🍃(17). Memberanikan Diri

88 18 2
                                    

Pagi ini aku berjalan memasuki gerbang sekolah dengan menenteng tas berwarna putih bergambar kepala kelinci yang berisi jaket milik Arka, setelah semalam aku mencucinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini aku berjalan memasuki gerbang sekolah dengan menenteng tas berwarna putih bergambar kepala kelinci yang berisi jaket milik Arka, setelah semalam aku mencucinya. Ya! Hari ini dengan susah payah aku mengumpulkan keberanian sebelum aku berangkat dari rumah hanya untuk mengembalikan jaket ini kepada pemiliknya. Jika pemilik jaket ini bukanlah Arka, mungkin aku tidak perlu melakukan latihan berbicara di kamar sendirian semalam, hanya untuk menyusun kata-kata yang tepat agar tidak terdengar ambigu dan akhirnya membuat diriku malu.

Sekolah sudah mulai terlihat ramai dipenuhi siswa yang berdatangan. Saat aku berjalan melewati karidor, aku bertemu dengan Kyra yang sedang berbincang dengan salah satu adik kelas, mungkin dia penggemarnya. Aku bingung harus bersikap bagaimana, menyapa dia atau berjalan melewatinya begitu saja. Setelah perdebatan kemarin, aku merasa canggung dan takutnya dia masih marah atau kesal kepadaku.

Kulihat sepertinya Kyra bersikap biasa saja, dia berpura-pura seolah tidak melihatku. Padahal beberapa detik yang lalu saat aku melihat dia, dia juga melihatku. Yah sudahlah, mungkin lebih baik kita memang tidak saling berbicara dulu. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk tidak menyapanya dan berjalan melewatinya begitu saja.

"Ryn,.. TUNGGU!!!"

Aku menghentikan langkahku. Tanpa melihat pun aku sudah tahu siapa pemilik suara itu.

"Kamu marah padaku ya?" tanya Kyra. Dia sudah berada di sampingku. Aku mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulutnya. Kemudian menoleh, memposisikan tubuhku agar bisa berhadapan dengannya.

"Ryn, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk mengataimu." mendengar apa yang dikatakan Kyra barusan membuat kerutan di dahiku semakin dalam.

"Maksudmu?" tanyaku. Aku benar-benar tidak mengerti.

"Ayolah.. Aku tahu kamu paham apa maksudku Ryn," katanya. Lalu dia sedikit menundukkan kepala dan kembali berkata. "Mengenai perkataanku yang mengataimu berdiam diri di rumah dan tidak tahu apa-apa. Ryn,... Sungguh aku tidak bermaksud berkata seperti itu. Maafkan aku."

"Key, kamu tidak salah sepenuhnya. Aku yang tidak mengerti apa keinginanmu, dan kamu memang benar aku tidak tahu apa-apa tentang profesi kamu, begitu juga dengan profesi siswa yang lainnya. Maafkan aku karena tidak mengerti kamu." kataku.

"Ryn,... Kumohon jangan berkata seperti itu lagi ya. Oke aku akui aku memang salah." Kyra tampak terlihat menyesal.

Aku tipikal orang yang sulit melupakan perkataan seseorang, apa lagi perkataan itu mengandung makna yang menyakitkan. Meskipun aku mencoba tidak memperdulikan apa yang orang lain katakan, tetapi aku tetap saja memikirkan. Dan sekarang, melihat Kyra yang sangat begitu merasa bersalah aku jadi tidak tega. Seharusnya aku lupakan saja ucapan Kyra kemarin dan berpikir. 'Mungkin Kyra tidak bermaksud mengatakannya.

Aku tersenyum berharap itu bisa sedikit saja memudarkan rasa bersalahnya. "Key, kamu ini kenapa? Sebegitunya kah kamu takut aku marah?" aku mengatakannya dengan disertai kekehan geli, seolah meledeknya. Aku berusaha mencairkan suasana supaya tidak terlalu tense dan awkward.

A Taste [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang