7 | Para Penyintas

18.5K 2.9K 225
                                    

1359

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1359

Ia mengguncang-guncang bahuku. Raut wajahnya masih sama, bukan main kagetnya. Begitu pula aku dengan keringat yang mulai membasahi pelipis. Aku jadi ketakutan sendiri, mengira diriku mengonsumsi magic mushrooms secara tidak sadar ada di dalam lauk pauk makan malam tadi. Belum sempat aku pulih dari keterkejutan atas perjodohan Arangga dan Gauri, aku kembali diserang oleh Kangmas Adirangga yang terlihat sangat antusias.

"Aku mendengar apa yang tadi kamu katakan. Kamu Dyah Ayu, bukan? Teman sekolahku waktu SMP dulu? Aku Elang, Raditya Elang Hadiwangsa!" ucapnya menggebu-gebu dengan napas tersengal-sengal. Air mata menetes dari pelupukku, terharu dengan semua ini. Jantungku langsung berdetak lebih kencang. Mengetahui fakta bahwa lelaki ini benar-benar Elang, bukan sekadar perwujudannya menimbulkan rasa bahagia yang tak dapat kubendung. Jadi, bukan hanya wadahnya saja yang menyerupai Elang, melainkan jiwa yang mengisi raga tersebut!

"Elang? Bagaimana bisa kamu ada di sini?" tanyaku sembari mencari kebohongan di matanya. Sialnya, hanya kutemukan keteguhan dan keseriusan ditatapan matanya. Semoga ini bukan hanya halusinasi, semoga telingaku tak salah dengar. Semoga aku benar-benar tidak mengonsumsi magic mushrooms tadi!

Ia tersenyum bahagia dan menatapku penuh haru, lalu menangkup wajahku dan mengelusnya lembut. "Aku ... aku datang kemari delapan belas tahun lalu setelah tertabrak oleh truk. Mengapa butuh waktu yang sangat lama bagimu untuk hadir di sini dan merasuk ke raga Gauri?"

Aku terkesiap dan tangisku langsung pecah. "Kamu ... tertabrak oleh truk juga? Bagaimana bisa?"

Masih dalam posisi yang sama, ia menceritakan segalanya. Ketika mendengar Damar meneriakkan namaku dan aku berlari seperti orang kesetanan, Elang mengejarku dan hendak menyeretku kembali ke pinggir jalan sebelum akhirnya truk itu menabrak kami berdua. Dengan kata lain, sekarang kami koma dan berada di batas antara kehidupan dan kematian. Namun, bisa jadi aku dan dirinya sudah mati sebagai Elang dan Ayu dan diminta hidup sebagai Adirangga dan Gauri. Namun, agaknya aku kurang ingin mempercayai teori tersebut.

Ia datang ketika Adirangga yang asli masih berusia delapan belas tahun, tepat sebelum Gauri kecil lahir. Kemudian, ia menikah dengan gadis pilihan kedua ayahanda dan memiliki Arangga setahun berikutnya. Kabar-kabarnya, Adirangga yang asli memang hendak akan menikah dengan Padmarindi sebelum akhirnya tubuh lelaki itu dirasuki Elang. Kedua adik kembarku lahir saat Adirangga berusia dua puluh satu tahun. Sebagai kakak lelaki tertua, memang sudah sepatutnya ia menjaga adik-adik perempuannya. Aku tak enak hati mengingat rasa kesalku ketika Kangmas Adirangga memberi perhatian berlebih walau sudah memiliki pasangan hidup.

"Kenapa kamu mengorbankan nyawamu untukku? Maksudku, kamu bisa terbunuh saat itu juga," tanyaku kaget. Iya, terkejut akan segala sesuatu yang terjadi di sini. Mengetahui fakta bahwa saat itu Elang memilih untuk menyusul dan berniat menyelamatkanku, sudah cukup membuat aku ingin bersujud syukur. Semua ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Aku bukanlah satu-satunya jiwa yang menyintasi waktu ke masa lalu.

[Majapahit] Forgive Me For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang