35

1.5K 162 29
                                    


"Om Jimin, boleh tidak malam ini Jena tidul belcama bunda dan om?"

Jimin yang pada awalnya sibuk berkutat dengan ponselnya kini menghentikan kegiatannya mendengar permintaan putri angkat dari Lee Seokjin yang tengah dititipkan padanya. Ia sedang serius membaca beberapa artikel yang memberitakan bahwa drama yang sedang di bintanginya meraih rating yang cukup tinggi di episode perdana penayangannya sebelum Jena melontarkan permintaan yang membuatnya terkejut.

Belum sempat ia menjawab, Jena kembali bersuara.

"Jena tidulnya diam cepelti patung, kog. Jena janji tidak akan tendang pelut om Jimin cepelti Jena tendang pelut, Jin ayah." Lantas, kedua jari mungil gadis itu membentuk huruf V. Bermaksud untuk berjanji pada pria dewasa di hadapannya. "Boleh ya, om?"

"Tentu boleh, sayang."

Jimin mendengus kesal, ketika Minji terlebih dahulu menjawab permintaan Jena, mengabulkan permintaan gadis kecil itu.

Sebenarnya, Jimin ingin menolak permintaan Jena. Bukan. Bukan karena canggung. Hampir satu bulan Jena tinggal bersama dengannya, dan ia akui jika  interaksinya dengan gadis kecil tersebut telah terjalin cukup dekat.

Pria itu hanya keberatan jika Jena mengganggu kesempatannya untuk bermesraan dengan Minji. Mengganggu kesenangan yang selalu ia dapatkan jika malam tiba, memeluk Minji sebelum maniknya terpejam hingga kembali terbuka di keesokan hari. Minji terkadang kesal sendiri akan tingkah suaminya yang mendadak seperti anak kecil. Selalu saja menempel, dan mengikuti kemanapun Minji melangkahkan kaki. Bagaimana bisa Minjk beraktifitas jika tubuh Jimin selalu saja menempel padanya? 

Baik. katakan saja Jimin telah sukses menjadi budak cinta.

"Kasur om dan bunda kecil, tidak cukup." Ini jawaban dari Jimin, menoleh sekilas untuk menatap Jena lalu kembali fokus pada layar ponselnya, mengabaikan Minji yang tengah melayangkan tatapan tajam.

Senyum lebar Jena luntur. Wajahnya murung, ingin menitikkan air mata namun ia tahan karena keinginannya tidak terpenuhi. Minji yang melihat Jena menahan tangis pun menjadi tak tega.

"Jena tidur sama bunda aja, ya. Biar om Jimin tidur sendiri." Wajah murung gadis kecil itu tiba-tiba saja kembali sumringah saat Minji mengeluarkan suaranya.

"Ji... kenapa jadi aku yang tidur sendirian!" Protes Jimin, meletakkan ponselnya ke atas meja.

"Katamu kasurnya sempit, jadi aku saja yang ke kamar sebelah menemani Jena," jawabnya. "Kenapa? Ada masalah?"

"Masa haidmu baru saja selesai hari ini, kan? Nanti malam jadwal kita untuk--"

"Jangan diteruskan. Kau tidak bisa lihat di depanmu ada anak kecil?"

Jimin memberengut kesal. Beranjak menjauhi Minji dan Jena, lalu ia keluar dari apartment, membanting pintu dengan kencang.

Minji hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Jimin yang terlihat seperti anak kecil. Kerap kali merajuk akan hal yang tidak penting atau hal-hal sepele. Merajuk jika keinginannya tidak terpenuhi.

Minji rasa, suaminya itu akan kalah telak jika sikapnya dibandingkan dengan Jena. Jena itu gadis manis yang tidak merepotkan. Gadis pintar yang memiliki kepekaan tingkat tinggi. Jena tidak mudah merajuk seperti anak kecil kebanyakan, ia benar-benar patuh dan penurut. Kontras berbeda dengan Jimin yang pada dasarnya memang memiliki watak keras kepala.

Lantas, Minji hanya bisa geleng-geleng kepala menyadari serta merutuki otaknya yang tega membandingkan antara Jimin si pria dewasa alias suaminya dengan Jena si gadis mungil begitu manis.

"Bunda." Minji menoleh, memperhatikan Jena yang kembali menekukkan wajahnya.

"Om Jimin, malah cama Jena ya, Bunda?" Manik yang tadinya sempat berbinar kini pun meredup. Minji meneguk ludah sesaat, hendak memilah kata yang tak akan menyakiti hati gadis kecil kesayangannya.

Seulpeun Sarang | Park Jimin | 슬픈사랑 | COMPLETED ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang