15. Menghilang

758 57 0
                                    

Sudah satu minggu setelah diadakan lomba di SMA Garuda, Andre jarang menampakkan batang hidungnya, terutama di depan Ara.

Ara jadi bingung sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi pada Andre? Bisa dibilang ia khawatir dengannya.

Setiap kali Ara menanyakan Andre pada Kento, jawabannya selalu tidak tahu. Atau juga selalu mengalihkan pembicaraan.

●●●

Saat ini, Andre tengah duduk di tepi ranjang seraya menatap pintu kaca balkon tanpa gorden yang tertutup. Sejak tadi ia tak mengindahkan orang yang berada di kursi,dekat dengannya itu.

"Ndre, sekarang Ayah dan Mira sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Itu berarti, dia juga resmi menjadi ibumu," ujar Fajar seraya menatap putranya itu.

"Jangan sebut dia Ibu. Aku gak sudi!"  Andre menjawab tanpa menoleh sedikit pun.

"Ndre, Ayah hanya ingin yang terbaik buat kamu. Ayah ingin kamu bisa keluar dari zona abu kamu. Ayah ingin kamu ceria lagi seperti dulu. Ayah tau, kamu sangat butuh sosok seorang ibu di sisi kamu. Menurut Ayah, Mira yang pantas untuk menggantikan Kiana, bundamu."

Andre tersenyum miring dan tubuhnya berbalik menghadap Fajar sepenuhnya.

"Terbaik Ayah bilang? Bahkan Ayah gak mengerti perasaan aku. Keluar dari zona abu tapi malah di masukkan ke zona hitam yang lebih gelap lagi. Ayah sadar gak, si, kalo wanita itu gak pantas jadi ibuku? Bahkan, siapapun gak ada yang pantas menggantikan bundaku selain bunda Kiana." Andre berujar dengan nada yang meninggi.

"Lalu, Ayah harus apa, Ndre? Ayah menikahi Mira juga bukan karena dia perebut. Selama ini kamu salah paham menganggap Mira, dia itu sahabat terbaik bundamu, Ndre. Asal kamu tau, kami memiliki perasaan yang sama, kami saling menyayangi. Dan Ayah juga merasa bangga terhadapnya, yang begitu sabar dan menyayangimu juga. Meski kehadirannya gak pernah kamu anggap." Fajar berujar dengan raut yang sendu.

"Keluar dari kamar aku!" ucap Andre yang sudah muak dengan penjelasan Ayahnya.

"Ndre, Ayah mohon, Ayah harus apa supaya kamu percaya?" Fajar memohon seraya memegang bahu Andre.

"Ayah keluar! Atau aku gak akan pernah lagi tinggal di sini."

"Oke-oke, Ayah keluar. Tapi jangan pernah kamu berniat untuk meninggalkan rumah ini!" Fajar pun keluar dengan hati yang sangat teriris. Bukan sakit karena terusir begitu saja oleh anak semata wayangnya, melainkan dia yang masih belum rela jika Kiana tergantikan oleh orang lain. Dan betapa besar rasa sayangnya terhadap bundanya itu.

Fajar menuruni anak tangga dengan langkah yang gontai. Kehadirannya itu, langsung disambut oleh Mira yang sejak tadi sudah gusar di sofa ruang tamu.

"Gimana, kamu udah bicara sama Andre? Apa katanya?" tanya Mira pada Fajar.

"Apa aku salah mengambil langkah ini?" ucap Fajar seraya menunduk. Mira yang melihat itu segera membawa Fajar ke dalam dekapannya.

"Kamu gak salah, sayang. Kita gak salah memilih langkah ini. Dengan kita menikah, aku bisa semakin dekat dengan Andre. Aku ingin membuktikan, kalau kamu gak sejahat yang dia pikirkan. Udah, jangan terlalu dipikirin lagi. Sekarang kita istirahat, ya." Seusai percakapan itu, Mira dan Fajar pun pergi menuju kamar untuk beristirahat.

