Semuanya terlihat tampak benar.Kamu bebas melakukan apa saja semau-mu sekalipun itu akan melukaiku. Entah karena aku yang terlalu pandai memendam rasa atau kamu yang tidak peka sampai kamu membiarkan perasaanku jatuh sejatuh-jatuhnya. Disaat aku merasa tersakiti seperti ini, aku tidak berhak meminta pertanggungjawaban karena kamu memang tidak tahu menau soal perasaanku, dan itu hal yang wajar. Itu yang kumaksud mengenai keadaan yang terlihat tampak benar.
Aku juga tidak bisa marah. Memangnya aku harus memarahi siapa?
Sudahlah. Hak kamu mau bersikap baik pada siapa, tugasku hanya mengontrol perasaan agar tidak menaruh harapan disetiap perlakuan baik yang kamu berikan. Aku harus tetap terlihat baik-baik saja. Ini sudah konsekuensi mencintai seseorang secara diam-diam.
Aku berjalan menuruni tangga dengan pakaian rapih, sudah siap berangkat ke sekolah. "Sayang kamu sudah siap? Kemarilah bunda sudah menyiapkan sarapan kesukaanmu." seru bunda yang sedang menata hidangan di meja makan.
"Bunda maafkan aku, kita tidak sarapan bersama pagi ini." entah mengapa aku sangat tidak bernafsu makan. Aku tidak mau sampai bunda mengkhawatirkan hal itu, untuk itu aku menghindari sarapan bersama bunda.
"Tidak apa-apa sayang. Baiklah, bunda akan membuat bekal untukmu disekolah ya?" tawar bunda. Aku pun menganggukkan kepala.
Setidaknya itu lebih baik.
Selang beberapa menit bunda sudah selesai menyiapkan bekal sarapan. "Ini.., " ucap bunda dengan memberikan kotak bekal berwarna biru muda.
Aku menerimanya dan memasukkannya ke dalam tas. Aku berjalan menuju pintu utama, setelah sebelumnya berpamitan kepada bunda. Namun, langkahku terhenti saat aku berhasil membuka pintu. Mataku terpaku menatap ke arah depan gerbang rumah yang masih rapat terkunci, di sana ada dua orang pria dengan seragam yang berbeda, berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana.
Tanganku yang menggenggam kunci gerbang terkepal. Rasanya suku tubuhku naik, terasa keningku menghangat tanpa perlu aku periksa untuk memastikannya, tetapi aku juga merasakan tanganku yang memegang kunci berkeringat. Tidak lupa, jantungku juga berderak sangat kuat. Entahlah ini tidak seperti biasanya, saat aku berhadapan dengan dia.
Dari seragam yang berbeda kalian pasti sudah bisa menebaknya. Ya, dia Rizky. Memangnya siapa lagi?
Untuk seseorang yang berdiri disamping Rizky, dia,... Arka. Tentu dia yang membuatku merasa seperti ini.
Jika kalian merasa terkejut. Aku pun begitu. Aku tidak tahu untuk apa Arka berdiri sepagi ini di depan rumahku. Ya, aku tidak akan heran dan bertanya mengapa Rizky melakukan hal yang sama dengan Arka, karena Rizky memang sudah pernah melakukan hal itu sebelumnya.
Tapi Arka?
Aku pun menyadarkan diri kembali, lalu berjalan ke arah gerbang. Setelah sampai aku langsung memasukkan kunci kedalam gembok dan membuka sedikit gerbang agar tidak terlalu lebar.
"A-apa yang kalian lakukan?" tanyaku sedikit terbata.
"Aku ingin menjemputmu." itu jawaban dari Arka dengan senyuman yang tidak pernah gagal membuatku selalu terpesona.
Rizky tersenyum miring. "Kupastikan itu hanya mimpi!" Rizky mengalihkan pandangannya padaku. "Aku yang akan mengantarkanmu." sambungnya.
Arka terkekeh pelan. "Kamu terlalu percaya diri," sebelum melanjutkan ucapannya Arka mengarahkan tubuhnya menyamping ke arah Rizky agar bisa melihatnya lebih teliti.
"Lagi pula seragam sekolahmu berbeda, jarak dari sekolahmu dan sekolah Aerilyn cukup jauh dan memakan waktu banyak untukmu." Arka melanjutkan ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Taste [END]
Teen FictionSetiap manusia yang menginjakkan kakinya di bumi, aku yakini mereka mempunyai ceritanya tersendiri. Perihal berbagai macam cerita yang mungkin bisa saja terjadi di muka bumi, aku hanya ingin membahas tentang mencintai seorang diri. Membicarakan tent...