Hujan deras mengguyur kota London hari ini.
Seorang gadis tengah berlari kecil menyusuri jalanan yang dipenuhi kubangan-kubangan yang ditimbulkan oleh air hujan. Ia menggenakan mantelnya untuk menutupi kepala-nya.
Daphney pov
Hari ini, London diguyur oleh hujan yang begitu deras. Padahal, aku baru saja kembali dari kantor-ku. Skandar juga tidak bisa mengantar-ku karena, ia sedang ada tugas ke Vienna. Aku pun terus berlari menyusuri kota London. Menara big ben dapat terlihat dari tempat-ku berlari namun, karena aku tidak fokus kearah jalan yang kususuri aku pun menabrak seseorang.
"Ouch!" tubuh-ku hampir saja terjatuh kedalam kubangan air hujan.
"M-maafkan aku .." ujar orang itu. Padahal, jelas-jelas saja aku yang berada dalam posisi bersalah karena, aku yang menabraknya. Aku pun mendongak dan mendapatkan seseorang itu adalah ....
Zayn!
Tubuhku melemas seketika. Aku sudah mematung menatap Zayn ditengah-tengah derasnya hujan yang mengguyur kota. Walaupun hujan begitu deras, tubuhku tidak merasa mengigil sama sekali. Kenapa? karena, ada seseorang yang membuatku merasa hangat.
"Daph--Daphney?" tanya Zayn membelalakan mata tak percaya. Aku tak menjawab-nya bibirku sudah membeku dan tertutup dengan rapat.
"Maaf, aku tidak sengaja menabrak-mu" ucapku sambil terburu-buru berjalan menjauhinya. Namun, sebuah tangan menahan lengan-ku dan menarikku kedalam sebuah cafe yang tidak sempat kulihat nama-nya itu.
"Apa maumu?" tanya-ku ketus saat mendapati Zayn yang menarik lenganku. Ia tidak mengubrisku sama sekali. "Kalau tidak ada keperluan apapun, aku akan pergi!" lagi-lagi tangan itu kembali menahan-ku.
Apa yang sebenarnya ia inginkan?
"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Zayn dingin. Tidak pernah kulihat Zayn sedingin ini disaat kami masih bersama dahulu. Ya, dahulu. Lagipula, dulu dan sekarang sudah jauh berbeda bukan?
"Apa pedulimu?" tanya-ku balik. Ia tampak kehilangan kata-katanya dan membeku seketika.
"Daphney, kenapa kau bersikap seperti itu pada-ku? kau bukanlah Daphney yang kukenal!" seru-nya sambil menatap tepat dikedua bola mata-ku.
Tatapan yang penuh arti dan kedua bola mata-nya yang berwarna cokelat itu benar-benar menghipnotis-ku. Aku terlarut dalam tatapannya yang penuh arti itu.
"Daphney, kutanya kenapa kau bersikap seperti itu?" tanya Zayn dengan nada yang lebih tinggi. Itu membuat-ku tersadar dan cepat-cepat mengalihkan pandangan-ku dari Zayn.
"Lagipula, kau yang seharusnya berkaca!" seruku tanpa menatapnya. "Berkaca untuk apa? mengintropeksi diri-ku? apa yang salah denganku Daph?" tanya Zayn dengan nada yang tidak bisa diartikan sama sekali.
"Karena, kau pendusta, Malik!" aku pun melangkahkan kedua kaki-ku keluar dari kafe itu. Ya, kami tidak duduk ataupun memesan menu apapun sama sekali. Yang kami lakukan adalah, berbicara dengan jarak yang cukup jauh dengan posisi berdiri.
Aku pun kembali melangkahkan kedua kaki-ku menuju apartment-ku. Aku sudah tidak memperdulikan hujan yang sudah kelewat deras ditambah lagi gemuruh yang begitu menggema dilangit keabuan itu.
Zayn pov
"Berkaca untuk apa? mengintropeksi diri-ku? apa yang salah denganku Daph?" tanya-ku masih tak mengerti apa yang dimaksud gadis dihadapanku itu. Ia pun menatap-ku "karena, kau pendusta, Malik!"
Jleb!
Kata-kata itu benar-benar menusuk hati-ku.
Tetapi, kenapa ia terlihat begitu berbeda? ia bersikap seolah-olah kami adalah dua orang yang baru saja saling mengenal satu sama lain. Kenapa Daphney begitu berubah? kenapa?
