Langit berjalan masuk ke dalam ruangan dimana Zizi dirawat, wajahnya tidak bisa di tebak. Pandangannya sudah tidak terfokus lagi.
"Bang?". Sapa ayahnya.
"Apa hal yang ayah benci di dunia ini selain kematian bunda?". Ucap Langit tiba-tiba. Ia langsung duduk di sofa panjang yang ada di sudut ruangan.
Ayahnya yang tiba-tiba mendapat pertanyaan seperti itu sedikit terkejut, lalu mulai mengontrol diri.
"Liat Zizi sakit, dan liat kamu kacau. Ayah benci itu. Ayah ngerasa kalau ayah gagal menjaga kalian". Ucap ayahnya menatap Langit yang masih tertunduk.
"Ayah ga benci sama Langit?"
"Buat apa benci kamu?"
"Langit suka bikin ayah dateng ke sekolah karena masalah Langit. Langit suka ikut tawuran"
"Kan dulu, buktinya kamu sekarang udah berubah"
"Langit berubah karena Langit ngerasa bersalah, yah"
Ayah Langit menarik nafas pelan, "ga apa apa, semua orang pernah buat salah".
"Di hari bunda meninggal, Langit masih kumpul sama temen, mabuk-mabukan, balap liar, tawuran, La-"
"Bunda sama ayah sayang sama kamu, sama Zizi"
"Iya, yah. Langit tau"
"Kamu, dan Zizi, akan selalu ayah jaga. Ayah ga benci kamu yang dulu, apalagi kamu yang sekarang. Bagi ayah, jadi apa pun kamu, kamu tetap Langit. Langit Sentanu"
Tes
Air mata Langit tidak terasa sudah jatuh di celana sekolahnya. Ia menggenggam udara kosong dengan kencang.
"Tapi Langit benci diri Langit sendiri!!", Isaknya.
"Kenapa kamu ngomong gitu ?"
"Langit gagal jaga Valina untuk kedua kalinya"
Ayah Langit membelalakkan matanya, "Valina di sini juga?"
Langit mengangguk. "Langit ga yakin yah, Valina bakal sembuh".
Ayah Langit bangkit untuk menemui putranya yang sedang bersedih. "Ga boleh putus asa dong. V kan kuat, dia pasti bisa sembuh. Kayak Zizi".
Langit diam, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat wajah sang Ayah. "Harusnya ayah benci sama Langit. Langit udah bikin bunda stress karena Langit susah di atur".
Ayah Langit tertawa. "Yang harusnya stress itu ayah, bukan bunda kamu. Lagian kamu bukan penyebab bunda sakit"
"Jangan terlalu menyalahkan dirimu, nak. Tanpa kamu sadari, kamu bahkan bisa menjadi alasan bagi seseorang untuk bertahan". Sambung ayahnya, lagi.
"Bisa yah?"
Ayahnya mengangguk. "Makanya, kamu harus jadi alasan buat V pulih kembali. Apapun itu"
>>>
Sudah seminggu Valina belum sadarkan diri. Dan selama seminggu itu pula, Langit selalu datang menjenguk Valina.
"Bang, bunda kerumah dulu ya. Mau ambil pakaian", ucap Asry–mama Valina, kepada Langit.
"Iya bun, Anggara mana?"
"Dia beli sarapan di bawah. Nanti bunda bilangi ke dia".
Langit mengangguk. Setelah bunda keluar ruangan, Langit bangkit untuk mengganti bunga mawar yang sudah layu, dengan bunga mawar segar yang baru saja di bawanya.
"Kamu gamau bangun nih?". Oceh Langit sendiri.
"Gue bawa coklat juga di tas. Bawa sekotak penuh", tangannya dengan lihai menyusun bunga mawar kedalam vas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Sentanu [Completed]
Teen Fiction[PROSES REVISI] Setelah kejadian 2 tahun yang lalu. Langit mau tidak mau harus menerima kenyataan kalau ia benar-benar dilupakan oleh orang yang ia sayangi. Valina Faraninda. Kenyataan memang pahit. Namun, hanya satu yang Langit mau, Valina tetap da...