42 | Memar Membiru

8.3K 1.4K 57
                                    

1388

Sore yang muram, aku dan Kangmas Hayam Wuruk mengahabiskan waktu dengan menyesap wedang jamu beras kencur di pelataran ruanganku. Kondisi Yunda Sudewi tadi pagi sudah membaik dan ia menghabiskan waktu di taman bersama Kangmas Hayam Wuruk, menikmati hangatnya mentari pagi. Siangnya sang maharaja harus melakukan beberapa tugas kerajaan, sedang Yunda Sudewi tertidur. Mungkin kelelahan.

Kangmas Hayam Wuruk tiada berhenti tersenyum. "Rasanya sudah lama sejak aku melihat Yunda Sudewi mampu berjalan-jalan hingga taman."

"Iya, sudah beberapa purnama aku melihatnya terpuruk karena kehilangan Paman Wijayarajasa," lanjutku sembari menyesap wedang jamu yang dituangkan sang maharaja ke dalam cawan.

Turut menyesap beras kencur itu dari cawannya sendiri, Kangmas Hayam Wuruk menatapku. Kerutan-kerutan halus di dekat matanya membuatku salah fokus, ia sudah semakin tua dan sayangnya aku tak tahu kapan ia meninggal karena tak memperhatikan pelajaran sejarah. Kuharap tidak dalam waktu yang dekat. Kalau bisa, tiga puluh tahun lagi hingga kami melihat rambut Dhipta turut memutih.

"Gauri, apa yang kau pikirkan mengenai kematian?" tanya Kangmas Hayam Wuruk kalem, membuatku hampir tersedak karena terkejut.

Ia menatap mataku dalam-dalam, seperti menanti jawaban dari mulutku. "Sebelum menjawabnya, aku ingin bertanya kepadamu, Kangmas. Apa hewan kesukaan Kangmas?"

"Aku suka elang."

Jawabannya sedikit membuatku tercekat. Dia tidak mungkin tahu mengenai Elang dan Kangmas Adirangga, bukan? "Lalu hewan kesukaan Kangmas yang lain?"

"Mungkin harimau jawa."

"Apa yang Kangmas pikirkan tentang lautan?" tanyaku, sembari menyesap teh lagi.

Kangmas Hayam Wuruk menautkan alisnya, sangat terheran-heran dengan arah pembicaraanku. "Sebenarnya apa yang kau coba untuk sampaikan, Gauri? Mengapa untuk menjawab satu pertanyaan dariku, kau menanyakan hal-hal yang tak ada hubungannya sama sekali?"

Aku terdiam sejenak, lalu menatap langit mendung dengan awan kelabu. Sepertinya akan terjadi hujan lebat sebentar lagi, sebaiknya aku dan Kangmas berdiam diri di kamar sebelum hal itu terjadi. Sebenarnya, aku hanya mencoba melakukan trik psikologi kepada Kangmas Hayam Wuruk dan tampaknya ia sama sekali tak tahu perihal itu. Oh, omong-omong apakah di zaman ini sudah ada yang namanya psikologi? "Tolong jawab saja, Kangmas. Pertanyaan-pertanyaanku itu ada hubungannya dengan apa yang Kangmas pertanyakan."

"Baiklah. Lautan, ya? Lautan itu sangat luas dan sangat dalam, tetapi kadang juga menyeramkan. Ombak-ombak yang menggulung ganas, guntur bersahut-sahutan," jawab Kangmas Hayam Wuruk. Ia mengikuti jejakku, memandang angkasa yang semakin mengabu. Ia memejamkan mata, menikmati sensasi angin dingin yang sama-sama menerpa tubuh paruh baya kami.

Aku menatapnya yang tengah terpejam, mengabadikan ketampanannya yang tak luntur oleh waktu. Sang Kala mungkin dapat mengalahkan kami dengan fisik yang tak lagi sekuat dulu, namun secara tak kasat mata, cinta kami kekal. "Ini pertanyaan terakhir, Kangmas. Menurut Kangmas, seperti apakah kegelapan itu?"

Masih setia memejamkan mata, tangan Kangmas Hayam Wuruk berkelana mencari jemariku untuk saling ditautkan dengan miliknya. Sentuhannya begitu hangat, sangat kontras dengan udara dingin yang menusuk tulang. Ah, seharusnya kami memang berdiam diri di dalam ruangan saja. Aku takut ia masuk angin dan jatuh sakit.

"Ketika aku memejamkan mata, semuanya menjadi gelap dan mataku terpejam ketika aku tidur. Dalam tidurku, semuanya begitu damai dan tenang, aku bisa melupakan barang sejenak, seluruh kegelisahan dan kesedihanku. Jadi, menurutku, kegelapan adalah obat; penawar hati yang mengobati luka batin yang bahkan aku sendiri sebagai seorang maharaja, tak mampu melupakannya. Bagiku, kegelapan adalah kedamaian. Sesuatu yang sunyi, tetapi dapat menentramkan hati," jelasnya panjang lebar. Ia masih setia memejamkan mata ketika aku beringsut ke dalam pelukannya untuk mendapatkan kehangatan di tengah cuaca seperti ini.

[Majapahit] Forgive Me For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang