Taehyung menjeda perkataannya untuk menoleh ke arah Jimin yang sudah mengerutkan kening menanggapi pertanyaan Taehyung.
Kemudian Taehyung kembali melanjutkan dengan leher yang seperti tercekik sesuatu yang kuat dan panas. "Jika aku diminta untuk meninggalkan kekasihku, aku bisa melakukannya sekarang juga. Tapi bagaimana dengan putriku yang masih kecil. Seburuk apapun aku sebagai ayah, aku tidak akan membiarkan putriku hidup tanpa ayah. Dia masih terlalu kecil untuk menerima semua kenyataan pahit dari pria brengsek sepertiku." Mata Taehyung memerah, perih di hatinya kini sama dengan perih di mata yang sudah berkaca-kaca sedari tadi. Kemudian ia melanjutkan dengan suara yang cukup jelas didengar oleh Jimin. "Dan aku masih mencintai Hayoung."
Tangan Jimin terkepal mendengar ucapan Taehyung barusan. Awalnya Jimin mencoba mengerti sebagai sesama pria yang sudah berperan sebagai seorang ayah. Namun saat Taehyung mengakhiri kalimatnya dengan mengatakan ia masih mencintai Hayoung, berhasil membuat Jimin melihat Taehyung dengan kesal bukan main. Rahangnya mengeras tersulut amarah.
Ia mencoba meredam amarahnya agar tidak segera meninju Taehyung dengan pukulan paling mematikan. Kemudian Jimin menyugar surainya, mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan secara kasar sembari menghela nafas, lalu berdiri membelakangi Taehyung yang masih setia terpaku bodoh karena keegoisannya.
"Pulanglah, sebelum aku menghajarmu." Ucap Jimin dingin kemudian berlalu meninggalkan Taehyung di ruang tamu.
___
Meski Dara dan Seokjin sering bertemu, Seokjin tetap memberi batas pada dirinya dan juga Dara. Sebab ia tidak ingin dilihat sebagai lelaki yang buruk, meski siapa yang tahu ketika mereka seperti ini? Tak ada yang tahu bahwa ia pria lajang yang kini menemani wanita bersuami. Tidak ada yang akan berpikiran seperti itu kecuali mereka yang mengetahui identitas keduanya.
Seokjin tahu bahwa Dara adalah menantu dari koleganya. Maka Seokjin harus berhati-hati dalam apapun itu tindakannya pada Dara. Sebisa mungkin untuk tidak membuat orang-orang curiga padanya. Meski sejujurnya saat bertemu Dara ia ingin sekali memeluk wanita itu, entah mengapa wajah Dara terlihat kusut sejak pertama kali mereka bertemu setelah bertahun-tahun lamanya.
Semakin sering mereka bertemu, Seokjin semakin melihat banyak perubahan dari tubuh Dara. Bahkan kantung matanya semakin menghitam.
"Kak Seokjin bawa apa?" Tanya Dara saat mereka sudah masuk ke dalam mobil.
"Hm?" Seokjin menoleh setelah memasang sabuk pengamannya menatap Dara bingung.
"Itu di belakang." Tunjuk Dara menggunakan ibu jarinya.
"Ah itu," Seokjin mengulurkan tangan mengambil kotak tersebut. "Cheese cake kesukaanmu." Lalu ia meletakkannya di depan Dara.
"Singkirkan itu." Pinta Dara dengan kening yang sudah mengkerut. Merasa pusing sekali.
"Kenapa?" Tanya Seokjin heran.
"Aku tidak suka baunya." Dara menahan diri untuk tidak muntah detik itu juga. "Maaf Kak, baunya sangat menyengat membuatku mual."
"T-tapi," Seokjin ragu.
"Singkirkan Kak Seokjin." Wajah Dara memerah menahan gejolak mual yang hendak sampai ke tenggorokannya. Lalu ia membuka pintu mobil kemudian memuntahkan isi perutnya.
Tidak, lantai basement itu tidak kotor sama sekali. Dara hanya memuntahkan angin.
"O-ok. Baiklah."
Setelah membuang cheese cake tersebut. Seokjin menghampiri Dara yang masih menopang tubuhnya dengan tangan pada kedua lututnya. "Kau baik-baik saja?" Seokjin panik. Ia terus mengelus punggung Dara memberi aliran hangat melalui telapak tangannya agar wanita itu lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'Arbre ✔️
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Aku pikir hujan selalu bersama kita. Seperti pertemuanku denganmu untuk pertama kali dimana kurasa dunia tidak memihakku, hari itu kau datang dengan payung transparan lalu melindungi tubuhku yang sudah terlanjur basah. Dan kini setelah...