Chapter 10

2K 218 34
                                    

Jadi setuju tidak jika kita bisa jatuh cinta ketika kita selalu bersama? Meski tampak terlambat namun untuk beberapa waktu yang lalu Taehyung mengalami hal itu.

Jatuh cinta setelah menikah. Bagaimana mereka akan saling menaruh perasaan di sana? Menaruh perasaan sedih, kecewa, jatuh cinta, bahagia dalam sebuah kotak yang disebut rumah tangga? Akankah semuanya selalu sama? Mengingat topeng yang ia kenakan semakin melekat. Kali ini Taehyung terjebak.

Mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir pucat Taehyung sang istri lantas mengambil posisi untuk melihat wajah sang suami dengan jelas. Namun Taehyung menahan tubuh istrinya, membuat kepala sang istri semakin tenggelam pada dada bidang miliknya. Dara mendengar itu. Ia dengar bagaimana jantung Taehyung berirama. Mungkin sama dengan detak jantungnya yang kian memburu.

"Tetap disitu, kau hanya perlu menjawab pertanyaanku."

"T-Taehyung-ah... Apa maksudmu? Berjanji untuk apa?"

Lama terdiam tanpa alfabet, Taehyung lekas menjawab "Berjanjilah untuk tidak meninggalkanku apapun yang terjadi."

Dara menelan salivanya. Sungguh ia tidak mengerti mengapa Taehyung tiba-tiba berkata seperti ini. Disaat sakit pula. Ia berbicara seolah-olah akan mati detik itu juga.

Jangan tanya bagaimana mata dan air muka Dara. Matanya tiba-tiba panas. Ia ingin menangis. Apa mungkin Taehyung sakit keras dan sengaja tidak menyentuhku agar setelah ia mati aku tidak merasa begitu kehilangan? Sikap dinginnya selama ini hanya agar aku tidak semakin mencintainya sebab sebentar lagi ia akan mati? Ku mohon jangan pergi. Dara overthinking.

Suara tangis Dara menggema di dalam kamar mereka. Tubuh Dara bergetar hebat. Ia menangis sejadi-jadinya. Memikirkan hal tersebut membuatnya tak lagi bisa berpikir positif. Baru sebulan menikah ia malah akan ditinggal mati pikirnya.

Taehyung cepat menyadari hal itu. Cepat menyadari bahwa sesuatu yang buruk sudah menguasai istrinya. Kemudian ia menarik tubuh Dara untuk berhadapan sejajar dengan tubuhnya. "Dara... Kenapa menangis?"

"Jangan seperti itu Taehyung! Jangan bersikap buruk karena takut aku tidak bisa melupakanmu jika kau mati. Jangan begitu! A-aku mencintaimu!" Air mata itu sungguh menganak sungai, hatinya berdenyut nyeri tidak sanggup memikirkan hal tersebut.

Namun hal itu tentu berbeda dengan Taehyung, ucapan Dara barusan baginya tidak masuk akal. Ia hanya diam sembari kembali mendengar sang istri berbicara dengan terisak, "Jika kau sakit katakan Tae. Bukan malah disimpan sendiri. Aku ini istrimu. Jangan bersikap buruk agar tak ingin aku semakin mencintaimu kemudian sulit untuk melupakanmu. Setidaknya berikan aku kenangan manis."

Demi apapun Taehyung tak bisa lagi menahan tawa geli dari dalam dirinya. Ia lantas tertawa membuat gema di dalam kamar berukuran sedang itu. Wajah Taehyung memerah. Baginya Dara saat ini begitu lucu juga menggemaskan. "Apa kau baru saja berpikir bahwa aku sakit keras lalu mati dan meninggalkanmu?" Lagi-lagi ia tertawa. Untung saja jarak kamar mereka dengan kamar orang tua Dara tidak berdekatan.

Sang istri juga tidak mengerti bagaimana suaminya bisa tertawa renyah sementara hatinya merasa iba sekali merasa tidak sanggup hidup sendiri sebab sebentar lagi ia akan ditinggal mati oleh sang suami. Bibirnya mengerucut seperti bebek bersama sisa isakkan tangis yang sempat pecah tadi. "Kau kenapa sih?!" Sungguh ia kesal.

Taehyung lantas menjawab dengan sisa gelak tawanya yang masih mengalun indah pada langit-langit kamar, "Kau bodoh ya? Aku bilang untuk tidak meninggalkan ku apapun yang terjadi. Dari mana kau bisa menyimpulkan bahwa aku sakit keras dan akan mati sebentar lagi? Astaga kau ini." Jawab Taehyung sembari menyeka air matanya yang hampir mengalir akibat tertawa.

L'Arbre ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang