Sehabis pulang sekolah, Andre segera mencari bahan-bahan prakarya yang ingin ia kerjakan bersama Tantri. Jujur saja, Andre risih satu kelompok dengan Tantri. Bukan apa-apa, karena selain dia suka padanya, Tantri itu suka menatap dirinya dengan penuh minat. Apalagi jika sudah berduaan seperti di kelas tadi. Pengalaman satu kelompok dengan Tantri, membuatnya sangat malas berlama-lama berhadapan dengan Tantri. Dia begitu caper ketika bersamanya.
Waktu kini menunjukan pukul 17:30 sore, Andre masih di perjalanan menuju rumah Tantri. Ia juga sudah berpesan pada bi Jum lewat telepon rumah, kalau ia akan pulang terlambat, karena ingin mengerjakan tugas sekolah di rumah temannya.
Beberapa menit kemudian, Andre telah sampai di kediaman Tantri. Ia juga tak lupa membunyikan bel rumah tersebut agar segera dibuka.
Sang pemilik rumah pun, membuka pintu dengan perlahan. Ia tersenyum saat melihat seorang laki-laki berseragam SMA seperti anaknya.
"Eh, ada tamu. Ini pasti, Andre, ya? Yang waktu kelas sepuluh pernah kerja kelompok bareng?" ujar wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dengan senyum khasnya.
"Iya, Tante. Saya ke sini ingin mengerjakan tugas bareng lagi. Tantri-nya, ada?" jawab Andre berusaha sopan pada wanita paruh baya dihadapannya.
"Ya udah, ayo masuk! Tantri ada di kamarnya, biar nanti Tante panggil. Kamu duduk dulu aja di sofa, ya." Andre mengangguk seraya tersenyum tipis. Ia mulai mengeluarkan bahan-bahan yang tadi sempat dibelinya saat perjalanan, dan meletakkannya di meja ruang tamu tersebut. Ia juga mendaratkan bokongnya di karpet berbulu, tepat di bawah meja dengan sofa yang berjajar rapi. Ia memilih duduk di bawah, karena supaya lebih santai dalam mengerjakan tugasnya.
Tak lama dari itu, Tantri datang seraya tersenyum lebar menyambut Andre yang tengah duduk di karpet seraya mengutak-atik bahan-bahan yang berserakan di meja.
"Hai, Ndre. Gue pikir lo gak jadi dateng." Tantri berujar seraya menghampiri Andre.
"Gue mau selesai hari ini juga tugasnya, dan gue gak mau nunda-nunda lagi." Tantri yang mendapat jawaban tersebut langsung mengangguk. Dan mereka pun, mulai mengerjakan tugas itu bersama-sama.
"Ini, Tante bawain cemilan sama minuman. Jangan lupa diicip, ya, Andre. Jangan sungkan-sungkan kalo butuh apa-apa, bilang aja. Kalo gitu, Tante tinggal dulu, ya." Wanita paruh baya, yakni ibu dari Tantri, berujar sekaligus mengundurkan diri dari hadapan Andre dan Tantri. Karena tak mau mengganggu kegiatan mereka berdua yang tengah mengerjakan tugas.
Sedangkan Andre yang dipersilahkan untuk memakan camilan tersebut, segera saja melahapnya dengan santai. Ia juga tak lupa menyesap minuman sirup yang dibuat oleh tante Hira, mama Tantri.
Tatapan Tantri sedari tadi tak pernah lepas dari Andre, saat makan maupun minum. Menurutnya, Andre bertambah tampan ketika sedang makan dan minum seperti itu. Andre yang sadar ditatap oleh Tantri, mendengkus jengkel.
"Bisa, gak, lo fokus sama tugasnya? Gue gak suka diliatin kaya gitu. Inget, ya, gak ada yang boleh natap gue seintens itu, apalagi elo orangnya." Andre mengucapkan hal itu dengan wajah yang datar, serta penuh penekanan di akhir kalimatnya. Seusai itu, dirinya pun melanjutkan kembali tugasnya yang sempat tertunda.
Tantri gelagapan dan berubah menjadi gugup. Namun, ia juga kesal pada Andre. Mengapa seorang Andre terlalu blak-blakan berbicara seperti itu padanya? Mulutnya seakan enteng sekali untuk mengucapkan kata-kata pedas tadi. Bahkan dia tidak peduli akan respon lawan bicaranya, jika akan tersinggung atau pun sakit hati.
Sampai akhirnya, mereka berdua selesai mengerjakan tugas prakarya tersebut. Andre pun memutuskan untuk pamit pulang. Kebetulan juga sekarang sudah malam. Waktu menunjukkan pukul 09:00, cukup lama ia di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDREAS (End)
Teen FictionAndreas Kenaan. Cowok tampan bermulut pedas, tidak peduli akan lawan bicaranya siapa. Jika memang mereka sudah mengganggu ketenangannya, siap-siap saja mendapat sumpah serapah yang kasar dari mulutnya itu. Punya sorot mata yang tajam, sehingga siswa...