Dara pikir mendapatkan hati Taehyung adalah perkara yang mudah. Meski ia tidak pernah benar-benar mencoba untuk menarik perhatian Taehyung. Ia hanya menjadi dirinya sendiri. Kendati demikian ia tetap berharap bahwa suaminya itu bisa menjadi sosok yang begitu hangat. Dengan sukarela menyentuhnya tanpa paksaan.
Ia tak tahu sampai kapan harus menunggu, pintu itu selalu tertutup rapat. Meski di beberapa waktu Tuhan memberi detak baru dalam jantungnya. Menancap beberapa harapan yang entah kapan harapan itu akan menjadi sebuah kebahagiaan baru. Memang tampaknya samar, tapi keyakinan tiap manusia pasti punya level yang berbeda. Kali ini Dara yakin bahwa harapan itu tak hanya harapan semu. Ini hanyalah masalah waktu.
Bagi Taehyung, semua hal tak harus dibagi bersama. Ada kalanya hal yang di rasa tak perlu, cukup dinikmati sendiri saja. Keputusan yang ia ambil tak perlu dibagi atau ia diskusikan dengan pihak manapun. Ia harus punya keberanian untuk mempercayai dirinya sendiri. Melangkah dan mengambil keputusan dengan keyakinan bahwa itu adalah keputusan terbaik sepanjang ia menjalani hidup—dengan mempercayai takdir yang diputuskan oleh dirinya sendiri. Taehyung memegang takdirnya, mengikis ketakutan lalu melangkah dengan pasti bahwa dirinya tidak buruk dalam memilih jalan hidup dengan penuh percaya diri.
Hari dimana mereka akan kembali ke Seoul semakin dekat. 2 hari lagi mereka akan kembali ke negeri ginseng tersebut.
Setelah seharian mereka pergi berbelanja memenuhi lemari sang ibu Nyonya Ahn Wonhee, membeli beberapa pakaian juga tas yang ditaksir memiliki harga yang cukup mahal, juga membeli beberapa oleh-oleh yang bisa mereka bawa untuk dua keluarga yang sedang menunggu kehadiran sang cucu di Seoul. Cucu? Jangan bicara omong kosong. Pertarungan ranjang itu tidak benar-benar terjadi setelah lima hari mereka berada di Paris.
Tangan Dara bergerak cepat mencari sesuatu di dalam tasnya yang tidak bisa ia temukan. Mencari ke berbagai sudut berusaha mengingat di mana ia meletakkan ponsel serta power bank nya.
Sebelum akhirnya bertanya pada Taehyung yang kini berada di balkon sambil menyesap teh hangat dengan duduk menghadap Menara Eiffel malam itu.
"Tae... Apa kau melihat ponselku?" Dara bertanya kelewat hati-hati takut mengganggu momen tenang Taehyung dengan angin malam yang menyibak surainya.
"Di dalam tasku." Jawab Taehyung tanpa menoleh.
"Terima kasih."
Dara buru-buru mengambil tas Taehyung yang berada di atas nakas, membuka resleting paling besar di sana. Namun beberapa detik kemudian ia stagnan. Entahlah Dara juga bingung apa yang membuatnya terdiam saat ini.
Ia menemukan sebuah ikat rambut berwarna merah. Mirip sekali dengan ikat rambut anak kecil. Ada boneka kecil berbentuk love di sana. Jika dipikir kembali itu bukanlah miliknya. Lagi pula kalau Taehyung membelinya tadi saat mereka berbelanja, lalu benda lentur ini untuk siapa. Kenapa Taehyung menyimpan ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
L'Arbre ✔️
أدب الهواة[COMPLETED] Aku pikir hujan selalu bersama kita. Seperti pertemuanku denganmu untuk pertama kali dimana kurasa dunia tidak memihakku, hari itu kau datang dengan payung transparan lalu melindungi tubuhku yang sudah terlanjur basah. Dan kini setelah...