Paperplane : 31

2.7K 379 4
                                    

Daphney pov

Aku menyeret kakiku dengan malas menuju kamar. Sepertinya, Niall dan yang lain belum pulang. Lihat saja, pintu kamar hotel masih terkunci.

Beruntung aku membawa kunci cadangannya. Aku pun membuka engsel pintu dan segera merebahkan diriku diatas tempat tidur.

Zayn melupakanku.
Ia benar-benar tidak ingin mengigat semua kejadian yang pernah terjadi diantara kami.

Huft, seharusnya sejak awal aku tidak menyetujui tugas pekerjaanku ke London. Karena, aku menyetujuinya, aku harus kembali bertemu dengan Zayn ditambah lagi dengan adanya fake dating antara aku dan Niall.

Tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan terlihat Niall yang tengah berdiri diambang pintu.

"Hai, Daph!" sapa Niall.

"Hai,Nee!" aku pun bangkit dari posisi tidurku.

"Kau kenapa?" tanya Niall.

"Maksudmu?" aku mengangkat alis kiriku naik.

"Apa ada masalah?" tanya Niall lagi.

Kalau aku bercerita pada Niall, siapa tahu ia bisa menjaga rahasiaku. Lagipula, tidak ada salahnya bukan? aku mempercayai Niall kok!

"Zayn .." ucapku lirih sambil menghela napas.

"Ada apa dengannya? bukankah kalian baru mengenal?" tanya Niall.

Aku pun menceritakan awal pertemuan kami sampai saat Zayn menyatakan perasaannya. Lalu, Zayn harus pindah ke London dan, kami bertemu kembali karena, fake dating yang melibatkanku dengan Niall.

"Aku sudah tahu semua itu, Daph!" seru Niall tanpa menatapku.

"Apa maksudmu?" tanyaku tak mengerti.

"Yeah, Zayn pernah bercerita padaku tentangmu! ia juga masih memiliki perasaan padamu. Tetapi, ia tidak bisa karena, sudah ada Perrie!" seru Niall.

"Ja--jadi, Zayn sudah menceritakan semuanya padamu?" tanyaku.

Niall menganggukan kepalanya. "Tapi, aku mengecewakannya karena kejadian kita sedang bermain bola salju!" seru Niall.

"Sudahlah, lupakan saja Nee! lagipula, kita hanya bermain dan, bukankah kita hanya berteman?" tanyaku sambil memberikan senyuman pada Niall.

Namun, tiba-tiba raut wajah Niall berubah. Ia pun menundukan kepalanya dan mengerjapkan matanya beberapa kali.

Apa aku salah bicara?

Niall pov

"Sudahlah, lupakan saja Nee! lagipula, kejadian itu sama sekali tidak disengaja dan, bukankah kita hanya berteman?" dadaku bagaikan ditusuk ribuan pedang yang sangat tajam.

Kenapa ia tak kunjung sadar setelah semua perlakuanku selama ini padanya?

Aku ingin hubungan kami lebih dari sebatas teman. Kalian tahu bukan, apa maksudku?

"Ni, apa aku salah bicara?" tanya Daphney.

Ya, tuhan! tentu saja, Daphney! kau sangat salah!

"Eh? ti--tidak" aku pun tersenyum. Tentu saja, senyuman terpaksa.

"Aku keluar dulu ya, Daph?" aku pun bangkit dari tempat tidur dan bergegas keluar kamar. Aku tidak sanggup lagi mendengar kata-kata tajam yang diucapkan dengan nada halus olehnya.

Kenapa ia tak kunjung sadar kalau aku mencintainya?

Apa ia jauh lebih memilih Zayn?

Daphney pov

Aku memandang kepergian Niall. Ya, aku tahu pasti aku salah bicara. Walaupun Niall tersenyum, aku tahu itu adalah fake smile.

Tiba-tiba ponselku berdering menandakan ada pesan masuk.

From : Unknown number

Temui aku ditaman Griffith  pukul 20:00 P.M.

-Zayn

Aku pun membalas pesan dari Zayn.

To : Unknown number

Okay

Aku pun menyimpan nomer milik Zayn. Ngomong-ngomong, darimana ia mengetahui nomer ponselku? ah, siapa tahu saja dari Niall atau yang lainnya.

-Skip-

Malam pun tiba, aku teringat akan janjiku pada Zayn.

Aku pun menggenakan sweater, dan beanie-ku. Setelah itu, aku bergegas keluar dari kamar. "Hey,Daph! kau mau kemana?" tanya suara seseorang. Aku pun menoleh dan mendapati Niall juga Louis.

"Oh, err .." tidak mungkin aku mengatakan bahwa, aku ingin bertemu dengan Zayn bukan?

"Ehm, hanya berkeliling!" seruku berbohong.

"Apa perlu kutemani?" tanya Niall. Louis langsung menjitak kepala anak itu. "Kita belum menyelesaikan permainan, bodoh!" umpat Louis.

"Baiklah, kalau begitu jaga dirimu baik-baik Daphney!" seru Niall lagi. Aku hanya tersenyum dan segera pergi menuju taman Griffith. Dari taman itu, kalian bisa melihat pemandangan Los Angeles dan Holywood.

Aku pun menaiki taxi dan pergi menuju tempat yang dituju.

-Skip-

Suasana ditaman Griffith tidak begitu ramai. Lampu-lampu taman dan jalan yang berbukit menjadi daya tarik tersendiri untukku. Apalagi, aku bisa melihat suasana malam dari Los Angeles.

Aku pun memilih duduk disebuah kursi yang berada tepat dipuncaknya. Jadi, aku dapat melihat Los Angeles dengan jelas darisini.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Tak salah lagi, itu pasti Zayn!

"Hey, sudah lama menunggu?" tanya Zayn sambil mendaratkan tubuhnya disebelahku. Tetapi, jarak antara kami tidak terlalu berdekatan.

"Tidak, aku baru saja sampai!" seruku menjawab pertanyaannya.

"Bagaimana menurutmu, Los Angeles?" tanya Zayn lagi.

"Yeah, keren!" seruku sambil terus memandang kota Los Angeles yang begitu indah pada saat malam hari dari atas bukit ditaman Griffith.

"Umm, Daph .." ucap Zayn tiba-tiba. Aku pun menoleh kearahnya dan, dapat kutatap dengan jelas wajahnya.

"Maafkan aku .." ucap Zayn setengah berbisik. Aku mengigit bibir bawahku dan menganggukan kepalaku.

"A--apa kau marah karena, aku sudah bersama Perrie?" tanya Zayn. Aku ingin sekali berteriak seperti ini "ya, aku sangat marah Zayn!" tetapi, aku tidak boleh bersikap egois.

"Tidak apa, Zayn. Lagipula, ini juga salahku!" aku pun tersenyum. Walaupun, rasanya sangat berat.

"Aku terlalu bodoh dan polos saat itu, sehingga ... semuanya terlambat!" seruku sambil terus memasang senyuman palsu.

Zayn pun balas tersenyum.

Aku berharap, suatu hari nanti aku bisa mengulang momen seperti ini bersamanya, Zayn. Walaupun, itu mustahil.

Aku berjanji tidak akan pernah melupakan momen ini. Dimana, aku dan Zayn harus mengulang semuanya dari awal. Mungkin, untuk orang lain, berada ditaman ini sambil menikmati pemandangan kota Los Angeles pada malam hari adalah momen yang indah. Tetapi, itu tidak berlaku untukku maupun, Zayn.

Karena, kami harus mengakhiri dan melupakan semuanya, disini.

Griffith park, 20:00 P.M, Los Angeles.

Paperplane ⇒ z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang