New Life (2)

15.2K 932 0
                                        

"Rangga, kakak berencana buat pindah ke Jakarta. Kamu mau ikut ga?" tanya gue saat sedang bersantai.

"Kenapa mendadak?" tanya Rangga.

"Sebenarnya ga mendadak juga, tapi baru sekarang aja kakak mikirin serius. Kakak mau kerja di perusahaan yang ada di Jakarta, sekalian ngurus toko roti yang baru buka di sana. Kamu gimana?" tanya gue.

Rangga berpikir. Cukup lama, sampai akhirnya Rangga buka suara.

"Rangga sih sebenarnya udah betah tinggal di sini. Tapi kalau kakak mau pindah, Rangga ikut deh." Kata Rangga dan langsung gue peluk.

"Makasih Rangga." Kata gue memeluk Rangga erat.

"Mbok juga ikut ya, Neng! Mbok ga mau sendirian di sini." Timpal Mbok Ijah yang tiba-tiba datang.

"Pasti dong! Malah Rani bakal maksa Mbok buat ikut!" Kata gue lalu memeluk Mbok Ijah.

Mom, Rani udah cukup kuat buat keluarga ini kan? Lihat Mom. Rani kuat! Rani ga menangis lagi, Rani bisa lewatin lima tahun dengan bahagia, dan sekarang Rani mau kembali ke Jakarta. Apa Mom sudah bangga sama Rani?

"Ayo, sekarang beres-beres. Ga usah banyak-banyak yang dibawa. Cukup baju dan barang-barang penting aja. Suatu saat kita akan balik ke rumah ini lagi kok." Kata gue sambil bangkit berdiri.

"Emang kita mau pergi kapan, Kak?" tanya Rangga bingung.

"Yah besok dong! Kamu kan udah selesai ujian dan besok tinggal ambil rapot. Sisanya nanti kakak minta orang lain yang ngurus." Jelas gue.

Rangga dan Mbok Ijah kaget karena rencana gue yang tiba-tiba, tapi dengan segera langsung mengangguk dan ke kamar masing-masing untuk mengurus barang-barang yang akan dibawa.

Semoga keputusan gue ini benar. Jakarta, I'm coming!

***

"Ran, ayo berangkat interview bareng!" teriak Rena yang baru saja masuk ke dalam apartemen gue.

"Astaga Renaaaa... ini tuh masih jam enam pagi! Lihat, Rangga aja belum berangkat sekolah!" kata gue kesal.

Gue bahkan baru bangun tidur. Rangga aja baru selesai mandi. Rena ini terlalu bersemangat sampai datangnya pagi sekali. Padahal interviewnya aja baru akan dimulai jam Sembilan nanti. Astagaaaa! Ini nih yang paling mengerikan kalau tinggal tetanggaan dengan Rena, pasti selalu diganggu. Entah itu pagi, siang, sore, malam, bahkan subuh-subuh!

"Yah, ini kan hari interview. Dateng pagi dikit ga apa lah!" kata Rena sambil nyengir.

Apanya yang pagi dikit? Bilang aja kalau Rena mau menumpang sarapan. Apalagi selama seminggu ini, Rena selalu kebingungan mencari tempat makan. Maklum Rena kan memang asli orang Jogja, walau logat bicaranya ga ada Jogja sama sekali.

Yah, hari ini sudah seminggu setelah kepindahan gue ke Jakarta, dan hari ini juga hari interview gue di perusahaan Wiratmadja Group. Gue deg-degan. Bukan karena takut interview-nya, tapi takut diterima di perusahaan dan ketemu Erico!

"Kak, Rangga berangkat ya. Udah setengah tujuh nih, takut telat. Kak Rena, duluan ya. Daaahhh..." pamit Rangga sambil terburu-buru keluar dari apartemen.

"Hati-hati yaaaa..." teriak gue.

Rangga rajin banget pergi ke sekolah. Padahal dia baru sekolah di Jakarta seminggu ini. Dasar anak rajin! Tapi gue senang sih, Rangga rajin.

"Adik lu makin ganteng aja." kata Rena.

"Yah, bagus dong! Dia makin besar dan dewasa, gue jadi seneng." kata gue bangga.

***

Setelah berkutat lama di depan kaca karena Rena menolak semua pakaian yang gue mau pakai, akhirnya gue dan Rena berangkat ke perusahaan jam delapan. Tepat di jam macetnya Jakarta!

"Tenang Ren, interview-nya jam Sembilan kok. Masih ada satu jam lagi. Lu kenapa ribut banget sih mau cepet-cepet sampai?" Tanya gue bingung karena Rena terus aja meng-klakson.

"Aduhhh Rani sayang! Semakin cepat kita sampai, artinya semakin banyak peluang kita untuk ketemu sama Pak Erico yang ganteng itu! Lu gimana sih!" balas Rena. Yang terus meng-klakson.

Perut gue rasanya melilit mendengar kata-kata Rena. Justru itu hal yang paling gue hindari!

Tepat lima menit sebelum jam Sembilan, gue dan Rena sampai di perusahaan dan sedang menunggu antrian untuk interview. Rena terus saja berjalan mondar mandir karena panic. Gue yang ga panic, jadi ikutan panic karena aksi Rena.

"Rennn.. duduk ah! Gue jadi panic nih ngeliat lu mondar mandir!" tegur gue.

"Ga bisaaaa! Gue panic Rani! Gue panikkk!" kata Rena sambil meremas-remas tangannya.

Gue bangkit berdiri dari kursi gue lalu menghampiri Rena. Berdiri tepat di depan Rena, lalu menatap Rena lekat-lekat. Setelah itu gue peluk Rena erat.

"Lu pasti bisa! Gue yakin sahabat gue, Rena si jelek pasti bisa masuk ke perusahaan ini." Bisik gue menyemangati Rena.

Rena langsung mendorong gue, dan menunjukan muka cemberutnya.

"Kok jelek sih! Tega lu." kata Rena.

Gue terkekeh, Rena juga ikut terkekeh. Akhirnya Rena ga panik lagi dan bisa duduk di samping gue dengan tenang.

Ga lama, Rena dipanggil. Di saat-saat terakhir sebelum Rena masuk ke ruangan itu, gue masih terus menyemangati Rena. Rena pun mengangguk.

Setelah Rena, giliran gue. Gue menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Melakukan hal itu berkali-kali. Di ruang tunggu itu, tinggal gue sendiri. Gue orang terakhir ya?

Pikiran gue jadi kemana-mana. Nanti siapa saja yang akan meng-interview ya? Divisi yang gue mau kan bagian keuangan, pasti yang akan gue hadapi orang-orang yang ....

"Raniiii!!!! Giliran lu. Mending lu cepetan masukkk!" kata Rena yang baru saja keluar dari ruangan itu dan menarik gue berdiri.

"Iya iya. Sabar dong." Kata gue sambil merapikan baju lalu berjalan ke ruangan itu.

"Semangat ya, Rani!" kata Rena setengah berteriak.

Gue membalikkan badan dan tersenyum ke arah Rena. Terima kasih Rena!

Saat gue melangkah masuk, dan mengucapkan salam, gue melihat sekeliling gue. Saat itulah mata gue hanya berhenti di satu orang. Seorang yang duduk tepat di tengah meja panjang yang berisi lima orang yang akan meng-interview gue.

Erico.

I have to be STRONG!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang