#3 Gary Stu

50.4K 6.6K 208
                                    


TESSA mengusap peluh di dahi dengan punggung tangan, berusaha mengikuti langkah cepat Nirina, teman baru yang kemarin namanya ia lupakan, menuju ke bawah sebuah pohon rindang yang tumbuh di pinggir lapangan rumput sekolah.

Mereka harus gerak cepat sebelum didahului siswa lain. Pasalnya cuaca sekarang lumayan terik dan bawah pohon adalah tempat duduk idaman semua orang.

Sekarang hari kedua MOS sekaligus hari terakhir. Dan kegiatan mereka semenjak pagi tadi hanya diisi dengan diskusi kelompok. Temanya seputar pengembangan diri selama menjadi siswa SMA dan manfaat yang bisa mereka diberikan kepada lingkungan dan sosial masyarakat. Dan setelah istirahat makan siang nanti, berbagai wahana outbond sudah menanti di lapangan.

"Nanti kita becek-becekan, deh." Nirina menggerutu sambil membuka nasi kotaknya, memperhatikan beberapa panitia sengaja menyemprot salah satu sudut lapangan yang dijadikan lokasi jalur rintang dengan selang air.

Mereka berdua duduk bersila tanpa alas di atas rumput. Siswa-siswa yang lain juga berpencar ke bawah-bawah pohon. Dan ada yang bergerombol di teras-teras kelas.

"Nggak pa-pa, kan hari terakhir. Masih pakai seragam olahraga SMP juga. Besok-besok udah nggak dipakai lagi." Tessa mesem.

Dia kurang tertarik mengeluhkan hal-hal diluar kendalinya. Arena outbond sudah siap. Dan dia bukan panitia. Tentu dia hanya bisa mengikuti.

Toh susunan acara jelas dipilih dengan banyak pertimbangan. Pasti lebih banyak sisi positif dibanding negatifnya.

Tessa mencoba makan dengan khidmad sampai pernyataan Nirina membuatnya nyaris tersedak.

"Ketos kita ganteng banget, ya? Apa semua ketos di SMA kayak gitu?"

Yang ditanyai segera meneguk air minumnya.

Nirina melotot. "Kamu nggak pa-pa?"

"Nggak pa-pa," sahut Tessa seraya mengelap mulut.

"Aku nanti mau daftar jadi anggota OSIS aja, ah. Biar bisa modus." Nirina meringis.

"Kan ketosnya udah kelas dua belas. Gimana bisa modusin? Kan dia nggak mungkin ikut OSIS satu periode lagi."

"Jangan jauh-jauh mikirnya." Nirina tertawa. "Jadi gini. Nanti kalau daftar, siapa yang nyeleksi? Anggota OSIS yang sekarang, kan? Terus sebelum pelantikan―misalkan lolos―kan pasti ada proses pembuatan program kerja yang baru. Nah disitu kan masih bisa modus, meski nggak panjang waktunya. Dan kalau bisa dapet nomor HPnya ...."

Nirina terkikik geli membayangkan khayalannya jadi nyata.

Tessa cuma bisa geleng-geleng kepala.

"Kalau kamu mau ikut ekskul atau organisasi apa, Tes?"

Tessa menggaruk-garuk dagu yang tidak gatal.

Sekolah full day membuatnya tidak ingin mengikuti ekskul apapun. Tapi karena setiap siswa wajib mengikuti satu ekskul, mungkin nanti dia akan coba memilah-milah ekskul mana yang sekiranya paling tidak akan membebaninya.

Dia sebenarnya bukan siswi apatis yang tidak suka berorganisasi. Waktu SMP dia malah ikut OSIS, Pramuka, ekskul Basket, juga Paskibraka sekaligus. Namun, sekarang dia punya prioritas lain untuk waktu luangnya.

Tak lama kemudian terdengar pemberitahuan bahwa waktu istirahat telah berakhir. Keduanya segera membuang sisa makan siang mereka ke tong sampah terdekat, memisahkan isinya dalam bak organik dan anorganik.




¤ ¤ ¤




Tessa berhasil merangkak melewati jalur rintang sepanjang dua puluh meter itu, namun plester di sikunya ikut lolos semua. Lututnya selamat karena celana olahraga yang dia kenakan panjangnya semata kaki. Tapi sikunya tidak. Dia meringis, berusaha keras menahan perih. Kemudian segera meminta izin panitia untuk ke kamar kecil.

Dibersihkannya lukanya yang terkena lumpur dengan air mengalir dari wastafel.

"Kamu masih sakit kenapa nggak bilang?"

Tessa menoleh ke pintu.

Seorang panitia yang kemarin memberinya obat merah dan plester. Anggota Seksi Kesehatan.

"Eung ... saya nggak pa-pa, kok, Kak."

"Ayo ikut ke UKS. Saya bersihin lagi lukamu."

"Hah?"

"Ayo cepetan, keburu Kak Edgar marah-marah."

Kak Edgar?

Tessa terdiam sesaat, segera menyusul siswi berambut panjang itu ke UKS, pasrah sekaligus bersyukur mendapatkan perawatan.

"Kamu ceweknya Kak Edgar?" tanya si panitia Seksi Kesehatan itu sembari membersihkan lukanya dengan normal saline.

"Hah?" Tessa melongo lagi.

Tidak paham mengapa dia disangkut-pautkan dengan Ketua OSIS, dengan titel cukup mengejutkan pula.

Pasti ada kesalahpahaman di sini.

"Lupain, deh. Pokoknya kalau nanti dia tanya, bilang kalau aku udah menjalankan tugas dan fungsi sebagai Seksi Kesehatan. Dengan baik dan benar. Oke?"

Kemudian setelah menutup rapi luka di kedua siku Tessa, siswi itu segera bangkit dari kursi. "Buruan balik ke lapangan. Kalau ada permainan yang ngesot-ngesot lagi, bilang ke panitia kalau udah dapat izin nggak ikut dari Kak Angel."

Gadis itu menghilang.

Tessa segera kembali ke lapangan.




¤ ¤ ¤




Selesai apel penutupan, seluruh siswa baru berbaris untuk bersalaman dengan panitia. Ceritanya biar saling kenal dan saling memaafkan kalau-kalau selama dua hari menjadi panitia, mereka ada salah kata atau perbuatan. Nirina yang berdiri di belakang Tessa menyenggol-nyenggol karena histeris akan bersalaman dengan orang yang dia suka.

"Stt. Nanti kelihatan jelas kalau naksir. Bikin malu." Tessa menasehati.

"Nggak bisa ditahan, Tes. Ini muka semringah alami. Real. Keluar sendiri, nggak dibikin-bikin."

"Bisa. Jangan sampai kamu jadi malu sendiri."

"Oke." Nirina mencoba mengatur ekspresinya agar terlihat biasa, namun jelas gagal.

Kemudian giliran mereka bersalaman. Sang Ketua OSIS berada di tengah deretan panjang itu.

Edgar.

Tessa membaca bordiran nama itu pada dada sebelah kanan kaos olahraga yang dia kenakan itu sekali lagi, yakin tidak ada nama lain yang sama di lapangan ini.

Tessa tersenyum sopan ketika tangan itu menjabatnya erat. Kemudian segera beralih menjabat orang lain yang berdiri di sebelahnya.

Setelah itu mereka langsung pulang, sementara panitia tampak mulai sibuk membereskan peralatan outbond yang mereka pakai hari ini.

"Nyari siapa? Dari tadi celingukan?"

Nirina menyenggol lengan temannya ketika mereka berdua sudah berdiri di halte dekat gerbang sekolah. Tessa kontan tergeragap.

"Enggak nyari siapa-siapa. Heran aja dari tadi nggak dapet-dapet drivernya."

Nirina menoleh ke ponsel di genggaman Tessa yang menunjukkan sebuah aplikasi ojek online. "Sabar. Namanya juga jam sibuk," hiburnya.

"Hmm." Tessa menyahut sambil lalu, menyaksikan satu persatu para siswa baru keluar dari gerbang.

Tentu saja hari ini dia akan pulang naik ojek. Memang apa yang dia harapkan?




Introvert Hangover [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang