7. Insiden Preman

951 68 0
                                    

Di area parkir, Andre tengah menunggu Kento untuk pulang bersama. Memang, tempat tinggal mereka berbeda dan juga membawa kendaraan masing-masing. Namun, tak ayal keduanya suka saling menunggu. Entah untuk mengobrol sebentar atau pun sekedar nongkrong di tempat langganan mereka.

Beberapa menit kemudian, ponsel miliknya berbunyi, menandakan panggilan masuk. Ia pun segera melihat dan mengangkatnya.

Andre menghela nafasnya saat panggilan itu berakhir. Ternyata Kento tak bisa pulang bersama, lantaran sedang ada rapat ekskul taekwondo. Dan pada akhirnya, ia pulang seorang diri tanpa bersama Kento.

●●●

Pulang sekolah, Ara menyusuri jalan untuk menuju ke kafe. Saat ini ia sedang tak ingin menaiki kendaraan umum atau pun bus. Dengan riang Ara berjalan seraya bernyanyi, mengikuti alunan musik yang ia dengarkan melalui earphone.

"Mau kemana, Neng?"

Ara yang melihat ada dua orang pria berbadan besar dan berpakaian serba hitam pun, segera melepaskan earphone dan memasukan ke dalam saku roknya.

"Siapa, ya?" tanya Ara dengan nada bingung.

"Neng cantik baru pulang sekolah, ya?"

"Kalo saya pakai seragam sekolah, ya berarti abang-abang ini tahu, dong?" jawab Ara dengan raut wajah kesal. Sudah tahu pulang sekolah masih saja bertanya. Memangnya tidak melihat dirinya yang masih memakai seragam? Dasar manusia gak jelas, pikirnya.

"Jutek banget, si." Salah satu preman itu berujar seraya menjawil dagu Ara.

"Ish, jangan sembarangan pegang-pegang segala! Kalian ini gak ada kerjaan, apa? Ganggu anak remaja yang masih berstatus pelajar pula."

"Abis cantik, si, kamunya. Jadi pengen gangguin, deh." Preman itu memegang bahu Ara dengan sembarangan. Dan jelas saja Ara semakin marah atas tindakan dua preman itu.

"Gue bilang jangan pegang-pegang!" ucap Ara dengan berteriak, seraya menepis tangan itu dari bahunya.

"Jangan ngambek dong. Main-main, yuk, sama kita berdua. Di jamin bakalan nagih, deh."

"Gila ya! Gue bukan wanita jalang, jadi gak usah ajak-ajak gue."

"Ikut kita aja, yuk, aman!" Dua preman itu dengan seenaknya menarik lengan Ara secara paksa.

"Lepasin! Gue gak mau ikut," teriak Ara lagi dengan kencang.

Dua preman itu tak acuh akan suara Ara, mereka masih saja menariknya dengan paksa. Hingga mau tak mau, langkah Ara ikut menyamai dua preman tersebut. Sedari tadi Ara mencoba berusaha memberontak, tapi tetap saja tak ada hasil.

"Tolong ... siapapun tolong Ara!" teriak Ara kencang. Entah pada siapa ia meminta tolong, yang terpenting sekarang ia harus bisa menyelamatkan diri dari dua orang preman menyeramkan ini.

"Diam kamu bocah! gak akan ada yang nolongin kamu. Karena jalan ini sangat sepi." Dua preman itu tertawa dengan senang.

Ara yang mendengar perkataan itu langsung mengedarkan ke sekitar, memang benar tempat ini benar-benar sepi. Sungguh ia takut sekarang, bagaimana jika tak ada yang menolongnya?

Air mata itu tak bisa di bendung lagi, semakin preman itu memaksa ikut, semakin deras pula air mata yang keluar. Ia sangat takut, bagaimana dengan nasibnya nanti? Ia tak ingin jika dirinya hancur sia-sia karena dua orang biadab ini.

ANDREAS (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang