26 | Kitab Kutaramanawa

14.6K 2.3K 90
                                    

1359

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1359

Tujuan utama diadakannya Paseban adalah untuk membicarakan upaya pengenyahan kemiskinan, kebodohan, kejahatan, serta meningkatkan kesejahteraan dan keagungan negara. Para pejabat pemerintahan, mulai yang paling tinggi hingga paling rendah hadir. Kini aku tahu mengapa masa pemerintahan Kangmas Hayam Wuruk begitu bersih tanpa pemberontakan. Ia begitu memperhatikan rakyatnya, bahkan keluhan dari rakyat kecil pun ia dengarkan. Selain itu, terdapat norma dan penegakan aturan yang ditaati oleh masyarakat. Dalam dua prasasti yang dikeluarkan tahun lalu—Prasasti Bendasari dan Prasasti Trowulan, disebutkan bahwa adanya kitab yang dinamakan Kutaramanawadharmaśastra yang berisi hukum pidana dan perdata. Aku tak terlalu asing dengan istilah hukum pidana dan perdata karena telah mempelajarinya di mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dan sebagai seorang selir, kini aku telah mempelajari beberapa hal-hal penting pada masa Majapahit, terutama masa pemerintahan suamiku.

"Ada beberapa kasus mengenai pelanggaran hak kaum perempuan, Baginda. Tentang pemerkosaan terhadap beberapa gadis belia ketika mereka tengah mencuci pakaian di sebuah pinggiran sungai," adu seseorang yang tak kuketahui siapa. Mungkin seorang pejabat di bawah raja mandala. Kangmas Hayam Wuruk mendengarkan dengan saksama. Raut serius tak meninggalkan wajahnya sedari acara ini dimulai tadi. Tak sekalipun ia menginterupsi dan mengabaikan penyampaian rakyat-rakyatnya.

"Lalu, apakah hukuman yang setimpal sudah diberikan kepada pelaku kejahatan tersebut?" tanya sang maharaja. "Menurut pasal dua ratus tujuh: Barangsiapa memegang seorang gadis, kemudian gadis itu berteriak menangis, sedangkan banyak yang mengetahuinya, buatlah orang-orang itu saksi sebagai tanda bukti. Pelaku itu dikenakan pidana mati oleh raja yang berkuasa."

Lawan bicara Hayam Wuruk menunduk penuh hormat. "Sehubungan dengan pasal itu, Hamba melaporkan kejadian ini kepada Baginda Maharaja dan memohon izin untuk memberi hukuman yang setimpal sesegera mungkin."

Sang maharaja menganggukkan kepalanya penuh karisma. "Jika terjadi pelanggaran dan hukumnya telah tertuang pada Kitab Kutaramanawa, jangan berpikir lama untuk segera melakukan tindakan yang sesuai. Apabila kedepannya terjadi hal yang serupa, jangan menunggu perintah dariku untuk segera menegakkan keadilan."

Mengenai hukum perlindungan terhadap kaum perempuan, aku mengingat isi pasal seratus sembilan puluh dua, seorang wanita boleh kawin dengan laki-laki lain jika suaminya hilang, jika suaminya meninggal dalam perjalanan, jika mendengar kabar suaminya ingin menjadi pendeta, jika suaminya "tidak mampu" dalam percampuran, terutama jika ia menderita penyakit budug. Jika demikian keadaan suaminya, wanita itu boleh kawin dengan orang lain. Pemikiranku langsung melayang kepada Yunda Rindi. Setelah Kangmas Adirangga meninggal secara naas waktu itu, seharusnya yunda bisa memilih menikahi lelaki lain. Aku pernah mendengar kabar bahwa sebenarnya ada beberapa lelaki yang datang untuk meminangnya. Tapi, dengan tegas yunda menolak dengan alasan hanya mencintai kangmas seorang hingga akhir hayatnya. Dan, jelas hal itu menamparku. Aku pernah mengira akan seperti itu, tetapi aku akhirnya jatuh ke dalam pelukan Kangmas Hayam Wuruk, lelaki yang entah bagaimana membuatku jatuh cinta atas kehadirannya. Mungkin ini yang dinamakan karma. Dulu aku menolak mentah-mentah dan kini aku menjadi salah satu istrinya, yang mendampinginya memerintah di dampar kencana Majapahit. Kenyataannya memang baik Elang, maupun Kangmas Adirangga bukanlah jodohku.

[Majapahit] Forgive Me For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang