cerita 34 / Damn i hate this!

179 14 0
                                    

Sudah seminggu lebih Gaga keluar masuk kamar Valina. Tertawa, menonton film di laptop yang di bawa Gaga, memakan makanan kesukaan Valina, membaca komik keluaran terbaru, bahkan menemani Valina tidur.

Selama seminggu itu pula, Langit merasa cemburu hebat. Bagaimana tidak?, Valina adalah pacarnya, Valina adalah orang yang ia sayang. Bersamaan dengan Langit, Anggara yang sedang duduk di bangku tunggu di luar ruangan ikut mendengus sebal.

"Masih jadi pertanyaan gue sih kenapa harus Gaga yang di inget Valina" ucapnya menatap jendela kecil yang memperlihatkan kejadian di dalam ruangan––itung-itung mengawasi Gaga agar tidak melakukan hal yang tidak-tidak.

Langit menghela nafas. "Jangan tanya gue"

"Lah terus tanya siapa?"

"Pikir aja sendiri" cibirnya ketus.

"Gue tau hati lo panas. Kita sama kok, dia kembaran gue, ga rela gue dia di pegang sama tangan kotornya Gaga"

Langit tidak menghiraukan, ia memilih menyenderkan kepalanya di dinding dan memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam dan berharap ini semua cepat ia lalui.

Hari ini yang menunggu Valina hanya Langit dan Anggara. Dodi dan Asry harus mengurus rumah karena memang selama Valina sakit mereka jarang pulang kerumah, walaupun sesekali harus mengambil barang yang di butuhkan saja.

Langit mengintip kedalam ruangan. Terlihat Valina sudah tertidur di dalam sana. Ya, wajar saja, sekarang sudah malam.

Ingin rasanya masuk kedalam, namun dokter melarang siapapun masuk untuk menganggu Gaga dan Valina, karena ini bisa menjadi terapi bagi Valina untuk mengingat siapa dirinya dengan cerita Gaga yang sebenarnya.

Dengan cerita Gaga yang sebenarnya.

Perlu di garis bawahi itu. Langit tersenyum miring mengingat pernyataan dari dokter tersebut. Apa yang harus di percaya dari Gaga?, Bisa saja dia menjelek-jelekkan Langit di hadapan Valina, apalagi dengan kondisi Valina yang tidak ingin mempercayai siapapun kecuali Gaga sendiri.

Langit mengacak rambutnya frustasi. Anggara yang sedang bermain game online tanpa menoleh pun mencibir, "jangan dipikiri kali, nanti gila"

"Emang udah gila gara-gara kembaran lo".

"Cih, bucin lo"

Langit tidak merespon.

Ceklek

Pintu ruangan terbuka, memperlihatkan sosok iblis––menurut Langit dan Anggara, keluar dari ruangan Valina. Anggara tidak menoleh, matanya masih terpaku pada game online di tangannya. Sedangkan Langit, ia malah memejamkan matanya.

"Waaahhhh, seger banget ya udaranya" Gaga merentangkan tangannya.

"El, ini orang tolol apa gimana sih?, Udara rumah sakit kok seger. Yang ada bau obat anjir" ucapnya dengan jari yang masih bergulat dengan layar handphonenya.

Langit terkekeh kecil, matanya masih enggan ia buka, "dia bapaknya tolol. Gila ga tuh?"

Brak

Gaga mengangkat tubuh Langit dengan mencengram kerah bajunya. Anggara spontan menoleh dan waspada.

Langit mengangkat tangannya, bibirnya terukir senyum miring yang menantang Gaga.

"Lo udah kalah!" Bentaknya pada Langit.

"Lo gausah sombong deh kalo baru deket sama Valina seminggu ini doang", itu suara Anggara. Langit masih enggan meladeni Gaga, walaupun ia sudah sangat bersusah payah untuk menahan emosinya setiap kali bertemu Gaga, namun kali ini ia harus bersikap santai.

Langit Sentanu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang