Aku sampai di rumah tepat jam tujuh malam. Karena di jalan aku terjebak hujan. Sebenarnya tidak masalah jika aku harus menerobos hujan sampai rumah. Tetapi, aku tidak pulang hanya sendirian. Jadi aku lebih memilih menuruti apa yang dikatakan Rizky yang memutuskan untuk berteduh disalah satu warung yang sudah terbengkalai.Aku turun dari atas motornya. Dengan sesekali menengok ke arah rumah. Jam segini pasti bunda sudah pulang. Bisa kutebak lampu-lampu rumah sudah menyala menandakan ada penghuninya.
"Sepertinya bunda sudah pulang," aku membiarkan Rizky membuka helmnya terlebih dahulu sebelum kembali melanjutkan ucapanku.
"Hmmmm..., kamu mau mampir dulu?" tanyaku. Kalau boleh jujur, aku terpaksa menawarkan hal itu, karena aku tidak mau terlalu lama dengannya. Ditambah aku juga sudah lelah. Aku ingin segera rebahan di kamar.
"Aku-" belum sempat Rizky melanjutkan. Sudah ada bunda yang berteriak memanggil namaku dari ambang pintu.
"Ryn!" teriak bunda.
"Hmmm, i-iya bunda." balasku. Kalau sudah ketahuan bunda lebih dulu seperti ini, terpaksa aku harus membawa Rizky masuk ke dalam rumah untuk dikenalkan kepada bunda. Lagi pula tidak sopan jika langsung menyuruhnya pulang.
Aku jalan lebih dulu untuk membukakan pintu gerbang. Setelah pintu gerbang kubuka, aku langsung menghampiri bunda diikuti Rizky yang membawa masuk motornya ke dalam halaman rumah.
Rizky berjabat tangan dengan sopan pada bunda. "Permisi tante, maaf karena sudah membuat Aerilyn pulang telat." katanya.
"Maaf, kamu ini siapa?" tanya Bunda.
Sebelum aku membiarkan Rizky menjawab pertanyaan bunda, aku langsung angkat bicara. "Dia Rizky bunda, temen aku yang berbeda sekolah." aku memegang tangan bunda. Memberinya isyarat untuk bersikap seolah baru mengenalnya. Aku jelas tidak mau membuat Rizky berpikir yang macam-macam kalau sampai dia tahu aku sudah menceritakan soal dia kepada bunda.
Aku lihat bunda mengerutkan keningnya. Tetapi tidak berselang lama bunda tersenyum memperlihatkan rasa pengertiannya. "Oh begitu rupanya.., maaf ya tante tidak tahu, karena baru melihatmu."
"Tidak apa-apa tante. Saya mengerti..."
Bunda tersenyum menanggapinya. "Mari masuk dulu, tante buatkan teh untukmu." ajak bunda.
"Maaf tante bukan saya ingin menolaknya. Sudah larut malam, sebaiknya saya pulang." kata Rizky. Penolakannya tadi berhasil membuatku tersenyum dalam hati.
"Benar begitu? Padahal tidak apa-apa tante buatkan teh saja dulu, lagi pula ini masih jam tujuh."
Bunda ya benar-benar! Sudah biarkan saja dia pulang. Aku menggerutu dalam hati. Kesal, kenapa bunda terus saja memaksanya.
"Sebelumnya saya sangat berterimakasih tante, tapi sungguh tidak apa-apa sebaiknya saya pulang saja. Kasihan juga Aerilyn kalau saya menyita waktu istirahatnya. Dia pasti sudah sangat kelelahan karena saya ajak jalan-jalan seharian,..." papar Rizky.
Benar. Aku sangat kelelahan. Pintar juga dia mencari alasan untuk melakukan penolakan dengan cara yang tetap terlihat sopan. Tetapi, entah mengapa aku berpikir kalau dia sedang mencari perhatian bunda agar terkesan padanya.
"Baiklah kalau begitu,.." kata bunda pada akhirnya.
"Sekali lagi saya minta maaf tante, kalau begitu saya pamit pulang dulu..." Rizky berjabat tangan dengan bunda untuk berpamitan.
"Hati-hati..." kata bunda.
Sebelum melangkah pergi Rizky menyempatkan waktu melihat kearahku. "Aku pulang." katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Taste [END]
Teen FictionSetiap manusia yang menginjakkan kakinya di bumi, aku yakini mereka mempunyai ceritanya tersendiri. Perihal berbagai macam cerita yang mungkin bisa saja terjadi di muka bumi, aku hanya ingin membahas tentang mencintai seorang diri. Membicarakan tent...