Ia mengatakan aku seorang pendusta. Dulu, aku memang pernah mengatakan bahwa aku mencintainya! sangat teramat mencintainya. Namun, kini rasa cinta-ku sudah terbagi pada Perrie edwards. Seorang gadis yang selalu mengisi hari-hariku dengan ceria. Walaupun, tak seceria Daphney. Namun, disaat aku menemukan sosok Daphney yang luar biasa dingin dan ketus seperti itu semua perasaan itu seolah-olah meleleh seperti ice cream yang berada ditengah teriknya mentari.
Haruskah aku melupakan Daphney? atau aku mencari tahu alasan perubahan pada gadis itu dan menggejarnya?
Diluar sana hujan masih terus membasahi kota. Ditambah lagi dengan gemuruh dan petir yang terus berbunyi. Aku jadi khawatir pada Daphney. Aku pun memutuskan untuk mencari payung atau benda apapun yang dapat menutupi kepala-ku dan mengikuti jejak keberadaan gadis itu.
Kurasa kalian tahu apa isi hatiku! yaitu, aku masih memendam perasaan padanya.
-- -- -- -- -- -- -- -- --
Seorang gadis tengah berlari ditengah derasnya hujan. Sesekali ia hampir terjatuh kedalam kubangan air hujan. Namun, beruntung sekali ia tidak terjatuh. Jika sampai itu terjadi tentu aku akan dengan sigap menangkap-nya.
Gadis itu memasuki sebuah bangunan bertingkat yang sangat tinggi. Ia pun menaiki lift menuju lantai 10. Namun, aku tidak bisa berada dalam satu lift bersamanya. Bisa-bisa ia mengetahui bahwa aku membuntutinya. Setelah gadis itu sampai dilantai 10 barulah aku menaiki lift.
Setelah sampai dilantai 10, aku berusaha mencari-cari apartment milik Daphney. Namun, dengan sangat cepat aku mendapatkan jawabannya yaitu, seorang gadis tengah memutar knop pintu dan melangkahkan kakinya memasuki apartment itu.
Namun, dengan sigap aku mencegahnya.
"Whoaaa!" pekiknya nampak kaget. "Mau apa kau?" tanya gadis itu ketus sambil menatap kedua sepatunya. Apa sepatunya jauh lebih menarik ya?
"Tolong jelaskan pada-ku semuanya Daphney!" seru-ku lagi masih dalam posisi mencegat pintu masuk.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, sekarang cepat pergi!" usir gadis itu. Jujur, hatiku sangat teriris mendengar usirannya!
"Kenapa kau harus bersikap seperti itu, kau tidak mencintai-ku lagi?" tanya-ku. Entah kenapa kata-kata itu bisa mencelos begitu saja dari mulutku.
"Cinta? oh, entahlah apa itu" terlihat dari nada bicaranya ia tengah berbohong. Bahkan, dari matanya pun aku dapat melihat kebohongan! ya, sudah pasti ia berbohong.
"Lalu, kenapa kau menjauhiku Daphney?" tanya-ku lagi. Ia tidak mengubrisku melainkan masih terus menatap kedua sepatunya. Namun, yang menarik-ku adalah ia masih menggenakan kalung pesawat yang kuberikan!
Itu berarti masih ada harapan bukan?
"Lalu, kalung itu!" seru-ku memancingnya. Dengan secepat kilat kedua tangannya melepas pengait kalung itu dan membuangnya kelantai. Disaat aku hendak memungutnya gadis itu menutup pintu apartment dan menguncinya.
Crap! hati-ku benar-benar merasa sakit sekarang!
Aku pun terduduk lemas didepan pintu apartment gadis itu. Tanpa sadar, air mata-ku mengalir membasahi kedua pipi-ku. Kedua tanganku mengenggam kalung itu. Kalung berbentuk sebuah pesawat yang kuberikan pada saat ulang tahunnya yang ke-18 tetapi, kini ia membuangnya mentah-mentah dihadapanku. Kenapa ini semua harus terjadi pada-ku? kenapa?
Aku pun membenamkan kepalaku kedalam kedua lututku. Tanpa sadar, aku pun terlelap dalam posisi duduk didepan pintu apartment gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paperplane ⇒ z.m
FanfictionI'd rather be called a boy and play with Paper airplanes, than be called a man and play with girl's heart. -Paperplane Amazing cover by Lou_Caster