"Aku datang lagi, hyung" Suara itu terdengar sangat lirih. Pandangan matanya juga sangat sendu memperlihatkan sebuah penyesalan yang sangat besar di dalamnya.
"Sudah empat tahun ternyata" Gumamnya ketika menatap tanggal yang tertera pada batu nisan tersebut.
Empat tahun telah berlalu sejak hari yang menjadi titik balik kehidupannya terjadi.
Tepat hari ini empat tahun sudah sang kakak meninggalkan ia seorang diri. Akibat kesalahan yang dilakukannya.
Sebutlah Yoongi seorang pembunuh saat ini, ia tidak akan menampik itu karena ditinya sadar Soonwa meninggalkan dunia ini di usia yang sangat muda karena perbuatannya.
"Bodoh" Makinya kepada diri sendiri setiap mengingat kejadian mengenaskan tersebut.
Tidak ada air mata, semua air matanya telah kering tak bersisa pada hari itu. Tidak ada yang tersisa hanya untuk sekedar meratapi nasib dan kehidupan yang terlalu keras kepada bocah sepertinya.
Empat tahun hidup sebatang kara di dunia yang kejam ini, mampu membuat hati Yoongi secara perlahan membeku bahkan mungkin mati rasa, memar yang terlukis pada wajah tampannya juga tidak terasa sama sekali olehnya.
Tubuh itu hanyalah seonggok daging bernyawa, tidak lebih. Sungguh sangat mengenaskan, Yoongi telah kehilangan dirinya sendiri. Dia tidak mengenal dirinya lagi saat ini.
"Apa sebenarnya aku ini?" Kepalanya tertunduk dan menatap kedua tangannya yang terbalut oleh perban berwarna putih.
Di balik perban itu terdapat buku-buku jarinya yang telah berubah warna menjadi merah keunguan, terlalu banyak digunakan untuk berkelahi.
Tidak, bukan berkelahi layaknya jagoan ditengah hari guna membantu membasmi sedikit kejahatan yang ada di dunia ini.
Ia berkelahi untuk menyambung hidup, ya, Yoongi adalah seorang street Fighter. Orang-orang rela membayar mahal dirinya asalkan ia bisa menumbangkan semua lawan-lawannya.
"Kau adalah seorang pemenang"
Senyum miring terukir pada bibir tipis miliknya ketika suara itu kembali menggema di dalam kepalanya.
Empat tahun membuat ia terbiasa akan bisikan-bisikan itu, entah suara siapa itu tetapi yang pasti suara itu berusaha untuk membuatnya tersesat.
Tidak bisa juga dipungkiri jika suara itu dapat menyuarakan seluruh kebimbangan yang dirasakannya selama ini. Seakan suara itu lebih mengenal siapa ia yang sesungguhnya dibandingkan dengan Yoongi sendiri.
Pernahkah kalian mengetahui jika perbuatan itu adalah sebuah kesalahan, tetapi di sisi lain kau sangat menginginkannya?
Haah...
Yoongi kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan perasaaan itu. Satu hal yang jelas, ia tidak ingin tersesat tetapi ia juga menginginkan sisi egois itu.
"Ya.. aku adalah seorang pemenang sekaligus pecundang" Ia berjongkok dan meletakkan sebuah bunga matahari di atas nisan sang kakak, memejamkan mata berdo'a sejenak untuk Soonwa yang pastinya saat ini tengah memandangnya dari atas sana.
*****
Satu minggu kemudian~"Hikss... Kenapa kalian meninggalkanku sendirian?" Suara cempreng itu terdengar sangat nyaring pada pendengaran Yoongi.
Ia menatap datar kerumunan orang berpakaian serba hitam yang berada di sisi kirinya.
Sepertinya mereka baru saja memakamkan seseorang, ah atau mungkin dua?
Entahlah, Yoongi tidak tahu dan tidak mau tahu, itu bukan urusannya.
Yoongi berlutut dan meletakkan kembali satu tangkai bunga matahari yang berada di genggamannya keatas nisan Soonwa, lalu memejamkan mata seperti yang selalu dilakukannya setiap ia mendatangi pemakan tersebut.
"Bagaimana aku akan bertahan setelah ini, paman, bibi?"
Yoongi mengerutkan dahinya ketika mendengar suara cempreng itu berkeluh kesah pada kedua makam yang bahkan masih basah tersebut.
Melirik melalui ekor matanya, Yoongi memperkirakan bocah itu masih berusia sepuluh tahun atau lebih, dan sebatang kara. Tidak ada satu orang pun yang tersisa untuk menemani bocah itu dalam dukanya.
Tiba-tiba bayangan dirinya empat tahun yang lalu kembali terlintas di benaknya, dia pernah berada di posisi bocah itu. Dulu.
"Jangan menangisi dunia, karena dunia tidak akan berbaik hati kepada air matamu itu" Ucap Yoongi yang telah berada di belakang bocah itu.
Ia melepaskan jaket usang yang menyelimuti tubuh ringkihnya, menghiraukan angin musim gugur yang mulai terasa menusuk tulang, Yoongi mneyampirkan jaket itu pada bahu kecil sang bocah.
Bocah itu berjenggit kaget dan mendongak menatap wajah tampan Yoongi yang menatap datar kearahnya.
"Suara berisikmu mengganggu ketenanganku untuk berdo'a" Ucap Yoongi sebelum beranjak meninggalkan bocah bergigi kelinci tersebut.
"Terimakasih hyung!" Seru bocah itu seraya melambaikan kedua tangannya dengan semangat kearah Yoongi yang telah melangkah menjauhinya.
*****
Bughh...Yoongi memukul lawannya tepat pada rahang pria itu, meskipun memiliki tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan lawannya, namun jangan remehkan kekuatan yang dimiliki oleh anak itu.
Hanya butuh beberapa menit dan lawannya telah terkapar tidak dapat berkutik dibuatnya.
"Pemenangnya adalah suga-ssi" Ucap sang pembawa acara malam ini. Ia mengangkat tangan kanan Yoongi dengan semangat.
Wajah Yoongi masih datar, namun seulas senyum tipis terpatri pada wajahnya. Senyum yang sarat akan keangkuhan.
"Benar, terus lakukan seperti itu. Kau adalah seorang pemenang dan selamanya adalah pemenang"
Tangan pucatnya hendak meraih tas yang terisi penuh oleh lembar uang yang menjadi hadiah untuk kemenangan malam ini.
"Tunggu dulu bocah!" Suara itu menghentikan niatan Yoongi. Di hadapannya berdiri tiga orang pria bertubuh dua kali lebih besar dari dirinya tengah menatap Yoongi geram.
"Beraninya kau mempermalukan teman kami seperti itu"
Yoongi berdecih lirih, tampaknya ini akan menjadi malam yang panjang untuk dilalui begitu saja.
Dengan cepat dirampasnya tas berisi uang tersebut dan berlari, "jangan lari kau bocah tengik!" Pria-pria itu ikut berlari mengejarnya.
"Hyung!" Kedua manik mata Yoongi membola ketika mendapati sosok bocah yang selama beberapa hari ini selalu menempelinya layaknya lintah.
"Haiss..." Yoongi menarik napas dalam dan menarik bocah itu untuk ikut berlari bersamanya, mereka memasuki sebuah hutan yang terletak tidak jauh dari gudang tua yang menjadi arena tarung dadakan tadi.
"Kenapa kita lari hyung?" Tanya bocah bergigi kelinci itu kepada Yoongi yang berada di sebelahnya.
"Bocah itu benar, kenapa kau harus lari disaat kau dapat menghabisi mereka semua"
Yoongi menggelengkan kepalanya ketika lagi-lagi suara itu menggema di dalam pikirannya.
Ia tidak mau menuruti suara itu, karena terakhir kali Yoongi mengikuti suara itu, dia nyaris membunuh seorang wanita tua. Dan Yoongi tidak mau hal itu sampai terjadi untuk yang kedua atau ketiga kalinya.
Yoongi menarik bocah itu semakin memasuki goa yang menjadi tempat persembunyian mereka, ketika melihat siluet orang-orang yang mengejarnya tadi tidak jauh dari mulut goa.
Tetapi yang tidak diketahui oleh kedua anak adam tersebut adalah...
Mereka yang bukan menjadi bagian dari kunci takdir tidak akan dapat melihat tempat suci itu.
*****
Don't copy my story okay!22 Mei 2020
~Weni
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS Elemental : Rise of The Shadow (Complete)
FantasiaSequel of The Lost Power ***** Cahaya yang kembali bersinar terang membuat seluruh rakyat Azores bersorak dengan gembira. Mereka menyambut kemenangan sang Raja dengan penuh suka cita, berharap tidak ada lagi kegelapan yang menghampiri negri tercint...