2 | Matanya Becermin-cermin

27.2K 3.6K 202
                                    

14 Maret 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

14 Maret 2020

Damar mengajakku berkeliling stand bazar yang tak jauh dengan lounge VIP. Ia membelikanku berbagai macam makanan ringan dan segelas minuman. Susu kotak tadi telah habis dan kemasannya kubuang ke tempat sampah. Lalu, aku mengingat tujuan utamaku datang ke konser ini. Bukan untuk menikmati makanan dan minumannya, bukan pula untuk bertemu dengan penyanyi tenar yang beberapa lagunya dijadikan OST film layar lebar di Indonesia. Tujuanku hanya satu, yaitu bertemu Elang. Yah, minimal bisa melihat wajahnya. Urusan bisa menyapa dan foto bersamanya itu belakangan saja.

"Mar, kok Elang tidak terlihat batang hidungnya, ya?" tanyaku, menyenggol lengan Damar yang tengah membawa sekotak takoyaki, makanan khas Jepang dengan isian gurita. Makanan ini pernah menjadi favoritku sebelum akhirnya aku jatuh cinta dengan dimsum.

"Ya manaketehe, memangnya aku asisten pribadi Elang yang tahu semua kegiatannya?" tanya Damar sembari memakan takoyakinya. Ia menyantap makanan itu sambil berdiri. Jangan ditiru ya, tidak baik untuk pencernaan. Mulutnya yang gembul karena terisi makanan itu membuatku gemas. Ingin mencubit pipinya, tetapi aku merasa menemukan Elang adalah misi utama. Maka dari itu, aku mengenyahkan hasrat untuk memainkan pipinya dengan kedua tangan ini.

"Posisi asisten pribadi penghasilannya mungkin lebih besar dari seorang abdi dalem, barangkali kamu minat mendaftar. Aku mendukung, asalkan kamu selalu melapor padaku tentang semua yang dilakukan Elang," ujarku sambil terkikik geli, membayangkan kalau aku ini adalah seorang ratu yang membayar salah satu dayang raja untuk mengetahui kegiatan sang suami. Hal seperti itu banyak terjadi di drama Korea bertema sejarah, bukan? Bedanya, pasti sang raja yang mengirim mata-mata untuk menjaga sang ratu atau kekasih hatinya yang lain.

"Yu, sepertinya kamu sudah cukup gila sekarang." Damar menyentuh keningku dengan sebelah tangannya, memastikan suhu tubuhku normal atau justru tinggi. Aku menjauhkan tangannya dari dahiku dan memanyunkan bibir.

"Enak saja. Aku cuma bercanda, Damar Bimasena Kurniawan. Mana mungkin aku melakukan hal tidak bermoral seperti menguntit Elang. Sukur-sukur (sudah baik) Elang tidak membenciku. Jangan sampai dia beneran ilfeel dan risih atas kehadiranku," gerutuku pelan. Aku kebingungan, Elang tidak pernah menunjukkan kalau ia risih dengan keberadaanku. Tapi, ia jarang membalas pesanku. Sebenarnya, perasaan Elang itu bagaimana, sih?

Mengacak-acak rambutku, Damar menyunggingkan senyum. "Aku tahu kamu tidak akan melakukan hal seperti itu. Walaupun kamu benar-benar putus asa, jangan pernah melakukan hal-hal yang melanggar hak orang lain, ya."

Aku mengangguk. "Iya, Mar. Menyukai atau mencintai seseorang memang se-merdeka kita. Tapi kalau sampai melanggar privasi Elang, itu melanggar kemerdekaan Elang. Maka dari itu, aku cuma bisa berharap dalam diam."

Damar tertawa seraya mengejekku. "Dalam diam dari mananya? Satu angkatan kita waktu SMP dulu tahu semua kalau kamu suka sama Elang!"

"Sumpah?" tanyaku tak percaya. Mataku membulat sempurna.

[Majapahit] Forgive Me For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang