17

3.1K 441 11
                                        

Jimin menatap langit gelap di atasnya dengan helaan nafas kesal. Jam sudah menunjukan pukul sebelas lebih dan ia masih ingin di luar rumah.

Ia tak ingin pulang, daddynya sangat menyebalkan.

Tadi Yunho tak mengatakan masalah mereka dengan jelas, daddynya itu hanya mengatakan jika Jimin salah paham dengan pernyataan ibu tirinya.

Boa tidak bermaksud mengatakannya, ibu tirinya itu hanya berumpama kehadirannya adalah alasan Jaejoong bunuh diri. Bukan Boa yang membunuh Jaejoong.

Tapi tetap saja, Jimin akan mempercayai kata pertama yang di ucapkan seseorang padanya. Mau orang itu jujur atau bohong dan beralasan apapun, Jimin akan mempercayai kata-kata itu dan menyimpannya dalam ingatan sampai kapanpun.

"Sialan." Umpatnya sambil menendang krikil ke sembarang arah.

Ia kesal sekali malam ini, tapi ia sedang tidak mood bermain dengan seseorang. Beruntunglah orang-orang yang melewatinya.

Dulu Jimin selalu membawa pisau jika sedang kesal, ia akan mengores lengan seseorang jika berani mendekatinya. Bahkan dulu Jimin sampai masuk kantor polisi dan rumah sakit jiwa untuk memperjelas kewarasannya.

Namun Jaejoong memperjuangkan Jimin agar tidak di penjara dan terkena masalah serius yang akan membuatnya dalam masalah besar. Jaejoong tak akan pernah rela jika masa depan Jimin akan susah bila anaknya masuk penjara.

Walau sebenarnya, masa depannya sudah kesusahan dengan penyakit mentalnya.

Jimin pertama mengetahui ada yang salah pada dirinya adalah saat masa sekolah dasar. Ia senang menjahili teman kelasnya namun dengan cara yang tidak wajar.

Jimin menjahilinya dengan menggores lengan temannya menggunakan ujung pensil yang tajam. Teman sekelasnya sampai menangis dan tak ada yang mau berteman dengan Jimin karna takut.

Tapi entah kenapa Jimin malah senang melihat orang ketakutan karnanya. Ia merasakan kepuasan tersendiri dalam artian anak kecil.

Ia pikir, ia adalah orang terkuat sampai teman-temannya takut berdekatan dengannya.

Kejadian seperti ini berlanjut sampai ia Sekolah Menengah Pertama, dimana ia menjahili temannya menggunakan benda tajam.

Jimin mulai merajalela dan membuat geng bully. Kerjaannya hanya mengerjai murid yang terlihat lemah dengan cara ekstrim. Bahkan Jimin membuat 4 anak sekolahannya pindah sekolah karna trauma.

Entah apa yang Jimin lakukan pada mereka, yang jelas Jimin menutup mulutnya dan membiarkan sang ibu menangani kasusnya.

Jaejoong terlalu menjaganya dan melindunginya sampai ia rasa Jaejoong akan mempertaruhkan nyawanya untuk Jimin.

"Hah.." Jimin menghela nafas kasar dan mendudukan dirinya di kursi pinggir jalan yang di lewatinya sembari melamun tadi.

Ia mendongkak menatap langit yang makin menggelap. Jika ibunya masih ada, mungkin Jaejoong sudah mencarinya seperti orang gila.

Ibunya memang sering berlebihan tentangnya, Jaejoong selalu merasa Jimin perlu di perhatikan dengan lebih di banding Chanyeol.

Awalnya Jimin tak menyadarinya, ia hanya berpikir ibunya sangat menyayanginya lebih dari apapun. Namun saat ia keluar rumah sakit jiwa, ia tau alasan kenapa Jaejoong sangat memperhatikannya.

Memperhatikan setiap tindakan dan langkahnya dengan detil, Jaejoong akan tau perkembangannya setiap hari.

Semua kejadian dalam hidupnya juga, ia mulai mengerti setelah keluar dari rumah sakit jiwa.

"Aku rindu Mommy." Lirihnya sambil mengacak rambutnya dengan kesal. Ia ingin sekali mengunjungi makam ibunya, namun tentu saja itu jauh sekali.

Jimin menunduk sambil memainkan kukunya, angin malam yang berhembus menerpa tubuhnya seakan tak terasa sedikitpun. Jimin rasa ia sudah mati rasa.

"Ah ini benar Jimin ya?" Jimin perlahan mendongkak saat merasakan ada orang berbicara di depannya.

Ia yang awalnya akan marah karna orang di depannya ini mengganggu dirinya malah tersenyum dengan riang.

"Jungkook sunbae!"

I'm Not A Cinderella [KookMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang