1359
Kami kembali ke Kahuripan dengan selamat. Maharaja Hayam Wuruk masih belum menepati janjinya untuk melamarku karena aku memintanya agar tidak terburu-buru. Aku bukanlah seseorang yang tidak memiliki hati. Aku paham betul bahwa sang permaisuri yang tengah hamil besar itu pasti akan benar-benar merasa sakit hati jika kami melangsungkan pernikahan begitu perjalanan menuju Tumapel ini berakhir. Bukan hanya itu, aku masih ingin mengenal sang maharaja lebih dalam. Sebenarnya, aku kurang suka dengan segala tingkahnya yang seperti buaya darat. Kurang suka juga dengan statusnya sebagai suami orang. Tapi, entah mengapa akhir-akhir ini, hatiku menuntunku kepadanya.
Arghhhh. Tanganku benar-benar gatal, ingin memainkan gadget dan mencari di internet dengan kata kunci "apakah Hayam Wuruk memiliki selir?". Aku akan sangat merasa bersalah jika seharusnya Hayam Wuruk hanya memiliki Permaisuri Sudewi sebagai istrinya. Namun, jika memang benar lelaki itu memiliki seorang selir yang tercatat di sejarah, maka aku akan kembali mempertimbangkan keinginannya untuk mempersuntingku. Aku merasa benar-benar hina. Pasalnya jika di masa depan, aku sudah dilabeli sebagai pelakor. Bisa-bisanya aku termakan rayuannya. Atau aku telah disantet olehnya? Mungkin pelet? Tidak, tidak, tidak. Memangnya praktik menakutkan seperti itu sudah ada pada zaman sekarang?
"Bibi kenapa? Dari tadi aku perhatikan, sepertinya sedang kebingungan. Atau ada masalah?" Suara Arangga menyeretku keluar dari lamunan. Aku tersenyum kikuk dan menepuk-nepuk dipan, menyuruhnya duduk di sebelahku.
"Kalau Bibi bercerita, apakah kamu bisa menjamin rahasia ini tidak bocor? Bisakah kamu membantu Bibi untuk mencari solusinya?"
"Tergantung. Aku tidak terlalu pandai mencari solusi," ucapnya sembari mendaratkan pantatnya di sebelahku, ikut menikmati rindangnya pepohonan di pelataran rumah serta terpaan angin sepoi-sepoi.
"Tapi, kamu harus janji untuk tidak mengatakannya kepada siapa-siapa," tuntutku sembari menatap matanya dalam-dalam.
"Iya, aku berjanji. Ada apa, sih? Aku jadi penasaran tahu," decaknya sebal.
"Pertama-tama, kamu tahu jika ada seseorang yang tengah mendekatiku selama perjalanan kemarin?" selidikku. Sebenarnya aku ingin bertanya tentang perasaannya saat dulu dijodohkan denganku, tetapi aku tak mau merusak hubungan hangat kami dengan pertanyaan yang termasuk sensitif itu. Pun aku tak mau hal itu mengganggu pikirannya.
Tak perlu waktu lama untuk menjawab, ia langsung mengangguk mantap. "Tahu. Baginda Rajasanagara, bukan?"
"Dari mana kamu bisa tahu?" tanyaku menggebu-gebu.
"Sebenarnya, aku tidak terlalu peka. Waktu di Kedhung Biru dulu, aku bahkan tak tahu kalau, ehm, Bibi tengah melakukan apa yang orang dewasa lakukan. Aku juga tak memikirkan apa-apa ketika gusti prabu berdekatan dengan Bibi. Namun, aku baru sadar belakangan ketika eyang kakung mengatakan bahwa sepertinya baginda maharaja gencar mendekati dan menaruh hati pada Bibiku tersayang ini," jelasnya sembari menahan tawa, pipinya pun memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Majapahit] Forgive Me For Everything
Historical Fiction[Cakrawala Mandala Series #1] 1359 Gadis itu memiliki nama yang serupa dengan seorang tokoh cerita sejarah di Wattpad. Tidak, ia tidak pernah membacanya. Tapi, ia mengalami hal yang sama dengan tokoh cerita tersebut. Bedanya, hanya jiwanya yang mera...