TESSA membuka pintu rumahnya dengan terheran-heran karena menemukan Edgar sudah berdiri di hadapannya, masih berseragam sekolah. Sekarang sudah hampir pukul tujuh malam.
"Buset, ke sini lagi?" tanya cewek itu dengan kedua alis terangkat. Benar-benar tidak paham jalan pikiran cowok satu ini. Bisa-bisanya bolak-balik ke rumahnya tiga kali sehari, seperti minum obat saja.
Edgar tidak menggubris pertanyaannya. "Keadaan lo gimana?" tanyanya balik. Tapi gadis di depannya ini memang terlihat sudah jauh lebih baik dibanding saat di sekolah tadi. Tessa sekarang kelihatan lebih segar. Bahkan rambutnya kini basah karena habis mandi keramas.
Tessa menghela napas. "Baik. Tadi udah sempet tidur, terus kebangun karena laper. Ini baru kelar mandi dan mau pergi nyari makan."
Edgar mengangkat bungkusan di tangannya ke depan wajah Tessa. Merasa senang karena, sekali lagi, keputusannya tepat. "Udah gue beliin. Sate kambing. Gue beliin obat penurun demam sama vitamin sekalian."
Tessa menghela napas lagi, tapi urung mengomel, pilih mempersilakan Edgar masuk ke ruang tamu karena angin yang berhembus membuat suhu di luar rumah terasa dingin.
"Hujan lagi nggak tadi?" tanyanya sambil menyalakan lampu.
Edgar melepas sepatunya di teras, menutup pintu, kemudian mengikuti langkah Tessa masuk ke dalam rumah. Diletakkannya kantong yang dibawanya di meja, tas sekolahnya di salah satu kursi, kemudian duduk. "Pas rapat tadi hujan. Tapi udah reda pas mau ke sini."
Tessa duduk di sebelahnya, memandang Edgar sebentar, yang juga terlihat lelah hari ini. Rambutnya yang mulai panjang sudah berantakan karena bolak-balik pakai helm. Mukanya juga terlihat lesu.
Seperti yang dilakukan Edgar tadi, Tessa juga ingin sekali balik menyentuh dahinya, memeriksa apakah dia sehat-sehat saja. Atau menggenggam tangannya. Tapi ditahannya, pilih bangkit menuju dapur.
Memang benar kata orang, cewek-cowok kalau berduaan godaannya banyak. Apalagi kalau berduaannya dengan pacar seperti Edgar.
"White coffee mau?" tanyanya segera, mengalihkan perhatiannya sendiri.
"Mau." Edgar manggut-manggut. Menyisir rambutnya yang mulai lepek menggunakan jari, memperhatikan Tessa berjalan menjauh. Gadis itu biarpun cuma pakai kaos oblong, celana training, sandal jepit, dan rambut lepek karena masih basah, tetap enak dilihat. Kelihatan cantik natural, malah. Butuh otak yang waras agar dia tidak terus-terusan memaku pandangannya ke wajah Tessa yang manis dan membuat gadis itu malah tidak nyaman dan mengusirnya. "Eh, Tes, gue numpang ke kamar mandi, ya."
"Iya." Tessa menyahut dari dapur. "Kalau mau pakai facial wash Tessa, pakai aja. Handuk bersih ada di kabinet di atas wastafel."
"Oke."
Tak lama kemudian keduanya sudah duduk di ruang tamu menghadapi piring sate dan mug kopi masing-masing. Ceret air putih dan gelas juga sudah tersedia di tengah meja.
"Kalau Tessa sakit beneran dan masuk rumah sakit, bisa-bisa Kakak nggak pulang sama sekali, nungguin Tessa opname," seloroh Tessa sambil memilah-milah potongan cabai diantara bumbu satenya. Dia sedang tidak ingin makan cabai.
Edgar meringis. Ya jelas, batinnya. Selama orang tua Tessa belum datang dari Bandung, bisa jadi malah dia bakal meminta Mamanya menjaga Tessa selagi dia ke sekolah.
"Kepedean lo, Tes." Edgar cuma bisa tertawa.
"Abis, Tessa baru demam dikit, Kakak udah bela-belain bolak-balik ke sini. Kayak pengangguran aja. Kakak nggak percaya aku bisa jaga diri sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Hangover [COMPLETED]
Teen FictionTessa pikir, menjadi murid SMA itu tidak jauh berbeda dengan menjadi murid SMP. Asal dia teguh pada pendirian, maka semuanya akan berjalan lancar. Namun, nyatanya semakin tinggi tingkatan sekolahnya, makin banyak pula yang harus dia hadapi. Dan beru...