35. Rencana

508 26 0
                                    

Malam ini malam minggu, Andre mengajak Ara untuk jalan-jalan keluar. Niatnya, Andre ingin mengajak Ara ke puncak.

"Ndre, yakin kita mau ke puncak?"

"Yakin dong. Kan, tadi udah izin sama Mama juga Ayah. Kalo aku, akan bawa gadis cantik ini ke puncak."

Ara tersipu malu karena Andre berkata seperti itu padanya. Ia mengipas-ngipaskan wajahnya menggunakan kedua telapak tangan.

"Panas, ya?" tanya Andre dengan nada yang menggoda.

"I-- iya p-- panas. Huft, gerah-gerah," jawab Ara gugup. Andre terkekeh melihat Ara yang salah tingkah karenanya. Ia juga mengacak rambut Ara dengan lembut.

Tak lama kemudian, mereka sudah berada di daerah puncak. Ara dan Andre keluar dan tak lupa membawa makanan yang mereka beli tadi sebelum sampai di sana. Kebetulan saat di jalan tadi, Andre berhenti di MCD melalui drive thru.

"Oh iya, gimana-gimana tadi cerita lo? Masih penasaran gue, terusin lagi dong!" Ara memerintahkan Andre untuk melanjutkan ceritanya seraya menyantap makanan yang dibeli tadi. Andre pun mengangguk dan mulai bercerita kembali hingga selesai.

"Ah, jadi itu alasan kalian bertengkar sampai babak belur gitu. Ternyata hanya sebuah kesalahpahaman." Ara mengerti sekarang mengapa Andre juga Marcel begitu sangat bermusuhan, padahal mereka adalah sahabat. Terlihat sekali oleh Ara jika dari keduanya mempunyai kedekatan yang erat, meskipun mereka saling bermusuhan seperti kemarin.

Ternyata yang dibilang Ara penasaran dengan cerita Andre itu ialah tentang persahabatan antara Andre, Marcel, dan Kento. Sekarang ia lega, karena masalah Andre sudah selesai. Keluarga dan sahabat telah berkumpul kembali. Senang sekali memang mempunyai keluarga yang utuh. Ia jadi merasa iri.

Andre yang melihat Ara dengan raut yang berbeda seperti tadi, lantas bertanya. "Kok murung?"

"Enak ya, keluarga lo udah utuh. Gue, sekalinya masih ada ayah, dia malah pergi ninggalin gue gitu aja. Bahkan sekarang, gue berhutang banyak sama lo. Gimana cara gue gantinya nanti? Palingan juga gue nyicil, gak bisa ganti langsung gitu aja."

"Jadi lo murung karena ini?" Andre membalikkan tubuh Ara supaya menghadapnya. "Ra, masih ada gue dan keluarga gue jika lo mau dapat kasih sayang. Tenang, keluarga gue itu baik, pasti mereka bisa menyambut lo dengan tangan terbuka. Juga, masih ada sahabat-sahabat gue seperti Kento dan Marcel, dan masih ada Nadine yang sayang sama lo. Dia gak akan mungkin ninggalin lo gitu aja. Inget, ya, Ra, lo gak pernah ada hutang sama gue. Gua tulus bantuin lo. Lo gak usah mikirin hal itu, dan jangan mikirin ayah lo lagi, karena dia udah jahat banget sama lo. Biarin dia pergi menjauh dari lo, karena gue dan yang lain akan berusaha untuk selalu ada di sisi lo. Jangan pernah merasa sendirian lagi, oke?"

Pertahanan Ara runtuh, ia menangis dan segera memeluk Andre dengan erat. Ia seharusnya bersyukur karena masih punya Andre juga Nadine, sahabatnya yang masih setia padanya hingga saat ini.

"Makasih Ndre, lo selalu ada di saat gue butuh sandaran."

"Iya, sama-sama. Masalah gue pun selesai juga karena nasihat dari lo, dan gua juga berterima kasih banyak sama lo." Andre berujar seraya menenangkan, dengan mengusap punggung Ara di sela tangisannya.

●●●

Hari sudah berganti. Cuaca hari ini begitu cerah. Matahari menyorot indah pada jendela kamar Andre dengan terangnya. Namun, sang empu masih juga belum terbangun dari mimpi indahnya.

ANDREAS (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang