"BUSET, muka lo Tes!"
Edgar langsung tertawa begitu melihat Tessa keluar dari gerbang sekolah, setelah penutupan Persami di sore harinya. Gadis itu menenteng tongkat-tongkat bawaannya kemarin, dengan muka kucel, rambut kucir ekor kuda berantakan, dan seragam pramuka kusut. Kelihatan jelas dua hari tidak mandi.
"Kenapa?" Tessa mengernyit.
"Kelam. Kayak masa depan Troy."
Tessa ketawa setengah hati. Kak Troy selalu saja jadi perumpamaan yang jelek-jelek. Padahal mah orangnya cakep dan baik. Senang mengajaknya ngobrol juga. "Panas banget sih dua hari ini. Dijemur mulu."
"Yuk, langsung caw. Biar lo bisa cepet mandi." Edgar menepuk boncengannya.
Tessa segera naik, merapikan tongkat yang dibawanya. Memegangnya dengan satu tangan, dan tangan lainnya mencengkeram jaket Edgar.
"Lo bau, Tes! Jangan deket-deket!" Edgar menggoda lagi.
Tessa mencubit pinggangnya keras-keras dan Edgar mengaduh sambil mulai menyalakan mesin.
Lampu depan rumah Tessa menyala karena memang dia nyalakan saat hendak berangkat kemarin. Halaman dan terasnya dipenuhi daun berguguran, membuatnya nampak jelas kelihatan habis ditinggal pergi sang pemilik rumah.
"Rumah lo kayak rumah hantu. Nggak takut?" tanya Edgar sambil memasukkan motor ke halaman, sementara Tessa menutup kembali pagarnya.
"Apaan, sih? Lebay!"
Tessa melepas sepatunya yang berlumpur dan meninggalkannya di depan garasi untuk dicuci besok. Dibukanya pintu rumah dan diletakkannya ransel dan bawaanya yang lain begitu saja ke lantai ruang tamu karena semuanya kotor, kemudian mendudukkan pantatnya di sofa terdekat.
Badannya remuk karena kurang tidur, plus tidurnya di tenda yang keras dan dingin.
"Kompleks lo sepi amat, Tes." Edgar ikut duduk di sebelahnya tak lama kemudian.
"Ibu-ibu lagi ada acara ziarah wali. Paling ntar malem banget baru nyampe. Atau besok."
"Budhe lo ikut?"
"Budhe, Pakde, Mas Irham lagi umroh."
Mas Irham itu sepupu Tessa. Anak Pakde-Budhe satu-satunya.
Edgar manggut-manggut. "Buruan mandi, gih. Kumel banget gitu."
"Iya." Tessa memaksa dirinya bangkit berdiri meski sangat malas. "Kakak masih mau di sini?"
"Hmm. Masa iya lo mau nyuruh gue langsung pulang? Kejam amat. Emang gue tukang ojek?" Edgar berdecak. "Laper nggak?"
"Bikin mie instan aja. Di dapur banyak. Lagi males keluar."
"Gue yang bikin, deh." Edgar bangkit. "Mau mie goreng apa kuah?"
"Goreng dikasih kuah dikit. Pakai telor ceplok. Setengah mateng."
"Ck. Banyak maunya!"
Tapi Edgar tetap dengan cekatan mulai mencari panci untuk merebus air, sementara Tessa langsung masuk ke kamar mandi setelah mengambil baju ganti.
Agar nanti tidak banyak cucian, Edgar memasukkan dua porsi mie ke dalam satu piring besar sekaligus, kemudian meletakkan teflon kecil ke atas kompor untuk membuat telur ceplok setengah matang. Tessa suka telur mata sapi yang kuningnya masih mengalir, dengan banyak taburan bubuk lada hitam di atasnya.
Tak lama gadis keluar, memakai kaos oblong dan celana training, dengan handuk terlilit di atas kepala. Mereka makan di ruang tengah sambil menyalakan TV.
"Mama nyuruh gue ngajakin lo ke rumah, Tes." Edgar bicara sambil mengganti channel dengan remote.
"Ngapain?"
"Mau ditraining jadi calon mantu."
Tessa melotot. "Kakak tu lama-lama ternyata ngillfeelin, ya?"
Edgar baru tujuh belas tahun, dan dia sendiri bahkan belum genap lima belas. Tentu dia mulas mendengar kata-kata horor semacam mantu dan sebangsanya.
"Serius, Tes." Edgar mencomot kerupuk dari stoples. "Kapan nih, mau ke rumah?"
"Nggak mau."
"Eh?" Edgar menelan kerupuknya. "Nanti gue ajak yang lain biar nggak krik-krik."
"Kapan-kapan, deh. Belum tahu kapan longgarnya. Kakak kan juga masih mau persiapan Sertijab OSIS."
"Sertijab mah tinggal sertijab aja. Kan udah beres semua LPJ gue. Yang jadi panitia sertijab juga kan OSIS baru, bukan angkatan gue."
Selesai makan, Tessa langsung ambruk ke sofa karena terlalu mengantuk. Edgar yang mencuci piring, gelas, dan sendok-garpu mereka. Dia juga yang mengunci semua jendela dan menutup gorden yang tadi sempat dibuka agar ada sirkulasi udara.
"Gue pulang, ya."
"Hmm." Tessa cuma menggumam sambil merem.
"Kalau ada apa-apa hubungin gue."
Gadis itu tetap tidak membuka mata. Bahkan tidak menyahut lagi.
"Kunci pintunya, terus pindah ke kamar. Jangan tidur di situ."
"Iyaaa, Kak. Buruan pulang sana, biar aku cepet tidur."
Edgar mesem dan buru-buru keluar. Ditunggunya Tessa sesaat di depan pintu. Karena gadis itu tidak juga beranjak untuk datang menguncinya, diambilnya anak kunci yang tergantung di lubang bagian dalam pintu dan dikuncinya dari luar. Lalu anak kuncinya dia lemparkan ke dalam rumah lewat ventilasi.
Kemudian dia pulang, tak lupa menyapa sekuriti kompleks yang sudah mulai akrab dengannya.
"Bang, jagain Tessa ya. Kalau ada apa-apa kabarin gue. Lagi sepi banget ini kompleks, agak khawatir jadinya."
"Santuy, Gar. Ada gue, kompleks aman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Hangover [COMPLETED]
Teen FictionTessa pikir, menjadi murid SMA itu tidak jauh berbeda dengan menjadi murid SMP. Asal dia teguh pada pendirian, maka semuanya akan berjalan lancar. Namun, nyatanya semakin tinggi tingkatan sekolahnya, makin banyak pula yang harus dia hadapi. Dan beru...