13. Belum Ikhlas

782 60 0
                                        

Matahari nampak begitu terang. Andre yang saat itu sedang asik tertidur pulas, terganggu karena adanya cahaya yang masuk memenuhi wajahnya.

Karena kesal, akhirnya ia terbangun dan menatap tajam ke arah sekitar. Tak lama, irisnya itu berhenti tepat di meja belajar.

"Lancang sekali Anda masuk tanpa seizin saya!" ucapnya dengan sorot mata yang tajam.

"Sebentar lagi, kan, saya akan jadi Ibumu. Tidak ada salahnya saya ke sini, kan?" jawabnya seraya tersenyum hangat. Tapi bagi Andre, senyum itu hanya palsu.

"Saya gak sudi manggil Anda Mama. Saya juga gak akan sudi Anda menjadi Ibu saya."

"Ndre, satu minggu lagi pernikahan saya dengan Ayahmu akan dilaksanakan. Tapi kenapa kamu gak pernah menganggap saya, Ndre?"

"Karena kamu perebut!"

"Saya gak bermaksud merebut Ayah dari Bundamu, Ndre. Tapi keadaan yang memaksa kami untuk bersama. Pun, kami sudah saling menyayangi satu sama lain saat ini."

"Gue muak liat muka lo sok menyedihkan itu. Keluar dari kamar gue, KELUAR!" Andre berujar dengan nada membentak. Mau tak mau wanita itu pergi dari kamar Andre.

Andre sebenarnya muak dengan semua ini, kenapa Ayah tak pernah mau mengerti dirinya? Yang dia butuhkan hanya pengertian seorang Ayah pada anak laki-lakinya, bukan Ibu baru seperti wanita itu.

Ia masih tak rela jika Bundanya tergantikan oleh wanita lain, ia mencintai dan menyayangi Bundanya.

Andre membanting pintu kamar dengan keras. Setelah itu ia pergi kamar mandi, guna menyegarkan tubuhnya.

Setelah ritual mandi, Andre sudah rapi dengan setelan jeans, kaos hitam, jaket levis, serta sneaker putih adidas.

Menuruni anak tangga, seraya membawa kunci motor di tangannya. Ketika baru saja melangkah di dekat sofa, suara intrupsi memanggil dirinya dari arah dapur terdengar nyaring.

"Ndre, sarapan dulu yuk! Mama udah buatin masakan kesukaan kamu."

Andre hanya melirik sebentar, setelah itu jalan keluar dan pergi menggunakan motornya.

Wanita itu, hanya bisa bersabar dan menghela nafasnya.

"Maaf Mira, Andre masih belum bisa menerimamu. Padahal sudah bertahun-tahun tapi dia masih saja belum ikhlas dengan kepergian Kiana."

"Gak apa-apa, Mas. Aku memaklumi itu, kok. Aku tau dia begitu menyayangi Kiana. Seperti yang diceritakan dulu oleh Kiana padaku, kalau Andre sangat manja padanya, ke mana saja asalakan sama bundanya. Aku tahu dia masih terpukul, aku coba untuk bisa sabar Mas, aku gak mau nyerah gitu aja. Kita sudah berjuang sejauh ini."

"Apa pernikahan kita, harus dibatalkan?" tanya Fajar hati-hati.

"Jangan gitu, Mas, kita tetap menikah. Dengan begitu, kita bisa dengan mudah untuk menjelaskan pada Andre. Pun, memangnya kamu benar-benar ingin mengabaikanku dan tidak jadi menikah?""

"Enggak, Mir. Aku sudah menyayangimu. Kamu juga wanita yang pantas untuk menggantikan bundanya Andre. Kamu begitu tulus selama ini, aku tau itu. Terima kasih Mira, kamu baik sekali padaku dan keluargaku. Terima kasih juga sudah mau menungguku begitu lama. Maaf kalau aku justru sering merepotkanmu."

"Sama-sama, Mas. Aku gak merasa direpotkan, kok. Nah, sekarang, kita sarapan dulu, yuk!" Fajar pun mengangguk, mematuhi ucapan Mira. Dan mereka akhirnya mulai menyantap sarapan bersama, tanpa adanya Andre di sisi mereka.

●●●

Andre saat ini berada di sebuah pemakaman umum, yang tak jauh dari kediamannya. Ia mulai membersihkan rumput salah satu gundukan tersebut, yang memang sudah tumbuh dengan lebat. Menyapu dan membuangnya ke tempat sampah. Tak lupa untuk memanjatkan do'a, serta menabur bunga dan air mawar ke pusara tersebut.

Kiana Widyaningrum begitulah nama yang tercetak di papan nisan tersebut.

"Bunda, aku rindu. Rindu canda tawa bunda, rindu manja-manjaan sama bunda, rindu masakan bunda ...

"Bun, Ayah mau nikah lagi, nikah sama sahabat bunda sendiri. Aku masih belum ikhlas untuk nerima semuanya, bun. Aku tau aku egois, karena udah merebut kebahagiaan Ayah. Tapi aku belum bisa nerima itu semua, bun. Aku tadi marah sama wanita itu, memang pantas bukan, dia disebut sebagai perebut? ...

"Aku memang gak tau rahasia bunda, ayah, dan wanita itu apa. Aku masih takut untuk tau kenyataannya. Waktu itu, Kento juga pernah ngeyakinin aku kalo hubungan mereka itu memiliki alasan. Tapi sayangnya, aku tetap gak mau dengar. Aku salah gak, bun, kalo ngelaranf mereka menikah? Jujur aja, aku muak banget sama kenyataan ini ...

"Aku belum siap dia menggantikan bunda di hidup aku. Memoriku dengan bunda masih terlalu jelas. Mungkin suatu saat nanti aku akan dengarkan alasan itu, tapi gak sekarang ...

"Bun, aku sayang bunda. Oh iya, aku pergi dulu ya, bun. Kapan-kapan aku mampir lagi, Assalamu'alaikum." Sebelum bangkit berdiri, Andre sempatkan untuk mencium papan nama tersebut. Seusai itu, ia pergi meninggalkan pemakaman umum itu dengan raut yang sedikit lega.

________

Terima kasih ❤

ANDREAS (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang