Bel pulang sekolah telah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Namun, Ara dan Nadine masih berada di kawasan sekolah, tepatnya di depan gerbang. Mereka berdua saling bercakap ria, hingga kini mereka menghentikan langkahnya.
"Ra, lo mau langsung pulang?" ujar Nadine seraya menghadap Ara.
"Gue mau ke kafe dulu, Din. Lo duluan aja!" Ara menjawab seraya tersenyum diakhir kalimatnya.
"Gue anterin deh, ya?" Nadine menatap Ara dengan tak enak.
"Eh, gak usah, Din. Malah ngerepotin kalo kaya gitu. Gak apa-apa serius, lo duluan aja."
Nadine pun mengangguk pasrah, karena sahabatnya satu itu begitu kekeuh untuk pulang sendiri. "Ya udah deh, kalo gitu. Lo hati-hati ya, Ra. Gue duluan, bye."
"Hati-hati juga, Din."
Seusai perbincangan itu, Ara pun berjalan keluar gerbang sekolah dengan berjalan kaki. Ia menyusuri jalan untuk menuju kafe dengan langkah yang cukup cepat. Saat di jalan, Ara tak sengaja bertemu debt collector yang tadi pagi mengejarnya. Ia pun menghela nafas saat mereka mulai menghampirinya seorang diri.
"Nah, ketemu ni bocah. Bayar dong hutangnya, masa saya nagih sampe ngejar-ngejar kamu gitu?"
"Yee, abangnya aja yang terlalu over buat nagih saya. Kan, saya udah bilang tadi pagi, kalau saya belum ada uang. Nih, sekarang udah ada, saya langsung bayar. Gak ada tuh hutang-hutang lagi, dan makasih banyak udah bolehin saya untuk meminjam." Ara berujar pada penagih hutang itu, disertai dengan senyuman tipis.
"Em, oke. Begini, kan, enak. Makasih, ya, udah dibayar."
Seusai itu Ara pun pergi, meneruskan jalannya yang tertunda menuju ke kafe.
Hans Cafè
Nama dengan tulisan tebal itu, terpampang jelas di sebuah kafe yang baru saja Ara kunjungi. Ara memasuki pintu dengan sapaan yang tak tertinggal dari mulutnya itu.
"Hai, Ra. Baru pulang?" tanya Hans, sang pemilik kafe tersebut pada Ara.
"Iya, Mas, baru pulang. Ara mau ganti baju dulu ya, Mas." Izin Ara pada sang pemilik Kafe tersebut. Seusai mendapati jawaban sebuah anggukan, Ara pun berlalu ke belakang untuk mengganti seragamnya dengan seragam khusus kafe.
Hans adalah pemilik kafe tersebut. Dulu, dia yang menawarkan seorang Ara kerja, saat Ara putus asa dengan hidupnya. Malam-malam, luntang-lantung di jalan tanpa takut. Dari situ lah Hans menghampiri Ara dan menawarkan sebuah pekerjaan untuknya. Yang akhirnya langsung diterima dengan senang hati oleh Ara.
Ara memasuki barista, bersama dengan Bimo. Senior barista di kafe tersebut. Pada bagian kasir, ada Hanin, yang senantiasa setia mengajarkan Ara dengan penuh sabar juga ketelatenan. Untuk itu ia senang bersama mereka ketika bekerja.
"Selamat sore, Hans Cafè ceria." Ara berujar dengan lantang menyambut customer yang datang, disertai senyuman yang lebar.
Sementara pengunjung kafe, tak lupa membalas senyuman dan sapaan dari Ara.
"Selamat sore, mau pesan apa, Kak?" ujar Ara saat berada di meja nomor empat.
"Sore juga, saya mau pesan Ice coffe late dua sama waffle blueberynya juga dua, ya."
"Oke. Saya ulangi pesanannya, ice coffe late dan waffle blueberry dengan masing-masing dua. Apa ada tambahan menu lagi, Kak?" Pengunjung itu segera menggelengkan kepala seraya tersenyum.
"Baik kalau begitu. Mohon ditunggu, ya, Kak."
Ara pun segera berjalan cepat menuju belakang, ia ingin membuatkan pesanan untuk customernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDREAS (End)
Teen FictionAndreas Kenaan. Cowok tampan bermulut pedas, tidak peduli akan lawan bicaranya siapa. Jika memang mereka sudah mengganggu ketenangannya, siap-siap saja mendapat sumpah serapah yang kasar dari mulutnya itu. Punya sorot mata yang tajam, sehingga siswa...