●●●

Hari ini tepat hari senin pagi, Andre memutuskan untuk pergi ke sekolah. Lagi pula, ia tidak ingin jika nilainya menurun gara-gara membolos terus menerus. Tapi sebelumnya, memang Fajar sudah izin ke pihak sekolah untuk pergi ke luar Negeri bersama sekeluarga. Jadi, pihak guru pun memaklumi kalau Andre tidak masuk dalam satu minggu ini.

"Ndre, sarapan, yuk! Mama udah buatin makanan kesukaan kamu," ajak Mira saat melihat Andre menuruni pijakan tangga terakhir.

Tidak ada jawaban dari Andre. Ia memilih pergi begitu saja tanpa pada Fajar dan Mira. Andre segera menaiki motor, dan mengendarainya dengan kecepatan sedang.

Saat sampai di sekolah, Andre langsung mendaratkan motornya di area parkir. Ia berjalan dengan wajah yang dingin, angkuh, dan tatapan tajam. Semua yang melihatnya bergidik ngeri, lantaran Andre kembali dengan wajah menakutkan. Karena beberapa hari belakangan ini, Andre tak begitu dingin. Namun sekarang, ia terlihat tak ingin ada yang menyentuh atau menganggunya.

Irisnya mengedarkan ke seluruh ruangan. Ternyata di kelas hanya ad beberapa orang saja, teman sebangkunya pun belum datang. Karena merasa bosan, ia pun mengeluarkan ponsel dan memasang earphone. Ia mendengarkan lagu menunggu bel masuk berbunyi.

●●●

"Ndre, akhirnya lo sekolah juga," ujar  Kento saat sudah di dalam kelas Andre. Tadi ketika bel istirahat berbunyi dirinya langsung menuju kelas Fisika 2, untuk mengecek apakah Andre masuk hari ini atau tidak. Karena tadi om Fajar menghubunginya, kalau Andre sudah masuk sekolah kembali.

"Sok, banget bilang kaya gitu. Padahal lo udah tau." Andre memutar bola matanya malas.

Kento mengajak Andre untuk ke kantin bersama, dan mendapat persetujuan dari sang empu akhirnya mereka mulai keluar kelas berjalan beriringan menuju kantin.


Ketika sampai di kantin, mereka memilih duduk di tempat biasa. Dan mereka mulai memesan makanan.

"Ndre, dari kemarin Ara nanyain lo terus, tuh. Dia kayanya khawatir banget sama lo. Tiap hari dia nanyain kabar ke gue, tiap hari juga dia bela-belain ngecek kelas lo. Sesuai apa yang lo minta, si. Gue gak kasih tau apa-apa tentang lo ke dia."

"Buat apa dia nyariin gue? Ya, bagus lah, lo gak kasih tau dia gue ke mana. Males aja gue berurusan sama orang luar."

"Bukannya lo udah pernah curhat sama Ara, ya? Akhir-akhir ini, kan, kalian deket. Apa salahnya si lo berbagi keluh kesah ke Ara? Hidup dia bahkan bisa dibilang lebih susah loh daripada kita, tapi dia bisa seceria itu. Jangan pernah lo ngerasa sendirian, ada gue bahkan sekarang ada Ara yang bisa mendengarkan semua keluh kesah lo. Apa salahnya lo terima Ara di kehidupan lo, Ndre. Di coba dulu deh, gue yakin lo butuh seseorang yang bisa buat lo tenang, dan buat lo menjauh dari sikap egois lo itu."

Andre seolah bungkam dengan semua apa yang Kento ucapkan. Memang ada benarnya juga. Namun, ego itu masih ada di hatinya. Untuk itu, ia merasa bahwa Ara masih orang luar, bukan seperti Kento yang memang dekat dengannya sejak dulu.

Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Pembicaraan itu tidak di teruskan kembali, lantaran sudah ada makanan dihadapan mereka berdua. 

________

Terima kasih ❤

ANDREAS (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang