"TESSA nggak masuk ke mana, Gar?" tanya Ricis ke Edgar begitu memasuki ruang kelas di suatu pagi. Yang ditanya kontan melongo karena merasa tidak tahu apa-apa.
"Emang dia nggak masuk?" tanya Edgar balik.
"Iya, tadi gue ketemu Aurel pas mampir ke koperasi. Gue tanya Tessa ke mana, kok tumben nggak sepaket mereka berdua, eh dia bilang Tessa izin nggak masuk sekolah, keluar kota." Ricis meletakkan tasnya, kemudian duduk di bangkunya, sekilas melirik Troy yang sedang sibuk menyalin PR Kimia, entah milik siapa yang disalin.
"Dia nggak ada bilang sama gue." Edgar langsung merasa gerah di bangkunya mendengar info barusan. Pasalnya dia benar-benar tidak tahu menahu soal kepergian Tessa yang entah ke kota mana ini. Akhir-akhir ini komunikasi mereka juga cuma sekedarnya, karena terakhir saat mengunjungi rumahnya, Tessa bilang dia akan sibuk beberapa hari ke depan untuk mengerjakan banyak orderan.
"Lo udah nggak pernah nyatronin dia ke rumahnya?" tanya Ricis lagi, kali ini posisi duduknya sudah berbalik menghadap ke meja Edgar, dengan satu kaki dilipat di atas kursi. Karena bawahan seragamnya berupa celana kulot, dia jadi suka duduk semena-mena, nggak ada manis-manisnya jadi cewek.
"Enggak. Terakhir weekend kemarin. Dia nggak suka gue ke sono kalau nggak penting."
"Chat sama video call juga enggak?"
"Mana mau dia ngangkat kalo ditelepon? Chat juga syukur-syukur kalo diread."
"Buset, udah stadium akhir banget ya hubungan lo? Emang lo bikin dosa apa lagi, sih?"
"Emang tampang gue kayak lelaki pendosa apa?"
Ricis dan Troy kontan ngakak mendengarnya. Edgar kalau lagi galau bisa aja mulutnya. Sok-sokan memelas gitu. Padahal biasanya juga congkaknya selangit.
"Tapi Tessa aneh banget, sih. Tiba-tiba ngehindar gak jelas. Kalau udah nggak suka, kan, harusnya tinggal bilang aja." Troy nimbrung, membuat dia kontan dihadiahi toyoran di kepala oleh Edgar.
"Eh, emang di Rex nggak tahu dia ke mana?" Ricis masih kepo.
Edgar mendengus. "Emang lo tau tetangga gang sebelah ke mana kalau lampu terasnya nyala beberapa hari? Enggak, kan?"
"Tapi kan ini bukan sekedar tetangga gang sebelah biasa. Kan temen sekolah. Beda dong." Troy sepakat dengan Ricis, membuat muka Edgar makin masam.
"Tu anak lagi ada masalah kali, ya?" Ricis menopang dagu di sandaran kursi. "Makanya hubungan kalian jadi gitu. Soalnya dianya udah nggak mood ngapa-ngapain, karena udah ruwet kepalanya. Boro-boro mikirin elo, sekolah juga ditinggal sama dia."
"Iya kalau itu sih jelas. Tapi kalau dianya nggak mau cerita, gue kudu gimana? Tessa tuh sok kuat. Nggak pernah mau bikin orang lain ribet sama masalah dia."
"Mungkin lo kurang berusaha bikin dia nyaman."
"Nah, gue harus gimana lagi sih, biar cewek ngerasa nyaman? Biasanya juga mereka pada nemplok tanpa gue berusaha."
"Kan Tessa kasus langka. Lo kan pernah bilang she's the one."
"Elo sih pakek sok-sokan berinisiatif masang CCTV waktu itu. Cewek kayak Tessa tuh nggak mau dipaksa-paksa. Semuanya kudu berdasarkan musyawarah-mufakat." Troy ikut-ikut menyudutkan Edgar.
"Kalau itu sih kayaknya dia udah maafin. Kemaren terakhir kali gue ke rumahnya, dia udah lumayan open lagi. Tapi nggak tahu tiba-tiba aja ngilang."
"Itu tetangga dia nggak tahu juga? Siapa namanya? Asti?"
"Eh ini Tessa bales WA." Edgar mnghentikan percakapan mereka sejenak, membuka pesan balasan dari Tessa. "Ke Bandung doi. Kangen ortu katanya."
"Ooh." Ricis manggut-manggut. "Iya sih, udah hampir setengah semester nggak ketemu. Pastilah dia kangen."
"Edgar, Edgar ... cewek lo pulang kampung masa lo nggak tahu." Troy menepuk bahunya dengan simpati yang dibuat-buat.
"Bawel, deh."
"Itu aturan komunikasi dasar lho. Biarpun kalian bukan tipe pasangan bucin yang setiap saat mau ngapa-ngapain mesti izin dulu, tapi kalau mau pulang kampung mah harusnya tetep ngabarin. Mana Bandung-Malang kan nggak deket."
Tessa juga kenapa nggak ngabari dia, sih? Edgar jadi gemas sendiri. "Urgent banget kali, sampe nggak kepikiran yang lain-lain."
"Iya. Positive thinking aja terus!"
Edgar cuma menghela napas, mengetik balasan untuk pesan Tessa tadi.
Edgar Samapta
Anak2 pada nyariin elo, Tes
Sekolah sepi kalau lo nggak ada.Tessania Prameswari
Tessa nyampe Malang sore ini.Tessania Prameswari
Naik kereta.Tessania Prameswari
Mau jemput di stasiun?Edgar Samapta
Mau!Edgar Samapta
Jam berapa?Tessania Prameswari
Abis Maghrib.Edgar Samapta
Oke. Siap.
Akhirnya Edgar bisa bernapas lega.
Nggak pa-pa kalau Tessa nggak mau bilang-bilang padanya. Edgar nggak akan menuntut kalau memang cewek itu tidak menganggap penting untuk memberitahunya. Setidaknya pasti gadis itu pulang kampung atas sepengetahuan orang tuanya, atau minimal Budhe-Pakdhenya.
Edgar sudah bersyukur kalau Tessa baik-baik saja dan akan pulang sore ini, bahkan memintanya menjemput.
Di dalam kereta yang ditumpanginya, Tessa mematikan layar ponsel dan memasukannya kembali ke saku jaket, menghela napas panjang. Matanya terasa berat karena semalam tidak bisa tidur, dan sejak tadi di kereta pun terus terbangun bahkan sebelum lelap.
Dibukanya sedikit tirai jendela di sebelah bangkunya.
Diluar mendung, seperti suasana hatinya. Tapi Tessa sudah bertekad tidak akan menangis lagi.
Tuhan menyayanginya. Makanya memberi dia cobaan.
Kemudian ponselnya terasa bergetar di saku. Ada pesan masuk. Kali ini bukan dari Edgar, tapi Rex.
Rex Pataga
Udah minta jemput Edgar?Tessania Prameswari
Udah.Rex Pataga
Oke. Ati2.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Hangover [COMPLETED]
Teen FictionTessa pikir, menjadi murid SMA itu tidak jauh berbeda dengan menjadi murid SMP. Asal dia teguh pada pendirian, maka semuanya akan berjalan lancar. Namun, nyatanya semakin tinggi tingkatan sekolahnya, makin banyak pula yang harus dia hadapi. Dan beru...