🍃(4). Senja Yang Berganti Warna

181 48 15
                                    

Aku percaya, sekeras apapun batu itu jika air terus menetes di atasnya, maka lama-kelamaan batu itu akan berlubang juga. Sama hal-nya dengan hati kamu. Hati yang kamu miliki diciptakan Tuhan dengan begitu lunak dan lembut. Hingga kamu bisa merasa kasihan, kesal, marah dan lain Sebagainya. Jika batu keras saja bisa berlubang, apa lagi hati kamu yang bisa merasakan banyak hal.

Aku yakin suatu saat nanti aku bisa masuk ke dalam hati kamu yang paling jauh dan aku akan selalu menjaga isinya dengan utuh,  agar kamu merasa nyaman saat dalam genggamanku.

Kamu hebat. Dalam sekejap senyum kamu mampu membuat rasa kesalku lenyap. Entah memang aku yang terlalu menyukai senyummu atau senyum kamu yang memang mampu mengalihkan rasaku. Awalnya aku ingin membencimu alih-alih untuk menghilangkan rasa ini, tetapi lagi dan lagi senyum kamu membuatku jatuh cinta kembali.

Selain senyuman yang mampu memikat, aku juga suka saat kamu berkeringat. Saat melihat kamu dilapangan basket siang tadi, benar-benar membuat degup jantungku tidak terkendali. Melihat senyumanmu mampu meredamkan rasa kesalku. Melihat kamu berkeringat seperti itu, juga mampu menghilangkan niatku untuk membenci kamu, yang aku suka dari kamu adalah dua hal itu. Bahkan bisa saja lebih dari itu. Menyukai sesuatu yang berbeda namun namanya tetap saja cinta. Sama seperti senja yang berubah warna, namun keindahannya tetap saja sama.

Sekarang aku berada di teras belakang rumah. Duduk bersandar pada Sofa, sambil memangku laptop yang biasa aku gunakan untuk menulis cerita. Bagian teras belakang rumah ini adalah bagian yang paling aku suka dari rumah bunda, dengan pemandangan danau yang berwarna hijau muda, dan ada dua angsa yang berenang disana. Di setiap sisi danau terdapat tatanan bunga yang warnanya berbeda. Entahlah aku tidak tahu apa nama bunganya. Mungkin itu hanya bunga liar biasa. Atau mungkin aku memang tidak benar-benar mengetahui jenis bunga itu.

"Ryn... " itu suara bunda. Aku mendongak melihat kearah bunda yang berjalan menghampiriku.

"Iya bunda," sahutku sambil melemparkan senyum padanya.

"Sayang... Diluar ada Kyra nungguin kamu," kata bunda.

"Bunda, aku sedang tidak ingin bertemu Key. Bunda tolongin Ryn ya... Bilang saja kalo Ryn sedang tidur. Ya ya ya..." aku memohon pada bunda. Sumpah demi Tuhan aku sedang tidak ingin bertemu Kyra.

"Kenapa heum... Apa kamu sedang bertengkar dengan Key?" tanya bunda.

"Tidak bunda. Aku hanya... Sedang tidak ingin diganggu saja."  sebenarnya aku masih sedikit kesal, karena tindakan Kyra yang memanggil Arka secara tiba-tiba.

Tetapi penyesalan itu justru datang kepadaku. Aku menyesal, karena pergi begitu saja dan membatalkan rencana Kyra yang berniat mengenalkan aku dengan Arka. Namun, aku harus bagaimana? Aku benar-benar belum siap untuk melihat Arka dalam jarak yang lebih dekat. Begitu pengecutnya kah aku? Sampai berkenalan saja aku tidak mampu.

Jujur saja aku sangat ingin berjabat tangan dengan-nya, mendengar dia menyebutkan namanya dan melihat senyuman yang benar-benar ia tunjukan untuk-ku. Bukan pada teman-temannya saat bercanda dan aku hanya bisa memandanginya. Namun aku juga tidak mau melakukan sesuatu yang terkesan merendahkan diri. Entahlah, mungkin gengsi-ku terlalu tinggi.

"Iya sudah, tapi kamu tidak bertengkar dengan Kyra kan?" tanya bunda. Memastikan.

"Tidak bunda."

"Benar?"

"Iya..."

Setelah bunda benar-benar yakin. Bunda pergi menemui Kyra untuk memintanya datang dilain hari saja. Aku menutup laptop dan meletakannya di atas meja kecil yang berada di samping kanan Sofa. Kemudian aku meraih handphone yang juga aku letakan disana. Ada 8 pesan dan 5 panggilan tidak terjawab dari Kyra. Aku sengaja mengganti mode deringku menjadi mode silent, saat aku sedang menulis cerita. Karena aku tidak mau ada yang mengganggu.

