p e n g a k u a n

3.5K 197 3
                                    

"Nan, gue boleh tanya? "

Dengan anggukan kepala,  Nara mengerti kalo gue mengizinkan dia bertanya. 

" tapi banyak... "
Lanjutnya.

" Tanya aja,  Ra. "

Dia mengambil napas dalam. Lalu menatap mata gue yang sedang fokus makan sate usus.

" pertama. Itu mobil siapa? "

" Almarhum Papah. Terus? "

" kedua. Risa siapa lo? "

" lo cemburu? "

Nara diam beberapa detik. 

" Jangan bertanya sebelum menjawab pertanyaan! " lanjut Nara.

Lucu sekali tingkah anak itu. 

" Risa itu mantan gebetan gue waktu SMA."

Seketika hening. Ekspresi Nara berubah. Tapi sangat terlihat bahwa Nara menahan untuk tidak cemburu?.

" Pulang yuk,  Nan. Dah malem"

" Loh katanya banyak? Kok cuma dua? Minta pulang lagi. Bener kan lo cemburu? "

" Lanjut di mobil aja."

Gue ngerti perasaan Nara. Akhirnya tanpa ba-bi-bu gue langsung ke kasir untuk bayar dan pulang. 

Di dalam mobil Nara hanya diam. Gue tau dia lagi mikir apa. Gue cukup peka soal itu. 

"Ra. Gue pernah cinta sama Risa. Karena dia cantik, sexy. Tapi sayang,  mencintai Risa gak menjamin kebahagiaan. Gue milih untuk gak jatuh cinta lagi sama Risa."

Setelah mendengar penjelasan gue. Nara terlihat lebih tenang. Tapi dia gak berbicara lagi. Terserah dia percaya atau tidak.

" Pertanyaan ketiga. Kenapa lo mau kuliah? Dan kenapa di Jogja? "

" Karena gue ngerasa hidup gue punya tujuan. Tujuan gue adalah untuk pulang ke rumah. Dan rumah gue ada di Jogja. "

" Oh lo juga punya rumah di Jogja?"

Astaga. Dia gak ngerti maksud gue apa.

" Bukan itu,  Ra. " jawab gue dengan intonasi malas.

" Terus? " Tanya Nara bingung.

" Nanti juga lo tau. "

Dia tak menjawab lagi dan gue lebih memilih untuk fokus berkendara.

Dalam suasana yang hening,  tiba-tiba handphone Nara berdering.

" Iya,  Mas lagi di luar. Kenapa? Besok aja gimana? Oke. "

Sebenarnya awalnya gue ga mau tau siapa yang nelfon Nara. Tapi karena dia nyebut kata "mas", gue jadi penasaran siapa yang hubungin dia.

" siapa? "

" Mas Ilham,  biasa. "

Kenapa sih selalu laki-laki itu. Gue nahan cemburu karena gue tau mereka kayak adek-kakak. Tapi tetep aja sebetulnya cemburu. Dari pada Nara jadi marah lebih baik gue yang nahan marah.

-------------------

Nara oh Nara
Semakin hari,  anak itu semakin bikin gue jatuh. Senyumnya, prilakunya, pemikirannya gak ada cacat di mata gue saat ini.

Gue mutusin besok gue harus ngungkapin perasaan gue ke Nara. Gue yakin dia gak akan nolak karena dulu dia juga pernah ngejar gue. Ngeliat responnya belakangan ini juga cukup menjadi alasan bahwa Nara emang masih suka sama gue. 

Oke,  Ra.  Kita liat besok.

How to Be Yours ✅(completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang