1359
Kukerjapkan mata beberapa kali, menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke dalam kornea mata. Hal yang pertama kulihat adalah langit-langit sebuah ruangan. Lalu, kilasan ingatan merasuk ke dalam otakku. Aku melihat Elang dan gadisnya, aku menangis hingga akhirnya tertabrak dan tak sadarkan diri dengan darah segar yang menghalangi pengelihatanku. Menyadari semua itu, aku langsung terbangun dan duduk tegak di atas sebuah ranjang dengan seprei berwarna putih gading. Mataku terbelalak. Semua itu nyatakah? Atau hanya sebuah mimpi? Jika itu nyata, kenapa tubuhku bisa bergerak dengan leluasa? Kenapa tidak ada rasa sakit yang kurasakan? Hanya sedikit rasa pegal di sekujur tubuh. Seharusnya, setelah terseret truk itu, beberapa tulangku patah. Harusnya aku dirawat di rumah sakit saat ini.
Aku mengingat-ingat lagi rasanya. Sakitnya nyata, tetapi kini tak ada bekas luka di tubuhku. Yang ada di hati, luka saat melihat Elang berpelukan atau bahkan berciuman saat itu masih membekas di hati. Saat itu, apakah Elang benar-benar menempelkan bibirnya dengan kekasihnya? Aku tak tahu dan kuharap aku takkan pernah tahu.
Mengingat sesuatu, mataku yang tadinya kosong beralih menatap sekitar. Sebuah ruangan yang cukup luas dengan arsitektur kuno yang terbuat dari kayu. Kutebak itu kayu jati terbaik, menilik betapa halusnya permukaan benda-benda yang ada di ruangan ini. Oh, aku baru sadar. Di mana ini? Kenapa tempat ini sangat asing? Melihat dari beberapa perabot dari emas di ruangan ini, pasti si empu rumah ini termasuk golongan Crazy Rich Javanese. Mungkin salah satu properti milik keluarga Damar. Entahlah, aku tidak tahu. Mataku beralih menatap tubuhku, memastikan tak ada luka berat di sekujur kulitku. Dan, betapa kagetnya aku ketika melihat penampakan diriku yang hanya dilapisi jarik dan kemben, bahkan lebih kuno dari yang biasanya aku pakai di sanggar milik keluargaku.
"Apa-apaan ini sebenarnya?" lirihku pelan. Kenapa juga aku memakai kain-kain indah yang motifnya tak pernah kulihat sebelumnya? Karena tempat ini terasa begitu sepi, aku memutuskan untuk bangkit dan mencari keberadaan Damar. Bisa-bisanya lelaki itu meninggalkanku saat pingsan di tempat asing seperti ini. Bagaimana kalau aku diculik?
Aku berjalan pelan untuk meminimalisir rasa linu di tubuh. Rasanya mirip seperti pegal linu saat datang bulan. Tapi aku ingat, sekarang bukanlah jadwal tamu bulananku datang. Kubuka kenop pintu yang berukiran bunga mawar dengan sulur-sulur panjangnya itu. Eh, tidak ada waktu untuk mengagumi semua keindahan itu untuk saat ini. Pertama-tama aku harus menemukan keberadaan Damar. Saat pintu terbuka, ada seorang gadis cilik yang tengah duduk di lantai sembari memainkan sebuah benda yang tak kuketahui namanya. Bentuknya seperti dakon. Ah ya, itu memang dakon. Lalu, siapa dia? Seingatku Damar tidak memiliki saudari. Sepupu pun ia tak punya.
Barangkali orang-orang memang sengaja membuatku terkejut bertubi-tubi setelah bangun. Begitu gadis cilik itu menoleh, aku mengenalinya. Dia adalah adikku yang paling besar, Galih. Untuk apa dia ada di rumah Damar? Lebih anehnya, dia memakai pakaian yang serupa denganku.
Kemudian ia berceletuk, "Yunda sudah sadar?"
Aku masih terbingung-bingung karena ia memanggilku dengan panggilan yang aneh. Biasanya dia selalu memanggilku mbak atau lebih parahnya njambal (memanggil orang yang lebih tua tanpa panggilan kehormatan seperti bu, pak, atau kak). Dan yang paling tak bisa dinalar adalah ia mengucapkan kata-kata asing, tidak pernah kudengar sebelumnya. Gilanya lagi, aku bisa mengerti apa maksud Galih. Aku masih bergelut dengan banyak pertanyaan di otak ketika Galih berteriak. "Ibunda ... Yunda Gauri sudah siuman!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Majapahit] Forgive Me For Everything
Historical Fiction[Cakrawala Mandala Series #1] 1359 Gadis itu memiliki nama yang serupa dengan seorang tokoh cerita sejarah di Wattpad. Tidak, ia tidak pernah membacanya. Tapi, ia mengalami hal yang sama dengan tokoh cerita tersebut. Bedanya, hanya jiwanya yang mera...