🍃(22). Menyelinap pulang

101 19 3
                                    

Setelah menonton pertandingan. Setelah menerima tugas dari masing-masing guru pelajaran. Akhirnya kami di pulangkan lebih awal. Beberapa siswa sudah berhamburan keluar kelas, sementara aku masih membereskan buku-buku yang tersebar di atas meja yang sebelumnya aku gunakan untuk mencari jawaban atas tugas yang belum sempat aku selesaikan.

“Ryn... Besok kamu harus dandan yang lebih cantik.” Kata Kyra. Dia duduk di meja barisan sebelah yang sejajar dengan mejaku. Dia sudah terlihat rapih dengan tas yang sudah dalam gendongannya. Karena memang Kyra tidak mengeluarkan buku sama sekali, katanya dia akan mengerjakan semua tugasnya di rumah saja.

“Untuk apa?” tanyaku. Masih merapikan buku.

“Ya untuk Arka!” ucap Kyra dengan suara lantang tanpa dosa, membuatku panik seketika.

Aku menempatkan jari telunjukku menempel bibir, menyuruh Kyra untuk diam dan mengecilkan suaranya.

Kyra menutup mulutnya dengan tangan, kemudian berkata. “Tidak sengaja,... Sorry.” katanya.

Aku mengerucutkan bibirku karena kesal, lalu membalas ucapan Kyra yang tadi bicara dengan suara lantang.   “Kamu ini jangan mengada-ngada! Aku dandan atau tidak, itu tidak akan memengaruhi Arka. Lagi pula kan sudah ada Elsa.” aku menarik resleting tas. Menutupnya.

Aku bangkit dari kursi, kemudian bergeser untuk keluar dari kungkungan meja. Begitu pula dengan Kyra yang melompat turun dari meja yang di dudukinya.

Ya ya ya... Elsa lagi yang menjadi alasannya. Kurasa kamu terlalu memikirkan perasaannya.” kata Kyra. Menjawab ucapanku sebelumnya. Kami berdua berjalan berdampingan keluar kelas.

“Memang sudah seharusnya aku bersikap seperti itu bukan? Lagi pula aku tetap terlihat bukan siapa-siapa dimata Arka.”

“Menyakitkan. Ya sudah kalau begitu, besok kamu dandan cantik untukku. Bagaimana kamu mau?” mendengar itu membuatku menoleh melihat Kyra yang sedang menaik-turunkan kedua alisnya, seperti menggoda.

“Kenapa telingaku terasa geli mendengar itu.” balasku. Membuat Kyra tertawa begitu saja.

“Hahaa.. Yang benar saja!” kata Kyra. Tanpa menghentikan tawanya.

Mengabaikan itu, aku membalikkan tubuh untuk menutup pintu. Setelah itu, aku dan Kyra berjalan beriringan melewati karidor. Kyra sangat bersemangat menceritakan pemotretan yang akan dia laksanakan hari sabtu nanti dengan teamnya. Katanya ini adalah proyek iklan besar yang akan disiarkan di seluruh program TV di Amerika. Sedangkan aku hanya diam mendengarkan. Dalam hati aku merasa ikut bahagia sekaligus bangga padanya.

Sampai pada saat aku melewati lapangan olahraga aku tidak lagi mendengar suara Kyra yang sedang bercerita. Suara tawa dari salah satu gerombolan siswa laki-laki yang memakai baju seragam latihan sepak bola itu mengalihkan pendengaranku begitu saja. Suara tawa yang selalu aku kenal, itu suara Arka. Ya. Dia sedang duduk di pinggir lapangan dengan memegang botol air mineral bersama teman-temannya. Entah apa yang berhasil membuat Arka tertawa, namun yang jelas suara tawa itu selalu berhasil membuat degup jantungku memompa kencang.

Aku menundukkan kepala, dan mengatur napas untuk meredakan debaran yang sangat familiar bagiku yang saat ini kembali menyerang. Debaran yang hanya datang ketika aku melihat Arka.

Mungkin jika Kyra menyadarinya, dia akan mengatakan bahwa aku berlebihan. Tetapi terserahlah. Memang seperti ini yang aku rasakan. Aku juga tidak tahu, jika saja aku bisa mengatur daya kerja tubuhku. Aku akan mengaturnya agar bersikap biasa saja. Dan aku akan mengatur sedemikian rupa agar aku tidak kehilangan keberanianku jika berada di dekat Arka.

Aku memilih melangkah lebih cepat untuk segera melewati Arka dan gerombolan teman-temannya. Tentu saja tindakanku ini membuat Kyra kesal karena harus mengejar langkahku agar tidak tertinggal.

A Taste [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang