16 | Selatan yang Indah

15.4K 2.7K 80
                                    

1359

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1359

"Bibi, mau memberi makan kera?" tawar Arangga sembari memberiku pisang dan buah-buahan lainnya. Aku mengangguk sembari menerima sebuah pisang karena tak mau berlama-lama berdekatan dengan kera, sebab takut hewan itu akan menyerangku. Lalu, Arangga berlari menjauh, menghampiri kawanan kera yang tampak kelaparan. Aku tersenyum melihat keaktifan ponakanku itu.

Saat ini kami tengah berada di kawasan wisata Wendit, sebuah pemandian yang juga berasal dari sumber mata air. Di masa depan, Wendit digunakan oleh PDAM Kota Malang sebagai sumber air utamanya. Aku pernah mengunjungi tempat ini bersama adik-adikku, bermain air sampai sore hingga kulit kami mengkerut. Tempat ini terkenal dengan kera-keranya. Ada banyak sekali kera yang berkeliaran bebas di tempat ini. Harus menjaga bawaan kalau tidak mau barang bawaannya diambil. Yah, aku tak tahu kenapa Hayam Wuruk memutuskan untuk mendatangi tempat ini beberapa hari setelah mengunjungi pendharmaan di Kagenengan. Mungkin para ahli nujum sudah menemukan waktu yang tepat untuk mengunjungi tempat-tempat suci lainnya yang berdekatan dengan Wendit.

Ada seekor kera yang berjalan mendekatku. Kusodorkan pisang yang kugenggam dan tanpa sungkan kera itu meraihnya. Kera itu berlari menjauh, bernaung di bawah pepohonan beringin dan mengupas kulitnya. Dan yang membuatku tak bisa menahan senyum adalah dengan seenak hatinya, kera itu melempar kulit pisang itu ke sembarang arah. Dari kejauhan, aku melihat Yunda Rindi dan Kangmas Adirangga tengah bercengkerama dan sesekali tertawa ketika memberi makan beberapa kera yang bergerombol. Sejak kejadian di Kagenengan, aku tak pernah berinteraksi dengan Kangmas Adirangga. Atau lebih tepatnya, kami saling menghindar satu sama lain. Aku yang belum bisa memulihkan hati dari bentakannya dan ia yang masih tak ingin membahas hal penting itu.

Candra dan Kartika tampak bahagia bersama Ayahanda dan Ibunda. Mereka bahkan tidak menyadari keberadaanku yang hanya seorang diri di sini. Oh, tidak sendiri. Ada seekor kera kecil yang menemaniku di sini. Sayang sekali beberapa saat kemudian, sang induk membawanya pergi.

"Bibi!" Pekikan Arangga mengalihkan fokusku. Aku tertawa terpingkal-pingkal ketika melihat beberapa kera bergelantungan di bahunya, bahkan mulai memanjat kepala Arangga. Ia tampak kewalahan karena kera-kera itu mencuri semua persediaan buahnya.

"Tolong bantu aku, Bibi!" pekiknya dengan tatapan memelas.

Aku menggeleng. "Maaf, Arangga. Bibimu ini takut dengan kera."

Beberapa kera itu bahkan mulai mengendus-endus badan Arangga, memastikan lelaki itu merupakan santapannya atau bukan. Ada yang menarik kain yang dikenakannya. Aku tertawa heboh ketika melihat raut wajahnya yang masam.

"Ayolah, Bibi!" pintanya dengan sungguh-sungguh. Aku sibuk meredakan tawa ini dan melihat sekeliling. Barangkali ada barang yang bisa membuat fokus kera itu teralih. Dan, aku tersenyum lebar ketika melihat sesisir pisang yang tergeletak begitu saja. Maafkan aku, siapa pun pemiliknya. Ini demi keponakanku tersayang! Membawa sesisir pisang itu, aku berjalan mendekati Arangga. Beberapa kera yang mengganggu Arangga tampak tertarik dan langsung berusaha meraih pisang yang kugengga,. Dengan cerdiknya, aku langsung melempar sesisir pisang itu jauh-jauh. Akhirnya, gerombolan kera yang mirip preman itu pergi menjauh, menyantap makanan gratis.

[Majapahit] Forgive Me For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang