Tut.... Tut.... Tut....
"Ah enggak diangkat lagi. Ke mana sih Ero? Kalau begitu saya mana bisa tenang? Kok bisa sih ada gempa besar begitu tiba-tiba?" gumam Reese sambil berpikir sendiri.
Ia baru saja tiba di bandara di Sydney pukul 3 pagi tadi. Pukul 3 di bagian Sydney tentunya, entah jam berapa di Denpasar saat ini. Tadi saat ia menunggu di bandara tersebut ia malah melihat sebuah televisi yang menampilkan berita bahwa di Sydney juga habis ada gempa. Sepertinya pusat gempa yang berada di Denpasar itu sudah sampai Sydney. Hal ini sangat berbahaya tentunya. Bagaimana mungkin gempa besar yang sampai menimbulkan retak tidak mengundang tsunami? Kemungkinan besar akan terjadi tsunami setelah kejadian ini.
Lelaki remaja itu kembali menekan-nekan nomor ponsel milik Xaviero untuk menanyakan kabar darinya di Denpasar sana. Tapi lagi-lagi terputus begitu saja. Apakah terjadi sesuatu di Denpasar? Reese sangat khawatir akan hal itu.
Reese terus mencoba dan mencoba sampai ia bisa menghubungi sahabat satu-satunya itu. Apalagi nasib kedua orang tuanya juga dijaga oleh Xaviero dan keluarganya. Xaviero sudah berpesan akan bersama-sama saling menjaga dengan keluarganya jika terjadi sesuatu. Saat hampir saja putus asa Reese akhirnya mendapat jawaban dari sahabatnya tersebut.
"Halo?" sapa sahabatnya dari seberang sana.
"Halo, Ero!? Akhirnya kamu jawab juga telepon saya!" pekik Reese lega.
"Maaf le, gue lagi beberes di rumah. Abis gempa tadi gue mau ngungsi ke rumah lo. Soalnya beberapa dinding di rumah gue retak-retak dan udah enggak layak tinggal. Beruntung banget pesawat lo berangkat tepat waktu!"
"Gimana kabarmu, Ro? Orang tua saya gimana? Saya khawatir dari tadi."
"Baik untungnya le. Ya ada luka-luka sih soalnya gempanya gede banget kan? Nah itu banyak gedung runtuh. Untung kita berhasil keluar. Retakan di jalanan juga masih banyak. Pokoknya parah banget le. Ada mayat-mayat orang di mana-mana."
"Yaudah ke rumah saya aja Ro! Kalau bisa tinggal di tempat tinggi. Sewa rumah gitu."
"Hah? Kok tempat tinggi? Bahaya dong kalau gempa?"
Lelaki itu mendesah kesal. Ah padahal ia tidak mau orang-orang kesayangannya tenggelam di pulau kecil itu tapi benar juga. Bagaimana dengan gempa besarnya? Inikah yang dinamakan kalau sudah waktunya bencana besar tak akan bisa pergi ke mana-mana?
"Yaudah pokoknya ke tempat aman dulu! Kamu enggak boleh mati Ro!"
Saat Reese berkata begitu, sahabatnya itu malah tertawa sejadi-jadinya.
"Yailah le.... Jangan khawatir! Kami baik-baik aja, udah fokus dulu sama kerjaan lo ya? Gue ada berita baru. Pilot yang tadi dikabarin mau cepat berangkat itu ternyata sudah punya perasaan enggak enak dan melihat tanda-tanda di langit seperti akan terjadi bencana. Makanya dia mau cepat ke Sydney. Begitu beritanya, nanti kita teleponan lagi oke? Semangat menulisnya!"
Belum sempat Reese menjawab teleponnya tersebut sudah diputuskan oleh Xaviero. Lelaki itu kesal karena temannya begitu menganggap bencana ini terlalu enteng. Padahal Xaviero bukanlah orang yang seperti itu. Ia tahu seberapa khawatir dan seriusnya sahabatnya mengenai bencana alam. Maka dari itu Xaviero berbohong bahwa mereka baik-baik saja. Nyatanya kedua orang tua Reese sedang dirawat karena luka berat meski masih hidup. Dan dirinya sendiri mengalami patah tulang di bagian kaki kiri akibat tertimpa puing bangunan di bandara.
Beberapa bantuan sukarelawan masih terus berdatangan ke arah bandara. Mereka masih sibuk mencari mayat korban dan merawat orang-orang yang terluka. Hanya sedikit dari orang-orang di sana yang sehat sepenuhnya. Masih bisa dihitung jari untuk mereka yang selamat. Xaviero menatap runtuhan gedung bandara di hadapannya.
"Semoga Reese baik-baik saja di Sydney. Kayanya Bali udah enggak ada harapan...," gumamnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER DISASTER ft.Hyunwoo & IU
FanfictionBencana besar yang sudah diperkirakan dalam 5 sampai 10 tahun terakhir ini akan terjadi? Bencana yang akan menghancurkan bagian bawah bumi. Sedangkan bagian atas hanya terkena dampaknya. Bisakah agen mata-mata Parviz dan ketiga temannya menyelamatka...