EDGAR merasa belum lama ia tertidur setelah mabar game bersama Rex dan Troy, ketika getaran ponselnya di nakas membuatnya kembali terbangun.
Sebuah panggilan dari nomor tak dikenal.
Edgar ingin menyumpah, tapi diangkatnya juga telepon itu karena penasaran. Siapa yang berani mengusiknya dini hari seperti ini?
"Ini Asti, Gar. Anak IPA lima. Tetangga sebelah rumahnya Tessa."
Belum sempat Edgar mengucap halo, yang di seberang sudah nyerocos duluan.
Asti. Edgar tahu gadis itu karena sering lewat di depan rumah Tessa, sementara kalau di sekolah, dia merasa tidak pernah berpapasan karena memang tidak pernah satu kelas atau satu organisasi. Gadis itu tergolong anteng dalam lingkaran pergaulannya sendiri, tidak suka cari sensasi sana-sini biar populer.
"Iya?" gumamnya, tanpa membuka mata. Gila aja, paling dia belum ada sejam merem, eh sudah ada gangguan.
"Rumah Tessa kemalingan."
"Hah? Ngeprank lo!"
Tapi tanpa bertanya-tanya lagi, dia langsung mencari kunci motor. Mamanya masih tidur. Tanpa berpamitan, dia langsung menuju rumah Tessa. Masih memakai kaos oblong lengan pendek, celana pendek, dan sandal jepit. Memacu motornya dengan kecepatan tinggi di jalan Kota Malang yang masih lengang.
Tadi sore saat meninggalkan Tessa yang ketiduran di sofa ruang tengah, perasaannya memang sudah tak enak.
Tessa cuma seorang ABG, for God's sake. Bisa-bisanya dia segitu santainya tinggal sendirian jauh dari orang tua, sementara keluarga Budhenya sedang pergi ke luar negeri.
Dia terlalu positif thinking pada semua orang. Tidak sadar kalau bumi ini dihuni banyak orang bejat.
Ya Tuhan.
Dada Edgar terasa bergemuruh.
Semoga gadis itu tidak kenapa-napa.
Dinaikkannya kecepatan motornya karena mendadak merasa seperti jarak rumahnya dan rumah Tessa jadi begitu jauh.
Rumah itu terang benderang dan ramai di halamannya. Edgar memarkir motornya sembarangan di pinggir jalan depan rumah, tidak mau repot-repot memasukkan ke halaman.
Tessa duduk di teras, bersama Asti yang tadi meneleponnya. Rex juga sudah ada di sana.
Tessa terkesiap melihat Edgar dan langsung berdiri karena tidak merasa telah memberi kabar padanya.
Edgar menghampiri dengan setengah berlari dan langsung memeluknya. Dan masih bisa-bisanya Tessa terlihat tenang. Tidak nampak trauma sedikit pun.
"Lo nggak pa-pa, Tes?" tanyanya dengan suara bergetar. Sungguh dia ketakutan sekali kalau-kalau terjadi sesuatu pada gadis itu.
"Nggak pa-pa." Tessa menepuk-nepuk pelan punggung Edgar, seolah justru Edgar-lah yang butuh ditenangkan.
"Gue khawatir banget sama lo, Tes."
Suara Edgar masih terdengar bergetar, seperti mau menangis. Tessa juga bisa mendengar jantungnya berdegup kencang, membuatnya jadi merasa tidak enak hati karena merepotkan orang. Padahal dia sendiri tidak apa-apa.
"Iya, Tessa tau. Makasih banyak perhatiannya. Tapi Tessa emang nggak kenapa-napa."
Tessa melepas pelukan mereka duluan karena sadar masih banyak orang di rumahnya.
"Duduk dulu, Gar." Asti yang berbicara. "Sorry gue nelepon lo malem-malem gini. Padahal Tessa udah ngelarang."
Edgat mengangguk samar, duduk di sebelah Rex sementara Tessa kembali ke tempat duduknya semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Hangover [COMPLETED]
Teen FictionTessa pikir, menjadi murid SMA itu tidak jauh berbeda dengan menjadi murid SMP. Asal dia teguh pada pendirian, maka semuanya akan berjalan lancar. Namun, nyatanya semakin tinggi tingkatan sekolahnya, makin banyak pula yang harus dia hadapi. Dan beru...