Kini sudah memasuki hari senin. Seperti biasa, SMA Garuda tengah mengadakan upacara bendera. Ini sebagai mengenang jasa pahlawan, yang sudah bertempur demi membela Negara kita Indonesia.
Sebelum ke lapangan, banyak dari mereka yang mengecek satu-persatu atribut sekolah yang mereka pakai untuk dikenakan saat upacara. Seperti seragam yang di masukkan ke dalam celana/rok, dasi, topi, kaos kaki, sepatu. Itu semua harus sesuai tata tertib sekolah yang sudah tertera. Ah jangan lupakan, bagi siswa/siswi yang memakai celana terlalu pensil dan rok terlalu pendek, pun jika siswa/siswi mengecat rambut, pasti akan terkena hukuman.
Ini bukan hanya berlaku di hari senin saja, di hari biasa juga sama. Karena hampir setiap satu minggu dua kali, anggota kedisiplinan memeriksa siswa/siswi yang melanggar peraturan sekolah. Mereka akan di kenakan sangsi atau hukuman setelah itu.
Apalagi jika ada yang membolos atau terlambat pada di adakannya upacara, mereka akan dititah lari keliling lapangan dan menghormat bendera hingga istirahat tiba. Itu sungguh akan memalukan bukan?
"Udah lengkap, kan, Din?"
"Sip, udah. Yuk, kita ke lapangan!" Ara dan Nadine pun berjalan menuju lapangan dengan mempercepat jalannya.
Tak lama kemudian, siswa/siswi, para guru, serta kepala sekolah SMA Garuda mendapat intrupsi dari panitia upacara, bahwa upacara akan segera dimulai. Mereka segera berbaris dengan rapi, juga tak lupa anggota kedisiplinan mengincar mereka jika terjadi keributan atau tidak memakai atribut sekolah dengan lengkap dan baik.
Saat bagian amanat, banyak siswa/siswi yang mengeluh karena sudah pasti kepala sekolah berbicara sangat panjang. Bilangnya di awal hanya sedikit, tapi itu bohong, pasti dia berbicara panjang hingga membuat mereka kebosanan.
Padahal, pahlawan membela Negara kita itu tidak mudah, loh. Masa hanya disuruh berdiri di lapangan tidak sampai lima jam saja sudah mengeluh. Begitulah anak remaja zaman sekarang.
"Psst, Ra, gue bosen, sumpah. Bertahun-tahun tiap kali kasih amanat selalu kaya gini. Panjang kaya rel kereta api." Nadine berujar kesal karena kepala sekolah mereka tidak juga usai memberi amanat.
"Nikmatin aja, si, Din. Dibawa santai."
"Ck, bikes lo." Nadine cemberut karena respon Ara yang seperti itu. Sementara Ara, hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya. Setiap kali upacara pasti seperti ini, entah itu mengeluh karena panas lah, amanat yang panjang lah, sok pura-pura lemas mau pingsan lah. Sahabatnya ini kadang suka lebay, jadi Ara meresponnya hanya dengan senyuman atau gelengan kepala saja.
●●●
Seusai upacara, mereka diberi waktu istirahat sebentar sepuluh menit, sebelum pelajaran dimulai.
"Ndre, nanti jadi, kan, istirahat?" tanya Marcel pada Andre.
"Iya, thanks atas kerja samanya." Mereka pun saling pandang seraya tersenyum.
Di lain kelas.
Kini Nadine tengah memainkan ponselnya. Ia sedang saling berkabar melalui obrolan di suatu aplikasi bersama Kento. Mereka sedang berdiskusi tentang rencana Andre yang ingin menyatakan perasaannya pada Ara.
"Chatan sama siapa, si? Serius banget, senyum-senyum lagi." Ara berujar seraya menatap Nadine heran.
"Sama cowok gue dong," jawabnya dengan nada bangga.
"Iya-iya, yang udah ada pacar mah beda. Gue mah apa, jomblo gini."
"Bentar lagi juga lo punya pacar, ups." Nadine hampir saja keceplosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDREAS (End)
Ficção AdolescenteAndreas Kenaan. Cowok tampan bermulut pedas, tidak peduli akan lawan bicaranya siapa. Jika memang mereka sudah mengganggu ketenangannya, siap-siap saja mendapat sumpah serapah yang kasar dari mulutnya itu. Punya sorot mata yang tajam, sehingga siswa...