#4 Kalau ditawari tumpangan lagi, artinya apa?

46.8K 6K 181
                                    


KELAS Tessa sedang diisi dengan kegiatan perkenalan sebelum dilanjut pembentukan struktur organisasi kelas, ketika dilihatnya beberapa anggota OSIS berjalan di koridor. Kak Edgar ada di antara mereka, berjalan pelan sambil ngobrol dengan siswi berkacamata di sebelahnya.

Tessa tidak sengaja menoleh lewat pintu yang terbuka.

Pandangan keduanya bertumbukan. Tapi karena tidak ada senyum tercetak di bibir lelaki itu, Tessa pun hanya mengangguk sopan.

"Ngelihatin siapa?" tanya Aurel yang jadi teman semejanya.

"Ketos," sahut Tessa cuek.

"Kenal?"

"Emang ada yang nggak kenal?" Tessa bertanya balik. Merasa pertanyaan barusan agak aneh.

"Iya juga sih." Aurel meringis dan kembali fokus menyimak teman baru mereka yang berdiri di depan kelas.




¤ ¤ ¤




Tessa memandang sekeliling sambil menenteng mangkuk soto ayam. Meja kantin sudah menuh. Dia terlambat datang karena dimintai tolong ketua kelas membantu mengumpulkan tugas perdana mereka ke kantor guru.

"Tessa!"

Tessa menoleh.

Kak Edgar yang memanggilnya.

Seniornya itu duduk di salah satu meja panjang di pinggir kantin. Bersama teman-temannya.

Tessa cuma mengangguk sopan. Tidak yakin apa maksud panggilan itu.

"Sini! Nggak dapet tempat, kan?"

Oh, God! Tessa membatin. Menyadari beberapa siswi kelas sepuluh langsung kompak menoleh.

Dia segera menghampiri meja itu, enggan diteriaki lagi dan menjadikan dirinya artis dadakan di antara siswa baru.

Edgar menepuk pelan tempat duduk kosong di sebelahnya.

Tessa segera duduk dan meletakkan mangkuknya di meja.

Semua pasang mata di meja itu menoleh.

"Siang, Kak." Tessa mengangguk ke seisi meja, yang sebagian besar cuma membalas anggukannya sekilas dan langsung mengabaikannya. "Saya Tessa, kelas Sepuluh Tujuh."

"Hai Tessaaa ...." Seorang siswi berjilbab yang duduk di seberangnya menyambutnya berlebihan, demi mengalihkan perhatiannya dari tanggapan cuek bebek seniornya yang lain.

Tessa cuma bisa meringis, tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Rasanya seperti sedang menjadi seekor lumba-lumba di antara kawanan paus. Tidak merasa terancam karena tahu dia bukan makanan mereka, tapi tidak juga merasa nyaman. Satu-satunya yang dikenalnya di meja itu cuma Kak Edgar. Itu pun jika berurusan perihal pembuatan surat pernyataan dan pulang bersama satu kali bisa dianggap kenal.

"Nggak beli minum?" Senior di depannya bertanya, membuatnya tersadar. Tadi dia memang sengaja mengantre soto duluan. Takut keburu antreannya makin panjang.

"Ini baru mau beli."

"Mau minum apa?" Edgar menyela, memiringkan tubuh hingga menghadap Tessa.

Tessa jadi agak kikuk. "Eung, teh botol. Kalau pesen minum di warung kelamaan, soalnya," jawabnya, ragu dengan nada bicaranya sendiri. Yakin pertanyaan Kak Edgar hanya basa-basi, dan tidak seharusnya dia menjelaskan alasannya memilih minuman segala.

Introvert Hangover [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang