"TEEES, Waketos udah mulai masuk sekolah! Tadi gue lihat di parkiran!"
Hari Senin pagi, Aurel berteriak-teriak heboh di dalam kelas. Tessa yang sebenarnya sudah mendengar berita tersebut lebih dulu dari Kak Asti, tetangga sebelah rumah, hanya bisa berlagak surprised, daripada membuat teman sebangkunya kecewa.
"Gilaaa, aslinya ganteng banget, jauh lebih ganteng dari foto di buletin. Mirip Jefri Nichol. Hiks." Aurel menangkupkan tangan di kedua pipi sambil merem, nampak jelas sedang membayangkan wajah sang pujaan hati.
Tessa bergidik sendiri.
Dia suka Waketos juga, tapi nggak segitunya. Dan tentu saja orang yang dimaksud beda jauh dengan seleb yang disebutkan tadi.
Jefri Nichol mah kecakepan. Jauuuh.
"Nanti pas istirahat pokoknya temenin nyari dia, ya?" Aurel memohon.
Tessa ternganga. "Mau ngapain?"
"Nggak pa-pa. Pengen lihat doang."
Tessa mendengus pelan.
Padahal tadinya dia ingin memberi tahu cewek ini bahwa dirinya dan Rex, si Waketos, sebenarnya bertetangga. Tapi melihat reaksi ekstrem barusan, otomatis Tessa membatalkannya. Biarlah Aurel tahu dengan sendirinya, asal tidak dari mulutnya. Dia ogah disalahkan seandainya terjadi sesuatu. Soalnya cewek-cewek macem gini punya potensi untuk jadi stalker.
¤ ¤ ¤
Tapi ternyata, saat jam istirahat tiba, boro-boro menguntit kakak kelas, pergi makan ke kantin saja mereka tidak sempat, karena tugas yang harus dikumpulkan saat jam pelajaran tadi belum selesai juga hingga bel berbunyi.
Bukan karena tugasnya begitu sulit. Tapi begitu banyak.
Soal-soal essay semua.
Saking banyaknya, semua mengerjakan secara berkelompok, saling contek menyontek, bagi tugas. Nggak mungkin diperiksa juga. Paling pol, tugas ini hanya diberikan biar anak sekelas tidak ada yang keliaran di luar saat jam kosong tadi.
Bisa dibayangkan riweuh-nya seperti apa. Nyaris nggak ada yang duduk di bangku masing-masing. Semua bergerombol, menggeser meja dan kursi-kursi. Belum lagi penghuni kelas minim yang membawa penghapus bolpoin, membuat suasana jadi makin nggak karuan karena saling sodok menyodok menunggu giliran meminjam. Tessa akhirnya mengalah dan berlari membelinya di koperasi sekolah.
Saat hendak kembali ke kelas, langkahnya terhenti oleh kemunculan orang yang sejak tadi pagi dibicarakan.
"Tessa?"
Cowok berbadan tinggi menjulang itu memandangnya terheran-heran.
Sang atlet renang.
Tentu saja. Siapa yang akan menyangka Tessa melanjutkan sekolah di sini?
"Hai, Rex." Tessa mesem.
Yang disenyumi kontan ternganga. "Beneran Tessa? Sekolah di sini?"
Tessa meringis, mengangguk-angguk.
Dia memang belum lama tiba di Malang, belum sempat main ke mana-mana, jadi belum banyak temannya yang mengetahui kepindahannya.
Mereka tinggal di satu kompleks yang sama, sekolah di SD yang sama. Lalu saat kelas tiga, Tessa pindah ke Bandung, dan selanjutnnya hanya sesekali bertemu saat mudik lebaran atau libur sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Hangover [COMPLETED]
Teen FictionTessa pikir, menjadi murid SMA itu tidak jauh berbeda dengan menjadi murid SMP. Asal dia teguh pada pendirian, maka semuanya akan berjalan lancar. Namun, nyatanya semakin tinggi tingkatan sekolahnya, makin banyak pula yang harus dia hadapi. Dan beru...