20. Disalahkan Kembali

701 51 0
                                    

Entah sudah berapa kali, decakan keluar dari mulut seorang Andre. Semenjak kejadian di kantin tadi, ia melihat Ara yang tak acuh padanya. Biasanya jika dirinya menatap ke arah Ara, pasti selalu dibalas dengan sebuah senyuman.

Seperti ada yang aneh dengan Ara. Namun, ia tak ingin memikirkannya lagi. Hal itu dapat membuatnya pusing.

Andre mulai melangkahkan kakinya menuju area parkir. Ia juga hanya sendiri tanpa ada Kento di sisinya, lantaran sang sahabat sudah jalan terlebih dahulu. Dia diminta untuk menjemput mama Gemini di butik temannya. Untuk itu ia pulang seorang diri sekarang.

Padahal, tinggal sedikit lagi untuk mencapai area parkir. Namun, langkahnya terhentikan oleh sebuah sebggolan yang berasal dari musuhnya. Siapa lagi kalau bukan murid baru yang bernama Marcel Dewanta. Orang yang tak pernah mau damai dengannya.

"Ups, sorry sengaja," ujar Marcel dengan nada mengejek.

"Gua gak ada waktu buat ladenin lo," jawab Andre dengan datar.

"Banci tetap banci, ya? Seolah-olah lo gak ada salah apapun," ucap Marcel dengan penekanan di setiap katanya. Kentara sekali wajahnya terlihat penuh kebencian.

Andre yang mendengar itu berubah jadi geram, ia mulai menatap Marcel dan mendekat tepat di wajahnya.

"Lo gak tau apa-apa soal kejadian itu, gak usah salah persepsi. Karena jatuhnya malah lo yang memang pengecut, gak terima kenyataan kalo dia udah gak ada di sisi lo."

Tanpa kata lagi Marcel langsung melayangkan tinjuannya tepat di pipi kiri Andre. Tak hanya itu, ia juga meninju perut serta menendangnya. Andre yang diperlakukan seperti itu hanya diam tanpa melawan musuhnya ini.

"Bangsat lo, ya. Gue semakin benci sama lo. Lo gak ada niatan untuk minta maaf atas kejadian itu, tapi seolah-olah memutar balikan fakta." Marcel berujar dengan deru nafas yang terengah-engah.

"Itu hanya sebuah kesalahpahaman, lo bahkan gak ingin untuk sekedar mendengar penjelasan dari gue." Andre berujar dengan lirih, seraya memegang perutnya yang sakit akibat tinjuan dari Marcel.

"Inget ini, Ndre! Gue akan terus bikin hidup lo gak damai, kalo lo masih bersikukuh kaya gini." Seusai mengucapkan itu, Marcel langsung pergi menaiki motornya, dan melaju dengan cepat meninggalkan kawasan sekolah.

"Ah, shit! umpat Andre, seraya menuju parkiran untuk menaiki motornya.

●●●

Andre memasuki kamar dan menutup pintu dengan keras. Jujur saja ia kesal dengan kejadian tadi. Mengapa Marcel tak pernah mau mendengarkan penjelasannya?

Seharusnya ia terima saja dia (orang itu), kalau pada akhirnya sekarang masih tetap disalahkan. Dengan begitu, masalah ini tak akan pernah terjadi.

Andre membanting tas serta barang yang ada di kamar, semua terlihat seperti kapal pecah. Kamar yang biasanya rapi, kini hancur lebur berantakan.

"Arrghh, ANJING, BANGSAT!"

Deru nafasnya begitu memburu. Tadi, dirinya memang sengaja memilih untuk tak melawan Marcel. Karena bagaimana pun, dia adalah teman Andre. Bukan hanya itu, dia adalah sahabatnya, atau mungkin sekarang berubah menjadi mantan sahabat? Entah lah.

Andre sengaja tak melawan, lantaran ia tak ingin menyakiti sahabatnya. Untuk itu, ia lebih baik pulang dengan wajah yang babak belur, daripada harus melihat seorang Marcel sakit akibat ia melawan. Ia masih ingin memperbaiki semuanya.

Andre memilih untuk berendam air hangat. Mungkin, itu bisa meredamkan emosinya saat ini. Ia bergegas pergi ke kamar mandi, tanpa peduli dengan kamarnya yang sangat berantakan.

Di lain tempat, tepatnya di sofa ruang tamu.

Terdapat Mira yang kini tengah membaca majalah wanita. Saat ingin membuka lembar berikutnya, ia terkejut dengan suara teriakan dari kamar milik Andre.

Mira terkejut sekaligus khawatir dengan anak sambungnya itu. Ia takut hal yang tak terduga terjadi pada Andre. Ia meletakkan majalah tersebut dan mulai melangkahkan kakinya menuju anak tangga hingga sampai di daun pintu kamar Andre.

Tok tok tok

"Ndre, kamu baik-baik aja, kan? Ini Mama, kamu di dalam sedang apa?" Tidak ada jawaban dari dalam.

"Ndre, Mama masuk, ya?" Masih sama tak ada jawaban. Sampai akhirnya, Mira masuk tanpa seizin dari sang pemilik.

Ketika mmemasuki kamar, ia disuguhkan ruangan yang terlihat seperti gudang. Bahkan gudang di rumah Fajar saja lebih bagus, dibandingkan kamar Andre sekarang.

"Ya, ampun. Kenapa kamarnya berantakan gini, si?" Mira mulai membereskan satu demi satu barang milik Andre ke tempat semula. Sudah beberapa kali ia membereskan kamar ini, jadi sudah hafal dengan letak barang-barangnya itu disimpan.

Untung saja tidak ada pecahan benda kaca atau keramik. Jadi ia tidak sulit untuk membereskan semua barang-barang tersebut.

Ketika semua sudah rapi kembali, Mira pun tersenyum. Ia mulai membalikkan tubuhnya untuk kembali ke bawah. Tapi langkahnya dihentikan oleh suara kamar mandi yang terbuka.

Ceklek

Andre baru saja keluar dari kamar mandi, dan dirinya dikejutkan dengan kehadiran seorang Mira yang kini tengah tersenyum kaku.

"Mau apa ke sini?" tanya Andre sedikit ketus.

"Mama khawatir sama kamu. Tapi syukur lah, kalo kamu baik-baik saja. Maaf ya, Mama masuk tanpa izin kamu, soalnya tadi kamu lagi mandi," jawab Mira seraya tersenyum dengan tulus.

"Hm, keluar sekarang!" ucap Andre kembali.

Mira menganggukkan kepalanya, dan segera keluar dari kamar Andre dan menutup kembali pintunya.

Andre menghela nafasnya sebentar. Kemudian, ia mulai mengedarkan ke sekitar kamarnya. Seperti ada yang aneh.

"Oh, tante Mira beresin kamar gue," gumamnya pelan.

Kemudian, Andre memilih pakaian santai. Ia memilih untuk berdiam diri di dalam kamar saja. Mulai menyalakan musik untuk dinikmati, serta mengerjakan tugas yang belum sempat ia kerjakan di meja belajar.

________

Terima kasih ❤

ANDREAS (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang