"Jimin.. Kau yang sabar ya." Jimin hanya bisa tersenyum paksa pada teman-temannya yang menyempatkan datang ke rumahnya untuk mengetahui keadaannya setelah seminggu lebih tidak sekolah.
Jimin sudah tidak berminat melakukan apapun, bahkan ia sepertinya akan keluar sekolah saja. Melanjutkan bisnis ayahnya terdengar sangat mengasyikan walau ia tidak mengerti hal semacam itu.
Setidaknya itu yang bisa ia lakukan untuk saat ini dari pada berdiam diri tanpa melakukan satu hal baik.
Sebagian teman sekelas Jimin yang datang kini tengah bermain di kamarnya yang sangat luas ini.
Termasuk juga teman satu gengnya, bahkan katanya Taemin yang mengusulkan mereka menjenguk Jimin.
"Jimin-ah.. Aku dengar kakakmu.." Taehyung menelan kembali perkataannya saat merasakan Sooyoung menyenggol lengannya sambil berdehem merasa tidak enak.
"Maaf.." Jimin tersenyum maklum sambil menunduk menatap selimut yang menutupi pinggang sampai kakinya.
Ia sedang benar-benar tidak ingin di ganggu sebenarnya, namun ia tidak enak jika menolak kehadiran temannya di rumah. Mau bagaimanapun Jimin memang butuh penyemangat entah itu dari mana saja.
"Kau baik-baik saja kan Jimin?" Jimin hanya mengangguk saat Hoseok bertanya dengan lembut padanya, ia juga merasakan elusan lembut di rambutnya. Saat ia menoleh, Hyoyeon yang melakukannya.
"Kau tidak sendiri, kami ada disini." Ucap Taemin yang di angguki mereka semua. Yoongi bahkan menangkup pipi Jimin dan tersenyum dengan menawan untuk pertama kalinya.
"Jika kau butuh bantuan, bilang pada kami. Kami akan membantumu." Mereka terlihat tersenyum lega melihat Jimin jauh lebih baik seperti ini. Rasanya Jimin mulai mau bangkit lagi setelah terpuruk karna kematian ayahnya dan kakaknya yang masuk penjara.
"Aku.. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sebenarnya." Gumam Jimin dengan mata yang berkaca-kaca. Rasanya sesak karna semua masalah keluarga ia yang menanggungnya seperti ini.
Ada yang peduli padanya saja Jimin sudah sangat bersyukur, ia yang di kenal kejam dan suka menyakiti orang dengan keji bukan berarti tidak bisa berubah jadi rapuh bukan?
Masalah yang ia hadapi tidak mudah, terlalu banyak hal yang harus Jimin lakukan dan ia tidak bisa mengatasinya sendirian.
Tatapannya ia bawa untuk melihat teman-temannya, perlahan ia tersenyum dengan manis. Membuat Taemin, Yoongi juga Taehyung sedikit oleng karna terpesona dengan ekspresi yang baru saja Jimin tunjukan.
"Jika aku minta bantuan, kalian mau menolongku kan?"
.
.
.
"Ck, aku tidak menyangka jalang satu itu punya banyak teman." Eunha menoleh mendengar adiknya mengeram kesal sambil menatap pintu kamar Jimin yang berisik sekali di baliknya.
"Bukankah mereka juga temanmu?" Tanya Eunha sambil tetap fokus pada film di televisi. Ia tengah serius menonton berita penangkapan kakak tirinya Chanyeol yang sangat mengenaskan.
Di tangkap saat tengah berduka karna kehilangan ayahnya dan meninggalkan adiknya sendirian, sungguh tragis namun Eunha menyukainya.
"Mana mungkin mereka temanku, teman jalang itu semuanya brengsek dan sampah." Kesal Yeri dengan mulut yang mengunyah kripik kentang dengan kasar.
Dari sore tadi teman sekelas Jimin datang dan membuat rumah menjadi pesta dadakan. Bahkan Boa membeli daging untuk di sajikan pada teman-teman Jimin.
Sekarang sudah jam tujuh dan kamar Jimin masih ramai, seolah mereka tidak mau pergi. Dan Yeri membencinya, ia saja tidak punya teman sebanyak itu. Kenapa Jimin bisa berteman dengan mereka dalam waktu singkat?
Apalagi Jimin masuk ke dalam geng brandalan sekolah, geng bully yang sangat membencinya karna masalah kemarin. Ia sangat tidak nyaman memperhatikan Sooyoung yang menatapnya tadi di pintu depan saat mereka datang.
Ia yakin gadis dengan tinggi melebihi kapasitas itu masih dendam padanya. Dan Yeri cukup takut dengan hal itu, Sooyoung itu kuat dan bisa bela diri, tidak seperti dirinya yang bahkan olahraga saja sudah malas.
"Ah iya Pak, saya sudah mengurus semua itu."
"..."
"Ya baik, saya akan ke kantor besok siang."
"...."
"Ya, ya. Terima kasih pak."
Yeri dan Eunha refleks menoleh saat mendengar suara Boa yang datang dari arah dapur. Ibu mereka itu sibuk dengan ponsel dan mendudukan dirinya di sofa sebelah Eunha.
"Ada apa Eomma?" Tanya Yeri saat ibunya itu merengut kesal sambil memaki ponsel di tangannya.
"Eomma harus mengurus perusahaan ayah kalian. Pusing!" Ucap Boa sambil memijat pelipisnya yang berdenyut.
"Tapi kan jika eomma bekerja lebih keras dan menunjukan kepemimpinan di perusahaan, nanti perusahaannya bisa milik Eomma." Boa menaikan alisnya saat Eunha berkata dengan senyuman kecilnya.
Perlahan Boa tersenyum, ia meremat ponselnya dan tertawa puas setelahnya.
"Kau benar, eomma yang akan dapat perusahaan itu dan bukannya Jimin atau Chanyeol."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Cinderella [KookMin]
FanfictionAku bukanlah Cinderella yang dengan mudahnya di tindas oleh ibu dan 2 kaka tirinya. Justru... akulah yang akan menindas mereka Melihat mereka membayar penderitaanku itu menyenangkan Melihat mereka memohon di bawah kakiku itu membahagiakan Melihat me...