From: Kyra. 14.15

-Ryn, kamu dimana?

-Kamu mempermalukanku!! Apa kamu tahu apa yang aku katakan pada Arka barusan? AKU PENGGEMAR BERATNYA!!!!

Aku tergelak saat membaca pesan kedua dari kyra. Mungkin itu saat dia masih berada di sekolah. Mengingat profesinya sebagai model. Aku tahu dia selalu ingin terlihat berwibawa. Tidak mungkin ia penggemar siswa biasa. Tetapi, walaupun begitu. Dia tidak pernah bersikap angkuh atau menyombongkan dirinya.

Aku melanjutkan membaca pesan dari Kyra, dan kali ini waktu pesannya berbeda.

From: Kyra. 14.35

-Sekarang kamu dimana?!!!! Bisa-bisanya kamu bolos pelajaran Ppkn. Kamu pasti akan mendapatkan hukumanan! Jangan macam-macam!

15.05

-Ryn!!!!!

-Aku menunggumu di parkiran, sialan!
Aku pasti sudah banyak membuat Kyra kesal. Sebenarnya aku tidak benar-benar bolos pelajaran. Aku hanya pulang lebih awal. Entahlah, mendengar Kyra memanggil Arka, aku jadi salah tingkah. Hingga aku tidak bisa berpikir panjang dan ingin segera pulang. Beginilah aku, jika menyukai seseorang bukan malah ingin mendekatkan diri. Aku justru ingin terlihat seperti tidak menyukai. Lagi-lagi aku merasa gengsi-ku terlalu tinggi.

Bukan karena aku tidak berani mendekatkan diri. Aku hanya menghargai wanita yang ada di sampingnya saat ini. Lagi pula bersikap seolah menunjukkan bahwa aku suka, itu tidak baik. Aku justru terlihat agresif dan aku juga tidak mau sampai Arka berpikir bahwa aku wanita murahan. Karena berani mendekati pria yang sudah mempunyai seorang pacar.

From: Kyra. 16.10

-Aku masih di depan gerbang. Apa kamu benar-benar tidak mau keluar?

-Kamu tega memperlakukan sahabatmu seperti ini?

-Jahat sekali :(

Setelah membaca pesan terakhir dari Kyra. Aku mengganti mode deringku kembali. Lalu meraih laptop yang aku letakan di atas meja tadi. Kemudian melangkahkan kaki menuju kamar untuk membersihkan diri.

Di suasana malam sunyi, bertabur bintang indah ini, sama sekali tidak menenangkan hati. Aku berdiri di teras balkon kamar, ditemani semilir angin yang dingin namun tidak menusuk tulang. Aku memikirkan apa yang dikatakan bunda. Bunda memintaku datang ke pemakaman ayah. Sebenarnya itu tidak begitu masalah. Meskipun aku sedih setiap melihat batu nisan ayah.

Dulu. Kata bunda, paman Osiel sering datang kerumah untuk sekedar menggendongku. Paman Osiel adalah adik kandung dari ayah. Beliau juga sudah menganggapku sebagai anaknya. Jelas aku sangat bersyukur, walau bagaimanapun aku pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Tetapi setelah aku berumur 4 tahun, paman Osiel meninggal karena penyakit jantung yang sudah lama dideritanya.

Dan yang membuatku berat menginjakkan kaki di sana. Bukan itu alasannya. Aku hanya... Masih merasa sesak jika harus mengingat kejadian 3 tahun yang lalu. Saat orang yang ku sayangi pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu. Namanya Elvan Fahreza Dia adalah mantan pacarku. Dia meninggal setelah kelulusan SMP dulu. Karena hobinya yang suka balap. Saat itu dia sedang mengikuti pertandingan yang di adakan di kota Makassar, dan saat di tengah pertandingan, motor yang dibawa Elvan justru hilang kendali. Lalu Menabrak sisi jalan dan berakhir dengan suara ledakan.

Aku marah, kecewa dan sedih. Saat mendengar kabar bahwa Elvan meninggal saat pertandingannya di Makassar. Aku marah sekaligus kecewa, karena tidak biasanya Elvan mengikuti pertandingan tanpa memberitahuku terlebih dahulu. Tetapi rasa sedihku lebih dominan rupanya. karena fakta yang sebenarnya, jika Elvan sudah meninggal dunia. Namun, meskipun begitu. Aku tidak pernah menyalahkan garis takdir yang ada di tanganku.










🍃🍃🍃

-

-

~Rabu, 9 Januari 2019

Terima kasih karena sudah menjadi pembaca yang baik♡
Aku juga bahagia, karena memiliki pembaca yang setia.

Please give me vote and comment♡

A Taste [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang