32

2.6K 411 27
                                    

"Jungkook! Kau di panggil kepala sekolah!"

Jungkook menoleh ke belakang saat terdengar seseorang berteriak cukup kencang disana. Ia melihat jika teman seangkatannya melambai dengan secarik ketas di lengannya.

Ia yang tadinya sedang menghukum murid nakal pelanggar aturan sekolah langsung berbalik dan menghampiri temannya itu.

"Ada apa?" Tanyanya saat mereka sudah berhadapan. Temannya itu segera memberikan Jungkook secarik kertas dengan tanda tangan kepala sekolah disana.

Ia mengambilnya dan membaca surat formal itu dengan seksama, dan sedetik kemudian ia membulatkan matanya tidak percaya.

"Aku titip murid-murid yang telat itu ya, aku harus segera ke ruang kepala sekolah." Ujarnya lalu berlari ke arah ruang kepala sekolah yang berada di ujung lorong lantai satu.

Ia segera membuka kasar pintu ruang kepala sekolah dan melihat pria paru baya tengah terkejut di balik meja.

"Yak Jeon Jungkook!" Pekiknya sambil menatap Jungkook geram. Namun pria tampan itu tidak peduli, ia malah menghampiri sosok itu dengan deru nafas yang tidak teratur.

"Appa! Surat ini apa maksudnya?!" Sosok itu mengerutkan keningnya lalu melepaskan kacamatanya.

"Kenapa?" Jungkook berdecak tak sabar saat ayahnya malah balik bertanya padanya.

"Ini surat keterangan ayah Park Jimin meninggal?!" Pekiknya tidak percaya yang mana membuat kepala sekolah -ayahnya- mengerutkan keningnya bingung.

"Ya, memang kenapa? Appa baru mendapat kabar ayah dari murid Park Jimin sudah tiada." Jungkook berdecak tidak percaya. Ada rasa sesak dalam hatinya mengingat Jimin pasti sedang bersedih.

Jungkook menunduk melihat kertas yang masih ia genggam. Ia panik entah karena apa, yang jelas ada yang aneh dengan dirinya mendengar kabar mengejutkan ini.

"Appa memintamu untuk mengumumkannya ke seluruh sekolah." Ucap sang ayah yang lagi-lagi Jungkook abaikan. Otaknya berpikir keras tentang bagaimana ia bisa keluar dari sekolah sekarang juga.

"Appa, bisa ijinkan aku untuk keluar sekolah hari ini?"

.
.
.
.

"Sudah Jiminie, nanti Daddy pasti sedih jika Jiminie menangis terus."

Jimin terus menggeleng kuat dengan tangisan yang keluar makin keras dari belah bibirnya. Ia menghiraukan perkataan kakaknya dan malah menangis makin kencang. Mata Jimin terpaku pada peti mati dengan tubuh kaku sang Daddy di dalamnya.

Ia menangis meraung dengan tangan yang menepuki dadanya kuat. Rasanya sesak dan ia tidak menyukainya, air matanya tidak bisa berhenti mengalir deras.

Semua orang yang datang tampak iba melihat Jimin dan Chanyeol. Belum lama di tinggal sang ibu, kini mereka di tinggal sang ayah untuk selamanya.

Jimin yang masih shock terus di dekap Chanyeol dengan erat, Chanyeol tidak membiarkan Jimin sendiri dan ia tidak pernah meninggalkan Jimin walau hanya sekedip mata.

Ia selalu memeluk adiknya dengan erat dan menenangkan dengan sabar pada adiknya. Walau ia juga bersedih, ia harus kuat di depan Jimin.

Hanya ialah harapan terakhir Jimin untuk hidup, ia satu-satunya yang hanya bisa berada di sisi adik tersayangnya dari orang-orang jahat yang ingin menyakiti adik kecilnya.

Sekilas ia menatap ibu dan dua adik tirinya yang menangis di ujung ruangan. Mereka saling memeluk dan menangis memanggil Yunho dengan kencang. Tapi Chanyeol sadar, air mata mereka palsu. Tidak ada ekspresi sedih dari raut wajah mereka.

Sedikit berdecih, ia tidak bisa melakukan apapun. Setidaknya untuk saat ini.

Ada hal janggal dengan kematian ayahnya, sehari sebelum ayahnya di nyatakan tiada. Chanyeol sudah menerima laporan hasil pemeriksaan sang ayah.

Laporan itu mengatakan jika ayahnya sudah lumayan baik kondisinya dan kemungkinan bisa siuman sebentar lagi. Mana bisa sekarang sang ayah tiada dengan laporan kematian jika Yunho mengalami sesak nafas.

Ada hal janggal. Chanyeol yakin itu.

"Permisi, permisi. Saya mencari Park Chanyeol."

Chanyeol yang tadinya masih sibuk dengan pemikirannya menoleh saat ada seseorang yang terlihat mencarinya. Namun ia mengerutkan keningnya saat melihat jika yang mencarinya adalah dua orang dengan seragam polisi.

Chanyeol melepas dekapannya pada Jimin dan berjalan ke arah dua orang dengan seragam kepolisian itu. "Saya Park Chanyeol, ada apa ya?" Tanyanya dengan sopan saat sudah berada di depan polisi itu.

"Maaf Tuan, anda harus ikut kami ke kantor polisi untuk memberi keterangan atas kematian Park Yunho." Chanyeol terlihat kebingungan disana, kenapa ia harus di mintai keterangan? Bukankah sudah jelas alasan kematian sang ayah di laporan rumah sakit?

"Ada yang melaporkan anda atas kejanggalan kematian ayah anda Tuan." Dan Chanyeol mulai mengerti kemana arah pembicaraan mereka. Ia terkekeh kecil dan melirik tiga orang yang hanya diam menatapnya dari kejauhan.

"Tunggu! Kenapa kakakku harus di mintai keterangan?" Chanyeol refleks menoleh ke belakang saat Jimin tiba-tiba mendekat ke arah mereka.

"Kami akan jelaskan di kantor polisi, Tuan Park Chanyeol mari."

"Tidak! Jangan bawa kakakku! Tidak kah kalian lihat kami sedang berduka!!"

Jimin berteriak dengan nyaring sampai suaranya beberapa kali hilang, air matanya terus mengalir dengan tangan yang menarik Chanyeol agar tidak menjauhinya.

"Tuan tapi-

"AKU BILANG JANGAN BAWA KAKAKKU BRENGSEK!!"

Jimin terus meronta dan menarik lengan kakaknya yang ikut menarik diri agar tidak di bawa, mereka ribut di sana tanpa menghiraukan tiga pasang mata yang menyeringai senang melihat Jimin menderita menarik Chanyeol agar tidak di bawa pihak kepolisian.

I'm Not A Cinderella [KookMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang