Paperplane : 35

3.2K 389 3
                                    

Satu tahun berlalu dengan begitu cepat
Tetapi, itu tidak pernah merubah kebiasaan seorang gadis yang masih saja terus menerus menerbangkan harapannya lewat sebuah pesawat kertas.

Semoga, aku bisa kembali bertemu dengannya.
Dengan Zayn Javadd malik.

Gadis itu pun melipat sebuah kertas yang sudah ditulisi olehnya, lalu menerbangkannya dari atas bukit. Pesawat kertas itu pun terbang tinggi keatas langit terbawa angin.

"Aku merindukanmu, Zayn .." ucap gadis itu lirih sambil memejamkan kedua matanya dan menghempaskan dirinya diatas rerumputan dibawah sebuah pohon ek.

Tiba-tiba, gadis itu merasakan air hujan membasahi permukaan kulitnya, ia pun membuka kedua kelopak matanya dan benar saja! langit sudah gelap.

Dengan secepat kilat, gadis itu mengayuh sepedanya kembali kerumah.

"Aku pulang."  gadis itu pun membuka pintu rumahnya.

"Astaga, Daphney. Darimana saja kau? diluar sana sudah gelap." ucap ibu dari gadis bernama Daphney dengan penuh rasa cemas.

"Maaf, Mom." gadis itu pun menghempaskan dirinya diatas sofa.

"Minumlah, Mommy sudah membuatkanmu teh." ibu dari gadis itu pun memberikan sebuah cangkir berisikan teh yang masih hangat.

"Terimakasih, Mom." gadis itu pun segera meneguk teh yang baru saja diberikan oleh ibunya.

Daphney pov

Usai meneguk teh, aku hendak kembali kekamarku. Akan tetapi, Mommy mencegahku dengan ribuan pertanyaan.

"Kenapa tiba-tibba saja kau kembali ke Bradford? dan, bagaimana dengan pekerjaanmu disana. Bukankah kau akan pulang bulan depan?" tanya Mommy tanpa spasi.

"Huft, aku kembali ke Bradford karena, aku ingin bertemu dengan Mommy dan Daddy. Aku juga ingin merayakan natal bersama kalian." maafkan aku telah membohongimu, Mommy. Tetapi, aku tidak mungkin mengatakan karena, Niall dan Zayn, bukan?

"Lalu?" tanya Mommy yang ingin mendengar penjelasanku.

"Aku sudah izin kepada atasanku dan beruntung, ia mengizinkannya." padahal, aku meminta izin karena, aku harus menjalankan fake dating bersama Niall.

"Jadi, siapa lelaki berambut dirty blonde itu?" tanya Mommy membuat jantungku berdegup kencang. Astaga! apa yang harus kujawab?

"Aku bertanya padamu, Daphney." ucap Mommy lagi.

"Uh--eh, dia temanku. Ya, temanku." dustaku. Mommy hanya tersenyum sambil mengangkat kedua alisnya naik.

"Lalu, kejadian dimana kau sedang bermain bola salju?" tanya Mommy lagi.

"Mom--Mommy, melihat berita itu?" tanyaku sambil mengigit bibir bawahku, gugup.

"Tentu saja, berita itu tersebar kemana-mana, Daphney." ucap Mommy lagi. Aku takut Mommy kecewa padaku dan menceramahiku habis-habisan.

"Tidak perlu berbohong pada Mommy, Daph. Mommy sudah tahu semuanya dari Skandar. Lagipula, kalian terlihat sangat kekanak-kanakan saat sedang bermain bola salju itu." ungkap Mommy membuatku semakin tidak karuan.

"Uh--aku bisa menjelaskannya, Mommy .." ucapku tak berani melakukan kontak mata dengannya.

"Tidak apa, Daphney. Dengan begitu, kau bisa bertemu dengan Zayn bukan?" tanya Mommy lagi. Kali ini aku menatap wajah Mommy yang sedang tersenyum menggoda.

"Tidak perlu menyembunyikan apapun dariku lagi, Daph. Lagipula, kau sudah dewasa dan kau berhak menentukan siapa yang pantas untukmu. Percayalah." Mommy pun mengecup keningku dan berlalu pergi.

Sementara, aku hanya bisa berdiam diri mematung karena, Mommy. Jadi, Skandar memberitahu Mommy? beruntung Mommy tidak menceramahiku. Huft, syukurlah ...

-- -- -- -- -- -- --

Hari ini, aku kembali membuat pesawat-pesawat kertas itu lagi. Setelah menuliskan harapanku, aku pun menerbangkannya keatas langit berharap, tuhan mau mengabulkannya.

Terdengar konyol, memang. Akan tetapi, semua ini sudah seperti rutinitas keseharianku sehingga, sulit sekali untuk berhenti dan tidak menerbangkan pesawat-pesawat itu.

Aku pun duduk diatas ayunan ban yang pernah kubuat bersama Zayn. Ternyata, ayunan ban itu masih tetap tergantung disalah satu batang pohon ek.

Sesekali, aku memperhatikan kalung berbentuk pesawat kertas pemberian Zayn. Aku tidak pernah melepasnya lagi sejak kejadian, dimana Zayn memasangkannya pada leherku.

Tanpa sadar, sebuah senyuman kecil terukir dengan jelas diwajahku tiap kali mengingatnya. Walaupun, sudah cukup lama aku tidak bertemu atau bahkan berkomunikasi dengannya.

Tiba-tiba, aku merasa ada seseorang yang memanggil namaku. Ah, mungkin itu halusinasiku saja.

"Daphney .." suara itu lagi.

Aku masih belum menoleh karena, aku tidak yakin ada orang lain selain aku diatas bukit ini.

Namun, tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundakku, dan aku pun menoleh kearah si pemilik tangan. Ternyata, itu dia ...

Aku mengerjapkan mataku untuk yang kesekian kalinya. Namun, orang itu tidak kunjung menghilang dari pandanganku.

Dan, saat ini aku baru sadar kalau, salah satu permintaanku sudah dikabulkan oleh tuhan.

Aku kemballi bertemu dengannya.

Paperplane ⇒ z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang