hanya melewati kelas 1-5 namun hal itu mencuri perhatian Jaemin—si biang gosip.

"Hei! Kau lihat Kepala Sekolah kita tadi 'kan?" sahut Jaemin.

"Eo. Memangnya kenapa?" tanya Yeji—penasaran.

"Pak Jeon Hojin itu sepupu jauh ibuku. Aku juga baru mengetahuinya dari ibuku." terang Jaemin.

"Lalu kenapa? Apa yang spesial dari itu?" Jeno mencebik.

"Ish! Dengarkan dulu!" rutuk Jaemin.

Jungwoo, Yeji, dan Jeno pun mendekat ke arah Jaemin sembari memasang telinga mereka untuk mendengar cerita dari Jaemin.

"Beberapa bulan yang lalu saat kita baru saja masuk ke SMA ini, Pak Jeon Hojin sempat mengalami depresi berat." ujar Jaemin.

"Hah? Depresi?" kaget Yeji.

"Eo. Kalian mungkin tidak tahu jika Pak Jeon Hojin pernah memiliki anak perempuan yang sudah berumur 30 tahun-an lebih." terang Jaemin.

"Oh, benarkah? Pantas saja wajahnya sangat berumur. Ternyata dia memang sudah memiliki anak yang sudah dewasa." komentar Jeno.

"Lalu, apa yang membuatnya depresi?" tanya Jungwoo—penasaran.

"Aku sangat terkejut, sih, saat mendengarnya dari ibuku. Karena ternyata anak perempuan Pak Hojin itu sudah meninggal beberapa bulan yang lalu saat kita masuk ke sekolah ini." tutur Jaemin.

"Eh? Benarkah? Ya Tuhan... Kasihan sekali, Pak Hojin." Yeji menyendu.

"Ditambah yang membuatku ngeri adalah anak Pak Hojin yang ditemukan tewas dalam keadaan gantung diri. Tapi, jari tangannya juga ditemukan tidak lengkap. Ibu jarinya di kedua tangannya sepertinya sudah dipotong sebelumnya." tambah Jaemin.

"Apa? Ya ampun! Bulu kudukku jadi berdiri. Kenapa bisa ditemukan semengerikan itu?" desis Jeno.

"Aku juga sangat bingung. Walaupun ditemukan gantung diri, tapi aku merasa yakin kalau anaknya Pak Hojin itu dibunuh oleh seseorang." tukas Jaemin.

"... Padahal, ibuku bilang, anaknya Pak Hojin itu sudah memiliki tunangan di sini. Oh, ya. Anaknya Pak Hojin itu ditemukan meninggal di salah satu apartemen yang ada di Kuba." lanjut Jaemin.

Kind Of Love✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang